Mohon tunggu...
Hanantyo Wahyu Saputro
Hanantyo Wahyu Saputro Mohon Tunggu... Guru - Rakyat Biasa

Guru di SMK Bina Taruna Masaran Sragen

Selanjutnya

Tutup

Money

Berperilaku Cerdas di Tengah Ketidakpastian

12 Mei 2020   09:58 Diperbarui: 12 Mei 2020   10:00 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wabah Virus Corona (Covid-19) sejak akhir tahun 2019 sudah mulai muncul, dan disinyalir bermula dari sebuah pasar di Wuhan, Propinsi Hubei, Republik Rakyat Tiongkok, dan dalam tempo kurang dari 3 bulan sejak kemunculannya sudah mulai menjalar ke negara-negara lain, dan hingga pada Bulan Mei 2020 telah menjangkiti hampir seluruh negara di dunia, bahkan pada 10 Mei 2020 tercatat sudah lebih dari 4 juta kasus positif Covid-19, tepatnya 4.038.747 kasus positif,  dengan 279.468 korban meninggal dunia, dan 1.380.376 pasien yang sembuh. Kasus pertama positif Covid-19 satu persatu mulai dilansir oleh hampir seluruh negara di dunia, bahkan negara adidaya Amerika Serikat  juga "rontok" dan menjadi negara dengan kasus meninggal dunia dan positif Covid-19 terbesar di dunia, melewati Spanyol, Italia, Jerman, Rusia, dan Tiongkok, dan bahkan sejak akhir bulan April 2020  jumlah kasus Covid-19 di Rusia  sudah mulai melampaui Tiongkok.  Benua Afrika, benua yang sudah "dipusingkan" oleh Sindrom Ebola juga harus menerima kenyataan pahit dengan ikut terimbas penyebaran COVID-19. Kemudian ada Iran, Negara yang dipimpin oleh Ayatollah Khamenei ini menjadi negara yang terserang Covid-19 paling parah di kawasan Timur Tengah, dengan korban meninggal mencapai 6.589 jiwa pada awal bulan Mei 2020.

Indonesia mengumumkan kasus pertama positif Covid-19 pada tanggal 02 Maret 2020, dan kemudian mulai dilakukan tindakan-tindakan preventif untuk memutus penyebaran Covid-19.  Dan seiring berjalannya waktu, pandemi Covid-19 di Indonesia pada bulan Mei pun belum juga mereda,  dan permasalahnpun mulai muncul di masyarakat. Covid-19 menyebabkan permasalahan yang kompleks, mulai dari kesehatan baik fisik maupun mental, pendidikan, dan terutama adalah permasalahan ekonomi. Panic Selling dan Panic Redeeming menjadi hal yang prevalen pada saat pandemi Covid-19. Bukan hanya Indonesia, negara-negara di seluruh dunia tidak dapat menghindari kepanikan yang terjadi, terutama ketika di negara tersebut sudah mulai ada kasus positif Covid-19, dan akan semakin meningkat lagi ketika sudah diterapkan  Lockdown, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok, Italia, Republik Irlandia, dan beberapa negara lainnya, bahkan negara di Amerika Utara, El Savador juga menerapkan Lockdown, meskipun langkah btersebut dalam menyebabkan kontraksi ekonomi. Tiongkok sebagai ekonomi terbesar kedua di dunia saat ini bahkan pada 17 April 2020 mengalami kontraksi ekonomi sebesar 6,8%, terendah sejak tahun 1992. 

Bagi Indonesia, dampak dari Covid-19 bisa dikatakan sebagai rintangan besar, diantaranya program Indonesia dalam mencapai 17 poin Sustainable Development Goals (SDGs) yang diharapkan akan tercapai maksimal pada tahun 2030 akan semakin menjadi sulit. Pada tahun 2019 Indonesia memiliki tingkat Pendapatan Domestik Bruto Indonesia mencapai Rp. 59,1 Juta, atau tumbuh 5,02%, dan nampaknya hampir mustahil tahun 2020 ini Indonesia akan mengalami pertumbuhan lebih besar dari 5,02%.

Untuk mengatasi permasalahan ekonomi pada saat pandemi Covid-19 seperti ini perlu dilakukan langkah makroprudensial, dengan tujuan untuk meningkatkan ketahanan sistem keuangan, dan mitigasi resiko sistemik yang timbul. Indonesia sendiri juga sudah mengambil langkah-langkah makroprudensial untuk menjaga kestabilan ekonomi, diantaranya adalah sebagai berikut:

Langkah Makroprudensial Presiden

Presiden Joko Widodo, atau sering disebut Jokowi dalam langkah makroprudensialnya mengeluarkan 9 kebijakan ekonomi pada 24 Maret 2020, yang diantaranya adalah:

  1. Memerintahkan seluruh Menteri, dan Kepala Daerah untuk melakukan efisiensi APBN dan APBD, termasuk dengan memangkas anggaran untuk perjalanan dinas, pertemuan, dan juga belanja yang kurang perlu.
  2. Meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melakukan alokasi  ulang anggaran penanggulangan Covid-19 baik dari segi kesehatan dan ekonomi, sesuai dengan Inpres Nomor 04 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi, serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-2019.
  3. Meminta Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin ketersediaan bahan pokok dan diikuti dengan terjaganya daya beli masyarakat, terutama masyarakat lapisan bawah, terutama para buruh, pekerja harian, nelayan, dan pelaku usaha kecil dan mikro.
  4. Meminta Program Padat Karya Tunai dilipatgandakan, meskipun tetap sesuai protokol pencegahan COVID-19, diantaranya dengan tetap menerapkan Physical Distancing.
  5. Memberikan tambahan sebesar Rp. 50.000,- pada pemegang Kartu Sembako Murah, sehingga naik menjadi Rp. 200.000,- setelah sebelumnya hanya Rp. 150.000,- selama 6 bulan. Anggaran Pemerintah untuk alokasi tambahan kartu sembako ini adalah Rp 4,56 Triliun.
  6. Mempercepat implementasi Kartu Pra-kerja untuk mengatasi pegawai yang terkena PHK, pekerja yang kehilangan penghasilan, pelaku usaha mikro yang kehilangan pasar dan omzetnya. Penerima Kartu Pra-kerja akan menerima Rp. 1 Juta per bulan selama 3-4 bulan.
  7. Membayarkan PPh Pasal 21 untuk sektor pertanian, perkebunan, perburuan, kehutanan, peternakan, dan industri pengolahan. Dengan besarnya yang ditanggung oleh Pemerintah adalah lebih besar dari Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dan tidak lebih dari Rp 5.000.000,- per bulan. Alokasi untuk anggaran ini adalah Rp. 8,6 Triliun.
  8. Memerintahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan relaksasi kredit di bawah Rp. 10 Miliar untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Relaksasi diberikan dalam bentuk penurunan bunga dan penundaan angsuran sampai dengan 1 tahun, baik untuk sektor perbankan dan lembaga keuangan non-bank.
  9. Masyarakat berpenghasilan rendah yang melakukan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) bersubsidi diberikan stimulus. Pemerintah memberikan subsidi bunga hingga masa angsuran 10 tahun, dan jika bunga di atas 5%, selisih bunga dibayar dibayar Pemerintah. Ditambah lagi dengan subsidi uang muka kredit rumah bersubsidi, dengan alokasi anggaran mencapai Rp. 1,5 Triliun.

Alokasi BST
Alokasi BST

Lalu masih ada lagi kebijakan ekonomi yang yang diberikan oleh Pemerintah, yaitu Bantuan Sosial Tunai (BST) bagi masyarakat yang terdampak Covid-19, dengan besaran Rp.600.000,- per bulan dan diberikan selama 3 bulan, yang diberikan oleh Pemerintah melalui Kementerian Sosial, PT. Pos Indonesia, dan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Tahap pertama BST kemungkinan besar cair pada bulan Mei 2020.

Langkah Makroprudensial Bank Indonesia

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo pada 14 April 2020, mengatakan bahwa untuk menjaga stabilitas eksternal di tengah ketidakpastian sistem keuangan global akibat pandemi Covid-19, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan, yang diantaranya adalah:

  1. Untuk Stabilisasi dan penguatan nilai tukar Rupiah, Bank Indonesia meningkatkan intensitas kebijakan triple intervention melalui Spot, Domestic No-deliverable Forward, maupun SBN (Surat Berharga Negara) dari pasar sekunder.
  2. Bank Indonesia akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui Quantitative Easing, diantaranya:
  • Ekspansi moneter melaui penyediaan term-repo , kepada bank dan koperasi dengan transaksi underlying SUN (Surat Utang Negara)/SBSN (Surat Berharga Syariah Negara) dengan tenor sampai 1 tahun.
  • Menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM)  Rupiah masing-masing sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps untuk Bank Umum Syariah/ Unit Usaha Syariah, mulai 01 Mei 2020.
  • Tidak memberlakukan kewajiban tambahan giro untuk pemenuhan Rasio Intermediasi Makroprudensial terhadap Bank Umum Konvensional dan Bank Umum Syariah/ Unit Usaha Syariah untuk periode 1 tahun, mulai 01 Mei 2020.

        3. Bank Indonesia menaikkan Rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 200 bps untuk Bank Umum Konvensional dan 50 bps                    untuk Bank Umum Syariah/ Unit Usaha Syariah, mulai berlaku sejak 01 Mei 2020 untuk memperkuat manajemen likuiditas perbankan                                   sehubungan dengan penurunan  GWM Rupiah. Kenaikan PLM wajib dipenuhi melalui pembelian SUN/SBSN yang akan diterbitkan oleh                                  Pemerintah di pasar perdana.

        4. Memperluas penggunaan transaksi pembayaran non-tunai dalam memitigasi dampak Covid-19, dengan meningkatkan berbagai instrumen                     kebijakan sistem pembayaran, diantaranya:

  • Mendukung Program Pemerintah dalam percepatan distribusi program bantuan sosial secara  non-tunai bersama dengan Penyelenggara Sistem Pembayaran (PJSP) melalui akselerasi elektronifikasi penyaluran program-program sosial Pemerintah seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Kartu Pra-kerja, dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
  • Meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat bersama PJSP supaya lebih sering melakukan pembayaran non-tunai baik melalui Digital Banking, E-Money, dan perluasan akseptasi QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard).
  • Melonggarkan kebijakan kartu kredit dengan menurunkan maksimum suku bunga, nilai pembayaran minimum, dan besaran denda keterlambatan pembayaran serta mendukung kebijakan penerbit kartu kredit untuk memperpanjang term pembayaran bagi nasabah.


Langkah yang Sebaiknya Dilakukan di Tengah Pandemi Covid-19

Pemerintah dan Bank Indonesia telah mengambil langkah makroprudensial dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi di Indonesia, sebagai warga negara yang baik, sebaiknya kita melakukan beberapa langkah agar dapat bertahan di tengah pandemi COVID-19, diantaranya dengan:

  1. Cerdas Berperilaku. Diantaranya dengan tidak mudah "termakan" oleh hoaks. Saat ini banyak hoaks yang menyebar, diantaranya alkohol dapat mencegah penularan Covid-19, padahal jelas saat ini kita harus menjaga kesehatan, bukan malah mengkonsumsi alkohol. Kita harus melakukan pembelian yang efektif dan efisien, agar keuangan tetap terus berjalan, intinya jangan boros. Cerdas berperilaku termasuk dengan tidak ikut melakukan panic buying dan panic redeeming, karena akan semakin memperburuk keadaan, karena orang lain yang juga membutuhkan produk-produk tersebut. 
  2. Ikut Menjaga Makroprudensial Aman Terjaga. Dengan mentaati peraturan pemerintah dan memanfaatkan fasilitas dan kebijakan yang diberikan Pemerintah kita sudah ikut menjaga makroprudensial aman terjaga. Lakukan yang semestinya, termasuk melakukan Physical Distancing, sebab apabila dilanggar, dan di kemudian hari terjadi penularan, maka akan merugikan bukan hanya sendiri, tetapi juga orang lain, dan hal tersebut akan mempengaruhi roda perekonomian.
  3. Ikut Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan. Melakukan pembayaran non-tunai juga merupakan salah satu cara bagi masyarakat untuk ikut menjaga stabilitas sistem keuangan, karena di tengah pandemi Covid-19 sering meninggalkan tempat tinggal akan meningkatkan resiko penularan virus. Dengan melakukan pembayaran non tunai akan tetap menjaga perputaran ekonomi, apalagi Bank Indonesia sudah memperluas pelayanan untuk pembayaran non-tunai, diantaranya percepatan distribusi program Pemerintah dan percepatan akseptasi QRIS.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun