Mohon tunggu...
Ubaydil Haq
Ubaydil Haq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (20107030039)

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga (20107030039)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masih Percayakah Covid-19 Setelah Satu Tahun?

2 Maret 2021   16:49 Diperbarui: 2 Maret 2021   17:11 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bisa dikatakan dari tahun 2020 sampai awal 2021 ini penuh dengan musibah, ketakutan, dan huru-hara. Tak lain dikarenakan munculnya virus corona ini atau disebut Covid-19. Dari rentetan panjang adanya wabah ini menimbulkan berbagai macam argumentasi, pemikiran, dan tentunya teori konspirasi. Sebelum membahas tema yang sesuai dengan judul diatas. Alangkah baiknya kita menelisik dari awal munculnya virus ini.

Untuk pertama kalinya China mengumumkan kasus pasien corona pada tanggal 31 Desember 2019. Bukan tak lain mengapa virus ini dinamakan Covid-19. Mengenai nama sendiri. Banyak orang yang tidak tau bahwa Covid-19 dan Virus Corona itu berbeda. Jadi, Virus Corona adalah nama sebuah virus yang menyebabkan sebuah penyakit. Sementara Covid-19 sendiri adalah nama resmi penyakit yang diakibatkan oleh virus corona tersebut yang kemudian diumumkan oleh WHO (Mahanani, 2020).

Setelah itu berbagai peristiwa secara runtut berdatangan. Dulunya seperti tidak mungkin virus ini mewabah ke Indonesia. Bahkan saat itu bapak Menkes pernah berkata "Kami berutang pada Tuhan. Ini karena doa kami. Kami tidak mengharapkan hal-hal seperti itu sampai ke Indonesia," ungkap Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto (Mukaromah, 2020).

Namun faktanya beberapa minggu setelah itu terbukti dua orang Warga Negara Indonesia teridentifikasi virus corona yang membuat Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama corona di Indonesia. "Ternyata orang yang telah terkena Virus Corona ini berhubungan dengan dua orang, seorang ibu yang umurnya 64 tahun, dan putrinya 31 tahun," tutur Jokowi. (Indonesia, 2020).

Bulan Maret 2020 beberapa sekolah akhirnya diliburkan dan kegiatan belajar mengajar dilakukan secara online atau daring. Begitu juga dengan para buruh dan pekerja-pekerja kantoran. Mereka bekerja dari rumah atau biasa dikenal dengan WFH (Work From Home). Dan yang lebih parahnya pekerja-pekerja kecil atau karyawan perusahaan menengah kebawah banyak yang terkena PHK. Itu dilakukan untuk meminimalisir persebaran virus tersebut. Maka disebutlah hal itu dengan sebutan "Lockdown".

Pada saat itu masyarakat dituntut untuk di rumah saja dan terdapat pembatasan keluar rumah. Tempat layanan umum tutup dan lalu lintas sepi kendaraan. Masyarakat mulai dari pelajar sampai pekerja vakum kegiatan dilua rumah.

Sampai tepat satu tahun terhitung jumlah pasien pengidap corona di Indonesia mencapai 1,34 juta kasus. Dari rangkaian panjang peristiwa ini menimbulkan berbagai macam teori. Yang tak lain adalah konspirasi. Beberapa pihak mengatakan bahwa peristiwa wabah corona ini merupakan settingan yang telah dirancang oleh elit global guna kepentingan golongan tersebut. Hal ini sudah sering mereka lakukan yang tak lain adalah guna menyempurnakan misinya untuk mengurangi populasi dunia. Mereka elit global adalah pejabat petinggi-petinggi dunia yang menganut sekte seperti Illuminati. Bila dilihat ke belakang, pandemi atau wabah penyakit yang melanda seluruh dunia sudah pernah terjadi pada Perang Dunia I pada 1918. Virus flu diyakini sebagai produk senjata biologis yang "dilepaskan", nyaris belum ada obatnya. Korban kematian akibat flu pada 1918 berjumlah 50 juta orang di seluruh dunia.(Wibisono, 2020).

Beberapa waktu lalu artis sekaligus personil band Superman Is Dead (SID) Jerinx menganggap virus tersebut hanya rekayasa kaum elite global, salah satu elite global yang sering disebutkannya adalah pemilik Microsoft Bill Gates.(Mantrasukabumi, 2020). Jerinx mempercayai bahwa covid ini adalah rekayasa semata oleh sebuah golongan. Terlebih setelah ditemukannya beberapa kasus di RS yang meng-covid kan pasien-pasien yang ternyata tidak terjangkit covid sama sekali. Beberapa media seperti akun Instagram @teluuur seringkali memposting berita-berita tentang perekayasaan daa rumah sakit tentang pasien corona. Beberapa orang berspekulasi bahwa jikalau pasien yang dinyatakan covid akan tidak dikenai biaya pengobatan dan bahkan beberapa mengatakan mendapatkan bantuan, namun dengan syarat pasien harus dinyatakan corona.

Dilansir dari Kabarjombang.com seseorang bernama Listy Nur Khafifah. Di hadapan para wakil rakyat dan sejumlah pejabat yang hadir, dia membeber perihal kematian ibunya, SZ (52) pada akhir Juni lalu. Saat itu, ibunya meninggal dunia dengan diagnosis sakit jantung dan diabetes oleh pihak rumah sakit. SZ baru satu hari dirawat, kemudian meninggal dunia. Saat itulah, beberapa saat kemudian, Listy mengaku didatangi oknum aparat desa yang kemudian meminta agar ibunya, SZ dimasukkan dalam kategori pasien Covid-19. Listy juga mengatakan sempat diiming-imingi akan mendapat sejumlah bantuan (uang) jika keluarganya mau mengakui kematian ibunya sebagai pasien covid-19. Hanya saja saat itu, Listy menolak mentah-mentah dan ibundanya dikebumikan di pemakaman umum setempat secara wajar (Lestari, 2020).

Dari beberapa hal diatas memanglah wajar pada saat situasi genting seperti ini orang akan cepat meluapkan rasa dan aspirasinya. Jauh dari kata benar atau tidaknya spekulasi-spekulasi tadi, yang terpenting adalah bagaimana cara kita menyikapinya. Kita dibebaskan untuk mempercayai sesuatu atau menolak sesuatu. Namun sangatlah sensitif untuk menentukan sikap yang ke-faktaannya belum terkupas tuntas. Adanya wabah ini tak lain adalah untuk kita sebagai umat manusia belajar bersyukur dan rendah hati bahwasanya kita benar-benar makhluk yang lemah. Ditambah lagi isu-isu miring tetang vaksin, membuat sebagian masyarakat tergiring opini dan perlu adanya pilah-pilah berita mengenai keraguan vaksin.

Yang kita lakukan adalah bukan terus menerus mempersalahkan apakah benar itu covid-19? Apakah nyata virus tersebut?. Bukan hal itu. Kita hidup beragama dan bernegara. Kita punya orang-orang yang harus kita patuhi. Karena pada dasarnya manusia membutuhkan petunjuk. Alangkah baiknya kita bersikap Menengah atau wasathiyyah. Kita boleh percaya bahwa corona manipulasi semata, karena itu hak kita untuk percaya. Namun kita juga harus tetap mematuhi protokol-protokol yang telah diterapkan pemerintah, karena itu adalah hasil musyawaroh bersama yang sudah mendapatkan amanah rakyat. Kita mematuhi semata-mata sebagai warga negara yang baik dan patuh. Jadi tetap stay safe and stay healthy dengan mematuhi protokol ya!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun