Mohon tunggu...
Uci Anwar
Uci Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Karena Hidup Harus Bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pahlawan Kuliner di Masa Pandemi

2 Mei 2020   13:46 Diperbarui: 2 Mei 2020   13:59 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba berseliweran foto makanan dan masakan yang tampak lezat di timeline medsos dan grup whatsapp. Posting tersebut bukan semata untuk sombong- sombongan soal keahlian memasak, lebih banyak lagi untuk keperluan promosi. Ya, akhir akhir ini tiba-tiba banyak orang menjelma menjadi pedagang makanan.

Di grup whatsapp RT, ibu ibu yang tadinya pasif menerima income dari suami, menawarkan sambal dalam kemasan, pecel, rempeyek gurih tanpa pengawet, baso, kue kue kering  dan sebagainya.
Begitulah, bisnis pangan saat ini menjadi bisnis pilihan. Tetap di rumah, namun bisa menghasilkan uang.  Tidak perlu ruang toko atau resto, cukup memasak dari rumah, dan kirim ke konsumen melalui jasa transportasi online.

dokpri
dokpri
Ketrampilan memasak kini menjadi  andalan untuk menopang ekonomi keluarga. Bahwa kepandaian memasak amat dibutuhkan pada zaman now , terlihat dari  sebuah rumah di kawasan Matraman Jakarta, yang tak pernah sepi dikunjungi para peminat ketrampilan memasak. Sebelum wabah pandemi, setidaknya 10 sampai 15 orang datang dan berkumpul di sini setiap harinya.

Menyimak dengan takjim kata per kata dari Sang Suhu memasak, Fatmah Bahalwan (56). Rumah tinggalnya sejak bertahun tahun ini dijadikan sebagai tempat kursus "Natural Cooking Club", demikian Fatma menyebut nama kursus yang didirikannya secara resmi tahun 2005 , kendati sebenarnya dia mulai mengajar sejak tahun 2002.

"Resep dari ibu Fatma enak-enak," kata Tia, seorang ibu rumah tangga yang sudah dua kali kursus memasak. Selain membuat pempek dan tekwan, dia sudah pernah ikut kursus membuat baso. Namun untuk berjualan, dia mengaku belum percaya diri.

Begitu juga Iis, kendati pempek buatannya dinilai sudah sangat oke oleh keluarganya dia belum berani menjadikan kemahirannya ini untuk berbisnis kuliner.

"Paling nggak, nggak usah jajan diluar," kata Tia tentang manfaat ketrampilan memasaknya  di masa pandemi ini.

dokpri
dokpri
Bukan kaum  perempuan saja, kursus di NCC ini banyak diminati oleh kaum laki laki. Tersebutlah Mursid (58) , seorang pemilik kedai kopi di Bandung. Dia ingin meningkatkan keahliannya, untuk mengembangkan jenis masakannya di kedainya. Pergilah dia berguru pada Fatmah Bahalwan, belajar membuat batagor dan siomay, dengan biaya kursus seharga 400 ribu.

"Ternyata baru saya yang pertamakali ikut. Teman-teman kursus lainnya, sudah sering ikut kursus di sini," katanya tertawa. Para bapak yang ikut kursus bersamanya, sudah  berkali-kali ikut, mulai dari membuat pempek, aneka macam pastry, ayam kodok dan lain sebagainya.

Bersama dengannya, belajar pula membuat batagor dan siomay seorang chef kapal tanker. "Supaya banyak variasi menu di  kapal," ujar chef kapal tersebut. Berlayar berhari hari di laut, tentu saja para anak buah kapal butuh makanan beragam makanan agar tidak bosan, mengingat tak ada jajanan di laut.

Bahwa berbagai motivasi orang yang belajar ketrampilan memasak dan membuat kue, dipahami benar oleh ibu dari tiga anak dan nenek seorang cucu ini .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun