Mohon tunggu...
Uci Anwar
Uci Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Karena Hidup Harus Bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Dresscode, Si Pisau Bermata Dua

9 Februari 2020   19:24 Diperbarui: 10 Februari 2020   09:58 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang teman yang lama menghilang dari pergaulan, tiba-tiba bertemu  dalam kesempatan berdua-duaan. Ia  mengungkapkan salah satu alasannya menghilang dari teman-teman sekolah masa lalunya.

"Setiap pergi dan ada kegiatan harus pakai dresscode. Kaos alumni, atau baju senada warnanya. Bisa ganti-ganti tiap ada kegiatan, repot saya," bisik Nia, sebut saja begitu namanya.

"Repot" dalam tanda petik ini bukan sekedar repot mencari warna atau model baju untuk dresscode (Dc). Kalau belanja, banyak perempuan suka. Impuls-impuls kebahagiaan mampu muncul saat berbelanja keperluaan pribadi. 

Repot yang dimaksud  terkait masalah dana buat dresscode. "Banyak teman sudah beres anak-anaknya. Mereka punya dana buat beli kaos seragam, atau baju baru sesuai warna atau tema dresscode. Lah anak saya tiga-tiganya masih butuh biaya kuliah dan sekolah. Uang segitu lumayan buat bantu bantu biaya anak-anak." Katanya.

Diakuinya, memang tidak ada "sanksi" nyata jika dia ikut bergabung tanpa menggunakan dc. Namun ia merasakan "sanksi" berupa tatapan mata aneh, atau sekedar pertanyaan "Lho kok nggak pake warna oranye sih ?". Yang lebih nyata, jika ada foto ramai-ramai, tiba tiba dia merasa terasing, karena berbeda sendiri, atau bahkan tidak diajak berfoto.

Ia tidak menghilang tanpa jejak. Dia masih bisa ditemui di grup majelis taklim alumni. Di sini, dia merasa aman. Tak ada ketentuan menggunakan dresscode jika ada pengajian.

Kalaupun ada, paling warna putih, gamis yang rata-rata dimiliki semua anggota majelis taklim. Kalaupun dia  tidak menggunakan dresscode, tak ada "sanksi" atau teguran teman-temannya.

Tidak semua pengajian bersikap luwes.  Seorang ibu, beberapa waktu lalu,  tampak sedang duduk menunggu teman-temannya di kursi sebuah trotoar kota Bandung. Nani, sebut begitu namanya, lupa menggunakan gamis atau kerudung berwarna hijau, dresscode yang ditentukan dalam setiap pengajian di masjid tujuannya.

"Kalau nggak pakai hijau, duduknya nggak boleh di depan.  Bolehnya di belakang atau agak diluar masjid," katanya. Artinya dia akan terpisah dari teman-temannya.

Ditambah rasa malu dengan pandangan banyak orang, dia memilih tidak ikut pengajian tersebut, dan menunggu teman-temannya bubaran di pinggir jalan tersebut.

Bisa dibilang, dresscode layaknya sebuah pisau bermata dua. Satu sisi berguna, sisi lain bisa melukai. Pada kegiatan-kegiatan tertentu, Dc justru dibutuhkan. Sebut saja pada acara pesta atau event keramaian lainnya. Panitia bisa dikenali dari dc yang dipakainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun