Mohon tunggu...
Setiadi Ranutinoyo
Setiadi Ranutinoyo Mohon Tunggu... -

Ikut membangun perpustakaan IKJ-LPKJ (1975 - 1982); menjadi redaktur majalah pertanian Trubus (1982-1990); sebagai redaktur pelaksana majalah pertanian Tumbuh (1990 - 1994)dan merangkap sebagai redaktur pelaksana Tabloid Warta Usaha Kadin Indonesia (1990 - 1995); ikut membangun Perpustakaan dan Dokumentasi Taman Buah Mekarsari (1995 - 2000); sebagai penulis bebas; menulis buku buku pertanian sejak 1982 - sekarang yang diterbitkan oleh penerbit buku Penebar Swadaya dan Majalah Flona. Selain itu, bersama Tim Agrimina Kultura, menulis buku perikanan yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama

Selanjutnya

Tutup

Money

Si Manis Cabai Paprika: Modalnya Besar Untungnya Besar

7 November 2011   04:14 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:58 11200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Flona tahun lalu dan sebagaian dijadikan salah satu bahasan dalam Buku Bertanam Cabai di Lahan dan Pot yang diterbitkan oleh Penerbit Penebar Swadaya.

Ketika melakukan survei lapang tahun 1996, penulis tidak susah menemukan petani sayur yang menanam paprika barang sepetak dua petak di Cipanas, Jawa Barat. Namun sebaliknya ketika melakukan survey tahun 2009. Lokasi yang dulu kami datangi, tidak lagi menanam paprika. Mereka menanam jenis sayuran yang lain. Malahanada beberapa lokasi yang berubah menjadi lahan pertanaman strawberi. Menurut pemilik kios saprotan (sarana produksi pertanian) di Pasar Cipanas, petani sayur yang menanam paprika hampir bisa dikatakan sudah tidak ada lagi. Namun kalau di lokasi lain ada pengusaha yang menanam paprika yang lumayan besarnya.

Berbeda dengan di Bandung. Sampai pertengahan 2009 petani paprika masih ada walaupun sudah tidak sebanyak dulu. Kalau dulu paprika banyak ditanam di Parompong dan Cisarua (Pasirlangu), kini yang masih kelihatan aktif hanya di Cisarua saja.

Sumber di Hanjuang, Parompong, Bandung, salah seorang perintis pengembangan paprika di daerah itu mengatakan, sejak dua tiga tahunan lalu (kira kira tahun 2006/2007) bisa dikatakan tanaman paprika di Parompong sedang terkena lesu darah. Hal itu karena beberapa sebab. Selain SDMjuga kondisi lingkungan daerahnya kurang mendukung. Sehingga, Parompong yang semula merupakan salah satu sentra produksi paprika di Bandung, kini tinggal menjadi kenangan. “Gangguan hama terutama thrips, luar biasa !,” jelas nara sumber yang membidani kelahiran koperasi petani paprika di situ dan menjadi ketuanya.

KegiatanUsaha Tani Paprika di Lembang (Bandung)

Tahun 2004/2005

·Parompong

·Jumlah petani: 19

·Luas areal: 3,8 ha

·Produksi 190 ton

·Tenaga kerja 45

·Cisarua

·Jumlah petani: 100

·Luas areal: 14 ha

·Produksi 700 ton

·Tenaga kerja 200

(Sumber : ASPERIKA dalam Pola Pembiayaan Usaha Kecil(PPUK) Budidaya Paprika dalam www.bi.go.id.)

1. Data dari Pasirlangu, Cisarua (Bandung Barat)

Sampai 2008, luas areal tanam paprika di Jawa Barat tercatat 26 hektar. Luas tanam ini kira-kira 34,17 % dari luas tanaman paprika di Indonesia (kurang lebihnya 76 ha) dan 50 % produksinya berorientasi ekspor. Daerah yang kini tergolong pesat perkembangannya dalam pembudidayaan paprika adalah Pasirlangu, sebuah desa di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat. Menurut sebuah laporan, luas tanam paprika di Pasirlangu tercatat 18 ha (Pikiran Rakyat, 11 Juli 2008 dalam ppnsi-jabar.blogspot.com).

Ketua Koperasi Petani (Koptan) “Mitra Suka Maju” (MSM)Desa Pasirlangu, yang ditemui pada pertengahan Juni 2009, mengatakan, dari seluruh areal tanam itu, yang 6 hektar bergabung dalam koperasi. Sisanya ada yang bergabung dalam empat kelompok yang ada di situ,dan ada pula yang menjadi petani lepas tanpa begabung baik dalam koperasi maupun kelompok. Sedangkan kapasitas produksi untuk semuanya kurang lebih 5 ton perhari.

Perkembangan Usaha Tani Paprika

Periode 2000 – 2004 dan 2008

·Tahun 2000

·Luas areal tanan 24,3 ha

·Luas panen:24, 3 ha

·Produksi 1.200 ton

·Tahun 2001

·Luas areal tanam 24,3 Ha

·Luas panen: 24,3 ha

·Produksi 1.200 ton

·Tahun 2002

·Luas areal tanan 21 ha

·Luas panen:21 ha

·Produksi 1.050 ton

·Tahun 2003

·Luas areal tanam 20 Ha

·Luas panen: 20 ha

·Produksi 1.200 ton

·Tahun 2004

·Luas areal tanan 17,8 ha

·Luas panen:17,8 ha

·Produksi 890 ton

·Tahun 2008 – tengah tahun 2009*)

·Luas areal tanam 26 Ha

·Luas panen: 18 ha

·Produksi 1.825 ton**)

(Sumber : ASPERIKA dalam Pola Pembiayaan Usaha Kecil(PPUK) Budidaya Paprika dalam www.bi.go.id.; *). Berdasarkan informasi dari Koptan MSM pada pertengahan Juni 2009; **). Berdasarkan angka kapasitas produksi maksimal 5 ton perhari).

2. Yang sudah diekspor

Dari kelompok itu, Koptan MSM dan dua kelompok dari empat kelompok di atas sudah mengekspor paprikanya. Dari produksi yang 5 ton itu yang dua ton diekspor dan yang 3 ton untuk pasar lokal. Kalau ada masalah dengan produksi, lewat dua kelompok dan Koptan, rata-rata ekspor yang bisa dipenuhi 5 – 7 ton perminggu atau maksimalnya 10 ton perminggu.

Menurut berita yang dilansir www.tempointeraktif.com beberapa tahun yang lalu (2003), paprika Indonesia sudah berhasil masuk pasar Taiwan dan Singapura. Sampai pertengahan Agustus 2003 ekspor paprika ke Taiwan mencapai Rp 1,5 miliar dengan volume ekspor sebanyak 155.995 kilogram. Pada tahun yang sama, Taiwan memberlakukan larangan impor paprika dari Indonesia karena paprika Indonesia diduga membawa “lalat buah” yang belum ada di sana dan mengandung residu pestisida yang tidak diperkenankan pada pasar ekspor.

Tahun 2007 ekspor paprika ke Singapura ditolak sampai dua kali karena kandungan residu insektisida (untuk mengendalikan hama thrips) melebihi batas minimum yang ditetapkan importir (Kompas, 11 Juli 2008). Menurut petani paprika, serangan hama itu sangat merugikan petani paprika. Sekarang ini sedang dicoba metode penanggulangan hama menggunakan pemasangan kertas perangkap hama, penyemprotan insektisida kalau diperlukan, dan pelepasan hewan predator.

Meskipun menemui berbagai kendala itu, ternyata tidak menutup paprika asal Indonesia ikut meramaikan pasar internasional karena permintaan paprika semakin tinggi misalnya dari Singapura. Setiap pekan memesan 11 ton, sebagaimana dijelaskan Ketua Koptan MSM, yang bisa dipenuhi 5 – 7 ton dan maksimal 10 ton.Kendalanya antara lain karena keterbatasan produksi.

Ekspor Paprika Indonesia ke Taiwan

·Tahun 2001

·Volume 105.124. kg

·Nilai Rp.0,97. M

·Tahun 2002

·Volume 190.056. kg

·Nilai Rp.1,78. M

·Tahun 2003*)

·Volume 155.995. kg

·Nilai Rp.1,50. M

(* : sampai bulan Agustus; Sumber : www.tempointeraktif.com.dalam Pola Pembiayaan Usaha Kecil(PPUK) Budidaya Paprika, www.bi.go.id.)

3. Pasar lokal

Kendala produksi tidak hanya dirasakan oleh para eksportir. Nara sumber di Parompong yang sudah kita jumpai di atas, yang tetap aktif sebagai pemasok paprika berkomentar, “Permintaan suplaier di Bali masih lumayan tinggi,” katanya. Setiap 4 hari sekali minta satu ton, tapi ia hanya mampu mengirim 300 kg. Kalau permintaan dari Jakarta, satu suplaier bisa 400 kg setiap dua hari sekali. Tetapi hanya permintaan dari Bali saja yang dilayaninya. Sebab, barangnya tidak ada dan yang diandalkannya memang paprika dari Cisarua (Pasirlangu) itu.

Penjelasan nara sumber itu memang benar. Menurut Agrina, 18 Februari 2008 (www.agrina-online.com), paprika banyak dibutuhkan oleh outlet pizza, swalayan, restoran, dan hotel. Di Jabotabek saja, terdapat 56 -60 outlet pizza yang setiap harinya membutuhkan pasokan 20 ton. Belum lagi kebutuhan restoran dan hotel-restoran. Berdasarkan jumlah restoran yang menjadi wajib pajak di Jakarta jumlahnya tidak kurang dari 5.561 unit. Sedangkan hotel-restoran yang menjadi obyek pajak kurang lebihnya 800-an buah (Kompas, 27 Nopember 2008 dalam www.dannydarussalam.com).

4. Kualitas dan harga

Harga paprika yang diterima petani, seperti petani di Pasirlangu (Cisarua) ada dua kategori yaitu kategori harga untuk pasar lokal dan kategori harga untuk pasar ekspor.

Untuk pasar lokal, paprika merah Rp.20.000. perkilogram dan paprika hijau Rp.15.000. perkilogram. Namun harga untuk pasar lokal ini sangat fluktuatif. Bila permintaan menurun atau pemasokan berlebihan, petani yang menjadi anggota koperasi menerima kurang dari Rp.7.000. perkilogram (paprika merah); petani yang bukan anggota koperasi kurang dari Rp.6.000. perkilogram.

Sedangkan kalau untuk pasar ekspor, petani menerima Rp.11.000. perkilogram. Harga ini sudah harga “fix” sesuai kontrak. Jadi petani tidak akan terkena imbas bila terjadi kemerosotan harga.

Kategori harga mana yang dipilih petani ? Sebetulnya kalau soal pilihan, petani pasti lebih memilih harga yang tinggi. Masalahnya ternyata tidak semata-mata karena harga. Jelas nara sumber di Koptan tersebut, yang ditemui pada pertengahan Juni 2009 menambahkan, paprika ekspor harus memenuhi standar kualitas yang sudah ditentukan. Hal ini membuat petani lebih memilih pasar lokal meskipun resikonya bisa menerima harga kurang dari Rp.6.000. perkilogram dan mengalami kerugian bila hasil panenannya di bawah rata-rata.

Standar kualitas paprika untuk ekspor, dalam artian:“berkualitas dalam tampilan”. Maksudnya warnanya menarik, mulus; buahnya memiliki kekerasan yang cukup; sosok buahnya proporsional (perbandingan panjang dan pendek serta besar dan kecil harus seimbang); buahnya seragam; kemudian bobot buah umumnya 150 – 250 gram perbuah.

Mengenai masalah tampilan, nara sumber dari Parompong di atas menambahkan, paprika yang disukai terutama paprika yang merah. Kulitnya mulus, penampilannya menarik. Bobot buah, untuk satu kilogram 5 buah atau 200 gram perbuah. Bila diletakan, paprika bisa dalam posisi duduk. Paprika yang bentuknya lonjong (tidak bisa duduk), masih bisa diterima namun tidak seperti paprika yang bisa duduk itu.

Sedangkan standar kualitas yang lain dalam artian: “berkualitas dalam kandungan”, maksudnya paprika tidak mengandung residu pestisida yang berlebihan (mengandung residu pestisida yang ditolak beredar secara internasional). Dari standar kulitas ini, yang agak berat dipenuhi petani umumnya adalah masalah kandungan residu pestisida dalam buah paprika hasil usaha budidayanya itu. Kenapa paprika asal Indonesia pernah ditolak di pasar ekspor, gara-gara kandungan residu pestisida dalam buah.

5. Nilai transaksi

Kalau ingin berandai-andai, berapa rupiah yang bisa dikantongi seandainya kekurangan pemasokan paprika ke Bali yang besarnya 700 kg ada yang mengisi? Bila menggunakan harga patokan dari Koptan MSM Rp.20.000. perkilogram, maka nilai rupiah yang bisa digarap Rp.14.000.000. per empat hari sekali atau lebih dari Rp.100 juta perbulan. Sementara untuk kebutuhan 60 unit outlet pizza se Jabotabek yang mencapai 20 ton perhari nilainya bisa Rp.400 juta perhari!Nilai ini di luar kebutuhan restoran dan hotel-restoran yang jumlahnya lima ribu lebih !

Sementara nilai untuk pasar ekspor yang rata-rata kekurangannya 5 ton perminggu atau 20 ton perbulan, nilainya tidak sebesar pasar lokal. Meskipun begitu tidak bisa dikatakan kecil. Karena, dengan harga paprika ekspor yang Rp.11.000. perkilogram, maka setiap bulannya ada Rp.220. juta yang bisa diisi untuk menutupi kekurangan di atas.

Harga Paprika Tahun 2000 – 2005

·Paprika hijau

·Tahun 2000 perkg Rp.5.000. – Rp.6.000.

·Tahun 2003 perkg Rp.7.000. – Rp.8.000.

·Tahun 2005 perkg Rp.7.000. – Rp.10.000.

·Paprika merah

·Tahun 2000 perkg Rp.7.000. – Rp.8.000.

·Tahun 2003 perkg Rp.9.000. – Rp.10.000.

·Tahun 2005 perkg Rp.8.000. – Rp.12.000.

·Paprika kuning

·Tahun 2000 perkg Rp.8.000. – Rp.9.000.

·Tahun 2003 perkg Rp.10.000. – Rp.11.000.

·Tahun 2005 perkg Rp.9.000. – Rp.13.000.

(Sumber : ASPERIKA dalam Pola Pembiayaan Usaha Kecil(PPUK) Budidaya Paprika (www.bi.go.id.). Harga pada Pertengahan Juni 2009 (saat kunjungan penyusun) Paprika Merah Rp.20.000. perkg; Paprika Hijau Rp.15.000. perkg. Harga terendah anggota koperasi Rp.6.000. – Rp.7.000. perkg; bukan anggota koperasi di bawah Rp.6.000. perkg.).

6. Biayanya memang tinggi

Kenapa paprika tidak ditanam lagi oleh petani di Cipanas ?Mengutip komentarpemilik kios saprotan di Pasar Induk Sayur Ciherang (Cipanas), selain karena akses pasar, juga karena budidaya paprika tidak bisa dilakukan secara konvensional (harus secara hidroponik) sehingga ongkos produksinya menjadi tinggi. Hal ini memang bisa membuat ciut nyali pembudidaya paprika.

Kenapa harus dengan hidroponik ? Karena pengalaman masa lalu, sekitar awal 1990-an, paprika yang ditanam secara konvensional (ditanam di tanah) gagal total akibat serangan berbagai organisme pengganggu tanaman (OPT) atau hama penyakit, sehingga hasil panenannya hancur.

Pada awalnya masih banyak pembudidaya yang terlibat.Namun begitu menghadapi lonjakan harga pupuk akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (Kompas, 11 Juli 2008) petani banyak yang mundur. Harga pupuk ini, untuk satu set ramuan yang biasanyaRp 200.000. menjadi Rp 400.000.

Dengan kenaikan tersebut, kebutuhan pupuk untuk satu hektar lahan paprika yang biasanya hanya menghabiskan dua set pupuk senilai Rp 400.000. perhari kini melonjak menjadi Rp 800.000 perhari. Akibatnya, biaya produksi menanam paprika naik menjadi Rp 700 juta perhektar (2008). Biaya produksi ini naik lagi pada tahun 2009.

Mengenai biaya itu, Ketua Koptan MSM memberikan gambaran berikut. Untuk membudidayakan 10.000. tanaman paprika dengan menggunakan rumah plastik (greenhouse) seluas 2.500. meter persegi, untuk lima kali produksi atau lima musim tanam (satu musim tanam 7 bulan) atau sekitar 3 tahun, diperlukan total biaya investasi (tetap) Rp.122.175.000.; biaya variable (tidak tetap) atau modal kerja Rp. 154.250.000. Total biaya investasi dan variable Rp.276.425.000. per-2.500. meter persegi.

Jadi, kalau menanam satu hektar, dana yang ditanggung petani paling tidak, untuk biaya investasi Rp.440.600.000. dan biaya variable 589.000.000. Total dana awal yang perlu disediakan kurang lebih Rp.1.029.600.000. (satu miliar dua puluh sembilan juta enam ratus ribu rupiah) !

[caption id="attachment_142107" align="aligncenter" width="300" caption="Jebakan seranggga"][/caption]

7. Perhitungan usaha

Rupanya, biaya tinggi tidak menjadi masalah buat mereka yangmelihat prospek paprika sangat cerah. Peluang pasar baik dalam maupun luar negeri terbuka lebar. Antara pasokan dan permintaan tidak seimbang. Pasokannya lebih kecil dibandingkan permintaannya. Produksi paprika masih terbatas karena tumbuhan ini hanya tumbuh di daerah tertentu saja, antara lain di Brastagi (Sumatera Utara), Lembang dan Cipanas (Jawa Barat), Dieng dan Purwokerto (Jawa Tengah). Masalahnya, apakah prospek itu seimbang dengan keuntungan yang bisa dikantongi petani paprika ?

a. Skala usaha

Berikut Analisa Usaha yang dibuat Koptan MSM untuk budidaya paprika secara hidroponik dalam rumah plastik (greenhouse) ukuran 2.500. meter persegi, jumlah tanaman 10.000. tanaman. Daya tahan rumah plastik untuk 5 periode tanam (satu periode 7 bulan) atau 35 bulan (3 tahun).

*. Investasi untuk 3 tahunRp.122.175.000.

{Pembangunan rumah plastik, penyediaan peralatan produksi (pompa,

instalasi penyiraman, sewa lahan, dll.), dsb.}

*. Biaya variable Rp.154.250.000.

(Benih, nutrisi, media tanam hidroponik/arang sekam, dll.)

*. Total biayaRp.276.425.000.

*. Hasil panen 10.000. tanaman @ 3 kg = 30.000. kg.

*. Biaya penyusutan investasi

untuk satu tahunRp.40.725.000.

*. Harga jual paprika untuk petani anggota koperasi antara Rp.7.000. –

Rp.20.000. perkilogram. Dalam analisa usaha ini koperasi menggunakan

harga Rp.8.000. perkilogram. Harga rata-rata sampai Juni 2009 ialah

Rp.10.000. perkilogram.

Pengeluaran dan Pemasukan

Budidaya Paprika Secara Hidroponik

dalam Rumah Plastik

(2.500. m2)

U r a i a n

Tahun I (Rp.000.)

Tahun II (Rp.000.)

Tahun III (Rp.000.)

C a t a t a n

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun