Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf
Muhammad Yusuf Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan dan Perikanan -

Aktif di LSM bidang perikanan, pesisir, dan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sub Populasi Ikan Tuna di Indonesia

7 Februari 2016   23:35 Diperbarui: 7 Februari 2016   23:48 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya dapat email dari rekan WWF di Filipina, yang baru saja pulang dari trip di lokasi perairan laut penangkapan ikan tuna, masih di wilayah negara Filipina. Tujuannya ingin memasang tanda (tag) pada ikan tuna.  Namun sayang setelah berhari-hari memancing, tak ada tuna besar yang ia dapatkan. Kelihatannya tuna besar sudah tidak ada lagi di Filipina, entah apakah mereka bermigrasi semuanya ke Pasifik, karena tuna dikenal sebagai ikan bermigrasi jauh, atau memang sudah habis karena saat juvenil mereka ditangkap habis-habisan. Tetapi beberapa conventional tag sempat dipasang pada 14 tuna jenis sirip kuning yang masih berukuran sangat kecil (juvenile) yaitu 1-2 Kg per ekor.  Rekan saya ini mengatakan lagi bahwa tangkapan ikan tuna tahun ini sangat menurun walaupun pada bulan September ini adalah awal musim puncak penangkapan tuna di Filipina.

Masih beruntung kita di Indonesia, karena ada koloni ikan tuna yang diduga tinggal menetap dan tidak bermigrasi terlalu jauh atau tidak bercampur dengan populasi lain.  Pengalaman saya ikut dengan nelayan penangkap tuna di Wakatobi (Sulawesi Tenggara) jauh lebih menyenangkan, karena masih mudah mendapatkan ikan tuna ukuran di atas 40 Kg, bahkan ada yang lebih dari 90 Kg.  Pada saat saya melakukan penandaan tuna beberapa waktu yang lalu, ada seorang nelayan yang sudah menangkap 4 ekor ikan tuna yang berukuran masing-masing 70 Kg ke atas, dengan nilai jual menurut bapak nelayan ini sebesar 8 juta lebih.  Dan ini hanya dilakukan dalam satu kali trip atau satu hari yaitu berangkat subuh dan pulang sekitar jam 2 siang.  Kemudian informasi lain rekan-rekan saya di WWF Wakatobi yang mengumpulkan data sejak 2008, menunjukkan rekor tertinggi hasil penjualan tuna oleh nelayan di Wakatobi dari hasil menangkap tuna dalam satu hari adalah 25,274 juta pada tahun 2009 yang lalu.  Berat daging tuna (loin) sekitar 642 Kg lebih, atau kurang lebih 10 ekor ikan tuna yang ditangkapnya dalam satu hari.  Ada lagi informasi rekan saya di WWF Solor-Alor (Nusa Tengaara Timur) yang mengumpulkan data sejak tahun 2009, umumnya nelayan tuna di sana masih bisa menangkap tuna ukuran 60 Kg ke atas per ekor.  Jadi meskipun ada indikasi penurunan jumlah dan ukuran ikan tuna yang tertangkap di Indonesia, tetapi kita masih lebih beruntung dibandingkan Filipina. Kondisi perikanan tuna di Filipina dan di Wakatobi sungguh sangat kontras.

Menurut perkiraan saya,  perbedaan kondisi ini karena adanya koloni ikan tuna yang menetap atau berenang tidak terlalu jauh sampai melintasi samudera dan antar wilayah laut negara lain, misalnya hanya di Wakatobi.  Meskipun spesies ikan tuna sirip kuning atau madidahang (Thunnus albacares) dan dikenal juga sebagai Yellowfin Tuna (YFT) adalah spesies atau jenis yang sama, tetapi ikan tuna di Wakatobi kemungkinan bukanlah populasi yang bermigrasi dari atau ke Filipina. Perbedaan ini dapat dilihat dari beberapa informasi yang sempat saya kumpulkan.  Setidaknya ada 3 hal yang bisa kita cermati. Pertama, ukuran ikan tuna hasil tangkapan nelayan di Filipina yang sangat berbeda dengan di Wakatobi dan Solor-Alor.  Yang kedua, hasil perbincangan saya dengan salah satu peneliti tuna yang menyatakan perbedaan DNA ikan tuna di Wakatobi dengan lokasi lainnya, yang artinya kelompok populasinya berbeda.  Dan yang ketiga adalah penandaan tuna yang saya lakukan pada bulan Maret 2011 di Wakatobi, setelah datanya diperoleh, ternyata lokasi terakhir ikan tersebut setelah 3 bulan masih di Wakatobi.

Selanjutnya saya membaca beberapa referensi yang mengemukakan adanya kelompok-kelompok YFT yang bermigrasi secara luas atau kelompok kosmopolitan pada semua samudera, dan ada juga kelompok lokal atau endemik.  Ada dua hasil penelitian yang bisa saya ungkapkan disini yaitu penelitian doktor Sudath Terrence Dammannagoda (June 2007) mengenai struktur stok genetik tuna yellowfin di perairan Sri Lanka yang menunjukkan diferensiasi genetik yang signifikan dari ikan ini di lokasi tertentu dan memberikan beberapa bukti adanya struktur genetik secara spasial yaitu tiga kelompok tuna yellowfin menempati lokasi geografis yang berbeda.  Kemudian Bert Ely dkk (2005) meneliti demografi historis terhadap struktur populasi global ikan tuna yellowfin. Meskipun mereka menyimpulkan adanya tingkat diferensiasi genetik yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan ikan perenang cepat lainnya, tetapi ada perbedaan demografi antar sub-populasi pada ikan tuna sirip kuning.

Adanya kemungkinan ikan tuna kita di Indonesia berbeda kelompok populasinya dengan ikan tuna di negara lain, sepatutnya memberikan kita semangat dan tanggung jawab tersendiri untuk menjaga ikan tuna kita agar tetap ada seterusnya di laut Indonesia tercinta ini.  Ambillah ikan-ikan kita ini secukupnya dan tidak boleh serakah menangkap mereka tanpa batas.  Saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip email rekan saya dari WWF Indonesia Mas Imam, yang jawaban email dari rekan saya dari WWF Filipina di atas. Mas Imam menulis seperti ini: Kawan, Membaca kondisi perikanan tuna di Filipina dari pengalaman Jingles ini sungguh menyedihkan.  Hampir tidak ada tuna besar di sana, kita masih cukup beruntung.  Mudah-mudahan kita di beri kekuatan untuk menghentikan laju hilangnya ikan kita dari lautan ini.

Jika ikan tuna sudah cenderung kolaps stoknya, atau bahkan mungkin suatu saat ikan tuna sudah habis di belahan samudera lainnya, mungkinkah Indonesia akan tetap memiliki ikan tuna? Karena kita memiliki sub-populasi ikan tuna di Indonesia, yang tidak melakukan migrasi berkeliling dunia melewati garis ekuator pada bagian lautan yang hangat. Mari memanfaatkan ikan tuna kita secara bijak..!

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun