Mohon tunggu...
Hanantyo Wahyu Saputro
Hanantyo Wahyu Saputro Mohon Tunggu... Guru - Rakyat Biasa

Guru di SMK Bina Taruna Masaran Sragen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

22 Tahun Reformasi, Sudah Ada Perubahan Apa?

23 Mei 2020   00:53 Diperbarui: 23 Mei 2020   00:49 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Era reformasi di Indonesia dimulai sejak tergulingnya Pemerintahan Ode Baru yang ditandai dengan mundurnya Presiden Republik Indonesia saat itu, yaitu HM. Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 pada pukul 09.00 WIB, dan kemudian menunjuk Wakil Presiden BJ Habibie sebagai penggantinya. Sejak saya lahir hingga saya duduk di bangku SLTP (Sekarang SMP), saya hanya mengenal satu nama Presiden, dan 2 Partai, dan 1 Golongan peserta Pemilu. Tidak terasa sudah 22 tahun sejak era reformasi, dan perubahan apa yang sudah dialami oleh Republik Indonesia selama kurun waktu tersebut? Setidaknya ada perubahan dalam hal penegakan hukun, Hak Asasi Manusia (HAM), dan juga demokrasi yag dijalankan, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan Umum (Pemilu) Tidak Lagi Hanya berisi PPP, Golkar, dan PDI, dan Pemilihan Presiden Secara Langsung

Pada Pemilu pertama di era reformasi, yaitu pada Pemilu 1999, tepatnya pada tanggal 07 Juni 1999, Pemilu diikuti oleh 48 partai, dan memilih 462 kursi Anggota DPR RI. Pemilu ini dimenangkan oleh PDI Perjuangan yang meraup 33,74% suara, mengalahkan Golkar yang berubah menjadi Partai Golkar di peringkat kedua dengan 22,44% suara, namun untuk pemilihan Presiden dimenangkan oleh Abdurahman Wahid atau sering disebut Gus Dur melalui pemilihan semi langsung yang dilakukan oleh anggota DPR RI, dengan mengalahkan Megawati Soekarnoputri.

Untuk kemudian pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR RI, DPRD I , dan DPRD II, juga sudah dilakukan pemilihan presiden secara langsung, atau dengan kata lain pertama kali dilaksanakan pemilihan presiden langsung oleh rakyat, dengan penghitungan berdasarkan Popular Vote. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - M Jusuf Kalla memenangkan kontestasi lewat pertarungan 2 putaran, mengalahkan pasangan Megawati - Hasyim Muzadi di putaran kedua. Pemilu 2004 diikuti oleh 24 Partai Politik, dan dimenangkan oleh Partai Golkar dengan perolehan 21,58 %, mengalahkan PDI Perjuangan di peringkat kedua dengan perolehan suara sebanyak 18,53%, dan Partai Kebangkitan Bangsa di peringkat ketiga dengan perolehan suara 10,57%.

Pada Pemilu 2009, ada perubahan, yaitu untuk Propinsi Aceh ada tambahan 6 Partai Politik, dan ditambah 38 partai lain sehingga total ada 44 partai politik. Pemilu Partai Politik dimenangkan oleh Partai Demokrat besutan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan 20,58% suara, diikuti oleh Partai Golkar dengan perolehan 14,45% suara, dan di peringkat ketiga ada PDI Perjuangan dengan perolehan suara 14,03%. Presiden Petahana Susilo Bambang Yudhoyono kembali terpilih menjadi Presiden Republik Indonesia setelah bersama pasangannya mantan Gubernur Bank Indonesia, Boediono dengan perolehan suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati - Prabowo (26,79%), dan M Jusuf Kalla - Wiranto (12,41%). Lalu berturut-turut Pemilu 2014 dikuti 15 partai, termasuk 3 partai di Aceh, dan pada 2019 ada 20 partai termasuk 4 partai di Aceh, dan berturut-turut selalu dimenangkan oleh PDI Perjuangan, disusul Partai Golkar di peringkat kedua, dan Partai Gerindra di peringkat ketiga, dan juga selalu memenangkan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia dengan pasangan yang berbeda, yaitu M Jusuf Kalla pada Pemilu 2014, dan Ma'ruf Amin pada 2019.

2. Berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Berdasar kepada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , maka pada 2002 dibentuk KPK, dengan salah satu tujuannya adalah untuk memberantas korupsi di Indonesia. Memecahkan banyak kasus besar, diantaranya adalah Syamsul Nursalim dengan skandal penyuapan BLBI, dan ikut menyeret pegusaha Artalyta Suryani dan Jaksa Urip Tri Gunawan. Sempat mengalami rintangan ketika saat itu pimpinannya, yaitu Antasari Azhar (2007-2009) terlibat kasus pembunuhan terhadap Direktur PT. Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen pada tahun 2009. Sekarang KPK dipimpin oleh seorang Komisaris Jenderal Polisi Firli Bahuri untuk periode 2019-2023. Saat ini KPK memiliki banyak pekerjaan rumah, diantaranya adalah kasus fenomenal penyuapan terhadap Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, yang dilakukan oleh Harun Masiku, yang sampai saat ini masih buron. Semoga KPK pimpinan Jenderal Firli Bahuri yang notabene sangat berpengalaman ketika bertugas di satuan Reserse Polri dapat bekerja secara optimal memecahkan kasus korupsi di Indonesia.

3. Berdirinya Mahkamah Konstitusi

Untuk menguji undang-undang, sengketa kewenangan lembaga negara, pembubaran partai politik dan perselisihan hasil pemilu, maka berdasarkan perubahan ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pada tahun 2003 berdirilah Mahkamah Konstitusi. Ada beberapa kasus selisih penghitungan suara yang harus diulang berdasarkan keputusan MK, diantaranya adalah Pilkada Sampang pada tahun 2018 lalu.

4. Berdirinya Komisi Yudisial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004, Republik Indonesia membutukan lembaga yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, sehingga pada tahun 2004 didirikanlah Komisi Yudisial. Selain itu, dasar didirikannya Komisi Yudisial adalah karena selama tiga puluh dua tahun masa Orde Baru, pembangunan hukum yang menyangkut peraturan perundang-undangan organik tentang pembatasan kekuasaan Presiden belum memadai. Berdasar Pasal 13 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, maka Komisi Yudisial mempunyai beberapa wewenang, yang diantaranya adalah Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun