Lagi, kelompok usaha mikro, kecil dan menengah alias UMKM membuktikan ketangguhannya bertahan dalam krisis ekonomi. Kali ini  sebagai dampak wabah Covid 9 alias Virus Corona. Sebelumnya pada krisis ekonomi tahun 1998, populer disebut krismon, golongan UMKM juga lah yang mampu tetap tegak, sementara banyak perusahaan raksasa tunduk kewalahan.
Salah satunya penyebabnya saat itu, sebagian besar usaha kecil menengah tidak mendapat modal alias  pinjaman dari pihak perbankan. Sehingga saat sektor perbankan waktu itu terguncang, tidak terlalu berpengaruh bagi golongan ini. Namun tentu saja tidak semua, ada pula UKM yang mengandalkan bahan baku dari luar,  terkait dengan pasar internasional, ikut terdampak.
Selain faktor tersebut, ada sebuah "modal besar" yang dimiliki kaum UKM dalam bertahan di tengah badai Corona kali ini. Modal tersebut berupa "The Power of Kepepet". Ini bukan sekedar bercanda. Kekuatan tersebut datang dengan memanfaatkan fleksibilitas yang dimiliki UKM. Berbeda dengan perusahan besar yang sudah baku baik dari sisi produksi dan sistemnya, UKM memiliki daya fleksibilitas tinggi dalam merubah haluan bisnisnya. Dengan modal itu, para UKM mampu berperilaku cerdas di tengah ketidakpastian ini. Amat terkait dengan Makroprudensial aman terjaga, cerdas berperilaku dan stabilitas sistem keuangan.
Mari kita lihat kecerdasan para pelaku UKM berikut ini. Sebut Martini, perempuan hebat peraih Juara 3 UMKM Award 2019 bidang Craft,  yang diadakan Dinas KUKM Kota Bandung. Selama ini Martini membuat dan menjual sendiri dompet dan  tas-tas cantik dari perca.
Ia juga menerima pesanan untuk suvenir pernikahan, pun dari perca. Ramadhan tahun lalu, ia bahkan kewalahan memenuhi permintaan tas untuk mukena, dipakai kaum perempuan ke masjid untuk tarawih dan sholat Ied. Kini, siapa pula yang memerlukannya ? Semua terfokus pada kesehatan dan bahan pangan.
Bukan semata predikat juara, Martini bermental juara pula. Dengan cepat dia melihat kebutuhan masyarakat terhadap masker. Kain stock yang semula peruntukan tas dan dompet, dia gunting menjadi bahan untuk masker. "Saya buat masker dengan lapisan double. Jadi tengahnya bisa disisipkan tissue.
Jahitanpun tetap rapi tidak asal-asalan," ujarnya tentang kelebihan masker buatannya. Lewat keunggulan tersebut, maskernya laris manis, dan menjadi penopang ekonominya saat ini.
Selain Martini, tiba tiba bermunculan juga konveksi-konveksi atau rumah jahit kecil yang semula memproduksi baju, berganti haluan memproduksi masker. Masker memang tiba tiba menjadi primadona dan diburu.
Selain sepatu boot dia  memproduksi juga sepatu- sepatu kasual keren lainnya. Ia memasarkan sepatu- sepatu rancangannya melalui pameran, bazar, dan online. Sejak awal Maret lalu, seperti produk-produk fashion lainnya, sepatu buatannya merunduk lesu. Himbauan "stay at home" tentu saja membuat produk fashion nyaris mati suri.
Sementara ada empat anak yang harus diperjuangkan kehidupannya oleh perempuan single ini. Penggemar mobil besar jenis landrover ini segera banting stir, mencari peluang bisnis lainnya. Sepatu-sepatunya dia simpan dulu baik-baik, untuk kelak menjadi bisnis utamanya lagi.