Mohon tunggu...
Tengku Zulkarnaen
Tengku Zulkarnaen Mohon Tunggu... -

Menulis bukan untuk mencari sensasi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untukmu Pahlawanku

10 November 2013   11:48 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:21 127
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1384058732800595332

[caption id="attachment_277155" align="aligncenter" width="499" caption="Ilustrasi: http://rikasrijuwita.blogspot.com"][/caption]

Hari ini, tanggal 10 November 2013, kita, seluruh bangsa Indonesia, tidak terkecuali blogger Indonesia, akan mem-peringati Hari Pahlawan yang tiap tahun di-peringati. Ini adalah hari dimana kita semua berusaha meng-ingat kembali, mungkin bahkan ada yang menelusuri kisah-kisah heroik para Pahlawan kita yang begitu gigih meng-adu nyawa, dulu di zaman perang dan bahkan mungkin akan ada yang meng-kritisi ke-beradaan Pahlawan di mata bangsa saat ini, hanya untuk satu kata: Kemerdekaan.

Tapi tidak, aku tidak akan mengingat kembali, buat apa aku mengingat-nya, meskipun aku juga adalah pejuang terakhir, toh apa yang mereka perjuangkan dulu juga sekarang sedang sakit. Sedang-kan negara-ku sendiri tidak perduli dengan para Pahlawan itu, para pejuang itu, bahkan mantan pejuang itu tidak di-acuh-kan sama sekali sama bangsa-ku yang kata-nya besar, yang pemimpin-pemimpin-nya berteriak berkata: “BANGSA YANG BESAR ADALAH BANGSA YANG MENGHARGAI PAHLAWAN-NYA“. Meskipun itu hanya teriakan semu.

Tapi bukan, bukan karena aku tidak meng-hargai mereka, para Pahlawan-ku. Aku sangat men-cintai mereka lebih dari aku men-cintai bangsa-ku sendiri, bangsa-ku ada karena mereka, bukan karena kamu. Aku hanya sedih, aku tidak bisa ber-buat apa-pun untuk mereka, sekedar menyenang-kan hati mereka, sekedar meng-hibur mereka, atau bahkan sekedar untuk mengenang mereka. Aku malah sibuk dengan urusan-ku sendiri, bangsa-ku juga sibuk dengan urusan-nya sendiri, me-nafi-kan ke-beradaan Pahlawan-ku, bahkan untuk mengunjungi pusara Pahlawan-ku pun, aku dan bangsa-ku sering sengajamelupakan-nya.

Untuk saat ini, aku me-rindu-kan mereka, aku di-cemeti oleh peringatan Hari Pahlawan ini, yang di tahun 45 dulu, telah mengorban-kan begitu banyak nyawa, mereka para pejuang, bahkan kakek dan nenek kita. Jadi, sekarang, Aku hanya ingin ber-dialog dengan mereka, meskipun aku sadar mereka mungkin tidak mau ber-dialog dengan aku, jadi yah lebih baik aku ber-monolog, untuk setidaknya, men-dongeng-kan sesuatu ke mereka, sekedar men-ceritakan kepada mereka, apa yang aku rasa-kan dan apa yang aku lihat, juga apa yang aku ingin kan:

Kau tahu…

Geliatmu waktu itu, Ketika aku belum lahir Bahkan Bangsaku pun belum lahir Nafasmu beraroma darah Darah mereka yang mengkangkangkan kakinya di bumi pertiwi Keringatmu tercium seperti bau melati Wangi menyayat setiap irisan kebebasan yang kami raungkan

Aku tahu…

Geliatmu saat ini, Ketika aku sudah lahir Bahkan Bangsaku pun sudah hampir mati Nafasmu beraroma darah Darah mu sendiri, mengalir dari tikaman bangsaku Keringatmu tercium seperti bau kamboja Wangi meninggalkan bumi, Sendiri

Kau Tahu…

Kau dulu kubutuhkan Sekarang kau kubuang Kau dulu kuagungkan Sekarang kau kunistakan Kau dulu kukejar Sekarang kau kutinggalkan

Aku Tahu…

Tulang mu yang dulu kupakai membelaku Sekarang berserak rapuh Tangan mu yang dulu kupakai memberiku nasi Sekarang mengulurkan tangan meminta tuk kuberi makan

Ber-doalah untuk aku Pahlawan-ku, aku ingin berjuang seperti dulu kau berjuang, aku ingin mengingatkan bangsaku juga untuk berjuang seperti dulu kau berjuang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun