Mohon tunggu...
Muhammad Yusuf
Muhammad Yusuf Mohon Tunggu... Pekerja Lingkungan dan Perikanan -

Aktif di LSM bidang perikanan, pesisir, dan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bekerja Sama dengan Nelayan dalam Melestarikan Sumber Daya Ikan

20 April 2016   23:20 Diperbarui: 20 April 2016   23:57 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelestarian sumber daya ikan merupakan istilah sangat populer dalam pengelolaan perikanan tangkap. Sumber daya ikan yang lestari selalu menjadi kata kunci sebagai salah satu tujuan pengelolaan perikanan. Tujuan ini selalu muncul bersamaan dengan kesejahteraan nelayan. Kelestarian ikan dan kesejahteraan nelayan merupakan makna dari perikanan berkelanjutan atau sustainable fisheries. Jika ikan lestari, maka nelayan dapat selalu menangkap ikan, yaitu nelayan pada masa sekarang dan nelayan untuk generasi-generasi berikutnya, karena ikan tetap ada di laut saat sekarang dan pada masa yang akan datang.

Konsep “ikan lestari, nelayan sejahtera” telah mulai dibahas secara global sejak tahun 1982 dalam Konvensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional, kemudian secara khusus lebih ditegaskan lagi pada tahun 1995 dalam Konferensi FAO dengan kesepakatan Code of Conduct for Responsible Fisheries atau tata laksana perikanan yang bertanggung jawab, yang terdiri dari 12 tata laksana. Seiring dengan peningkatan aktivitas penangkapan ikan yang semakin massif karena bertambahnya permintaan pasar akibat populasi manusia semakin banyak, serta diikuti teknologi penangkapan ikan yang semakin berkembang pula. 

Semua pihak semakin menyadari pula pentingnya kelestarian sumber daya ikan agar penangkapan ikan dapat tetap dilakukan, baik penangkapan ikan skala perusahaan maupun untuk nelayan kecil (artisanal fisheries).  Berbagai model pengelolaan perikanan tangkap dilakukan oleh negara-negara di dunia. Pada tahun 2003, FAO merangkum model-model pengelolaan perikanan tangkap dalam Ecosystem Approach to Fisheries (EAF). Konsep ikan lestari dan nelayan sejahtera lebih dipertegas lagi dalam EAF ini, yaitu Ecological Well-being dan Human Well-being.

Di Indonesia, peraturan paling tua yang menyebut perikanan adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964 Tentang Bagi Hasil Perikanan. Tetapi peraturan UU ini belum menyebutkan secara khusus pengelolaan perikanan. Pada tahun 1985, pemerintah mengeluarkan peraturan UU yang sudah menyebut secara khusus pengelolaan perikanan, yaitu Undang-Undang Perikanan yang pertama pada tahun 1985. Kemudian direvisi pada tahun 2004, dan disempurnakan lagi pada tahun 2009 melalui UU Perikanan Nomor 45. Undang-Undang ini beserta peraturan turunannya berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah semakin tegas menyebutkan pentingnya kelesatarian sumber daya ikan dan kesejahteraan nelayan. Bahkan dalam rencana strategi Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2015-2019 menyebutkan bahwa tujuan pembanguan kelautan dan perikanan ada 3 yaitu kedaulatan, keberlanjutan, dan kesejahteraan.

Mengelola perikanan Indonesia dengan laut seluas 5,8 juta Km2 dan jumlah nelayan hampir 2,2 juta orang yang menangkap ikan di laut (Kelautan dan Perikanan Dalam Angka, 2014), bukanlah urusan yang mudah.  Menjaga kelestarian ikan di laut dan keberlanjutan mata pencaharian untuk kesejahteraan nelayan, masih menjadi masalah pelik dalam di Indonesia. 

Bahkan sejak tahun 2000, KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan) berdiri sendiri, masalah pengelolaan perikanan berkelanjutan juga masih berlanjut. Konsep EAF dari FAO juga sudah diadaptasi menjadi EAFM (Ecosystem approach to Fisheries management) oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 2010. Kemudian 3 tahun terakhir juga telah disusun RPP (Rencana Pengelolaan Perikanan) berbasis pada 11 WPP (Wilayah Pengelolaan Perikanan) dan RPP berbasis beberapa komoditas perikanan penting seperti Tuna, Cakalang, dan Tongkol, Rajungan, Ikan Karang, dan Lobster.

Model-model pengelolaan yang sudah ada sebelum KKP berdiri sendiri, seperti ICZM (Integrated Coastal Zone Management), CBM (Community Based Management), COREMAP, DPL (Daerah perlindungan laut), sampai dengan KKP secara mandiri menginisiasi dan mengeluarkan konsep EAFM dan RPP, merupakan model pengelolaan perikanan yang bertujuan untuk kelestarian sumber daya ikan dan kesejahteraan nelayan. Sudah sampai dimana implementasi konsep-konsep tersebut yang harus mempertemukan kelestarian ikan dan kesejahteraan nelayan? Apakah sudah ada contoh lokasi domisili nelayan dan ikan laut dimana konsep ini telah terlaksana dengan baik?  Faktanya, beberapa pihak dan mungkin semua pihak telah berusaha menerapkannya, baik secara utuh maupun hanya sebagian. Penerapannya pun bisa berdasarkan tujuan tertentu, misalnya untuk kepentingan pelaksanaan proyek, keuntungan pihak tertentu, atau kah memang benar-benar dilaksanakan sesuai tujuan awal untuk perikanan berkelanjutan.

Namun sampai saat ini, belum ada lokasi di Indonesia yang benar-benar bisa menunjukkan kesuksesan konsep ini. Ikan lestari, nelayan sejahtera, ternyata belum bisa menjadi dua sisi mata uang logam yang selalu ada dan sejalan. Bahkan beberapa informasi di daerah nelayan dan berita di media menunjukkan jika ikannya lestari, artinya ada pembatasan yang ketat terhadap aktivitas nelayan dalam penangkapan ikan. Nelayan di lokasi ini tidak sejahtera karena ada larangan menangkap ikan. Atau jika nelayan sejahtera, artinya telah terjadi penangkapan besar-besaran dan merusak yang mengancam kelestarian ikan.

Bagaimana pengelolaan perikanan berkelanjutan mempertemukan ikan lestari dan nelayan sejahtera? Siapa ujung tombak pengelolaan perikanan berkelanjutan? Apakah pemerintah yang membuat peraturan kemudian harus dilaksanakan oleh nelayan? Atau akademisi dan stakeholder lain membuat analisis perhitungan berapa nelayan yang boleh menangkap dan berapa ikan yang boleh ditangkap? Atau kah nelayan dibiarkan menangkap tanpa batas? Apakah ikan bisa lestari jika nelayan melakukan penangkapan ikan tanpa batas?

Ada 2 kata yang selalu muncul yaitu ikan dan nelayan, nelayan menangkap ikan. Konsep-konsep yang bertujuan melakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan tersebut, harus diberikan kepada aktor utamanya yaitu nelayan. Biarkan konsep-konsep tersebut beradaptasi dengan baik berdasarkan pengalaman nelayan yang telah dipahami dan dilakukannya selama melakukan penangkapan ikan. Nelayan harus menjadi subjek pengelolaan, mengatur sumber daya ikannya sendiri. Konsep global dan nasional pengelolaan perikanan berkelanjutan hanya bisa berjalan dan mencapai tujuannya jika bekerja sama dengan nelayan. Tetapi nelayan tidak bebas tak terbatas, karena dalam pengelolaan tetap ada kompromi, yaitu jalan tengah yang bisa ditempuh dimana nelayan bisa menahan diri, dan sumber daya ikan bisa pulih kembali (recovery) secara alami. Dalam hal ini, pemerintah mestinya sudah mengetahhui jalan masuk dengan penegakan hukum atau law enforcement, sebagai regulator, dan nelayan sebagai pengelola (manager).

Lingkungan laut memiliki 3 ekosistem penting yang harus dikelola dengan baik oleh nelayan dan pemerintah, serta stakeholder lainnya, yaitu terumbu karang, lamun, dan hutan bakau (mangrove).  Ketiga lokasi ekosistem tersebut harus dilindungi, dijaga, dan dimanfaatkan secara bijak, yaitu dengan pengelolaan berkelanjutan, kerena menjadi daerah pemijahan, pengasuhan, mencari makan, dan pertumbuhan ikan.  Ikan-ikan secara alami beregenerasi dan jumlahnya melimpah di lokasi ini. Nelayan sangat memahami hal ini. Semua biota perairan laut berasosiasi dengan ketiga ekosistem ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Konsep perlindungan harus tetap dipahami oleh nelayan dalam kerangka pengelolaan untuk lokasi-lokasi ini.  Lokasi pengelolaan perikanan berkelanjutan yang dilakukan oleh nelayan difokuskan pada lokasi-lokasi tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun