Mohon tunggu...
tya zahara
tya zahara Mohon Tunggu... -

Making one person smile can change the world – maybe not the whole world, but their world.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Teknologi Sabo yang Tidak Boleh Dilupakan

10 Mei 2014   17:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39 605
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia merupakan negara rawan bencana.

Hal itu karena posisi geografis negeri ini terletak di antara dua benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik. Selain itu, secara geologis Indonesia terletak di antara pertemuan tiga lempeng tektonik dan jalur gunung api lingkar Pasifik dan lintas Asia. Selain itu, banyak dijumpai daerah patahan aktif yang merupakan daerah hancur. Di Indonesia, terdapat 129 gunung api aktif atau 17% dari gunung api aktif di dunia. Dengan demikian, Indonesia dapat dikatakan sebagai kawasan berzona patahan dan bergunung api aktif.

Teknologi sabo, hasil kerjasama pemerintahan Jepang dan Indonesia,  disinyalir efektif dikembangkan di sejumlah gunung berapi di Indonesia. Pekerjaan Sabo tak selalu identik dengan pembangunan melalui rekayasa sipil. Bahkan kegiatan pemberitaan dini terhadap kemungkinan akan adanya bahaya juga merupakan bagian dari pekerjaan Sabo. Demikian pula pekerjaan penghutanan kembali atau penghijauan di daerah hillside Sabo works serta pemasangan gebalan rumput pada tanggul suatu alur sungai juga merupakan bagian dari pekerjaan Sabo. Bagaimanapun juga penerapan teknosabo dengan pendekatan vegetatif merupakan hal yang penting dan tak tergantikannya fungsi vegetatif dalam konteks lingkungan.

Definisi Teknologi Sabo

Pengertian harfiah kata "Sabo" berasal dari bahasa Jepang. Yaitu asal kata "sa" berarti pasir, dan "bo" yang artinya pengendalian. Pengertian secara luas, sabo adalah sistem pengendalian erosi, sedimen, lahar hujan, dan penanggulangan tanah longsor.

Fungsi Sabo antara lain, menangkap aliran debris atau lahar sehingga debit aliran menjadi berkurang. Selain itu, mengarahkan dan memperlambat kecepatan aliran, tempat pengendapan, pengarah aliran untuk mencegah penyebaran, dan membatasi terjadinya aliran debris atau lahar.

Ada berbagai fasilitas bangunan Sabo yang dapat diterapkan untuk pengendalian sedimen. Yaitu, mulai sumber sedimen (hulu), pengaliran (tengah), sampai pengendapan (hilir) yakni Sabo dam, tanggul, kantong pasir, saluran pengatur kanal, tanggul terbuka, dan perlindungan tebing. Sabo bukan hanya digunakan untuk penanggulangan akibat gunung berapi. Namun juga digunakan sebagai bangunan di sekitar sungai dan pantai untuk menahan longsoran.

Contoh Teknologi Sabo, Terowongan di daerah Gunung Galunggung

Teknologi sabo ini diaktualisasikan dengan membangun sabodam di sepanjang sungai di sekitar hulu gunung berapi. Hingga saat ini, pemanfaatannya sudah dilakukan di beberapa gunung berapi seperti Gunung Merapi.

Gunung Galunggung yang terletak di daerah Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten Tasikmalaya, sekitar 106 km dari kota Bandung, ketika meletus tahun 1982, letusannya membawa muntahan lahar panas dan lahar dingin. Akibat dari letusan itu terbentuk kawah di puncak Galunggung yang bergaris tengah sampai 1 km panjangnya.

Sejak tahun 1984 kawah ini terus terisi air, dari hujan yang jatuh di daerah hulu seluas 3,57 km2. Tampungan air di kawah Galunggung kian hari makin tinggi hingga pada tahun 1994 akumulasi air yang tertahan mencapai 10 juta meter3, dan tinggi permukaan air kawah sudah mencapai1.107,60 meter, jika hal ini sampai menembus dinding volcanic muda maka akan menyebabkan air permukaan kawah cepat naik dan dinding kawah akan jebol dan menyebabkan musibah besar.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dasiran, Dip. ATP, IPK PWS Citanduy-Ciwulan, melakukan terobosan dengan membuat terowongan dari tahun 1993-1997 sepanjang 748 m untuk mengurangi volume air kawah sampai pada batas yang dianggap aman yakni 750 ribu m3 yang berfungsi sebagai pengendali. Dengan selesainya pembangunan terowongan tersebut diharapkan kekhawatiran masyarakat akan dapat ditepis. Karena pada dasarnya fungsi dari bangunan ini untuk memberi pengamanan dini terhadap tingkat kecairan magma sehingga penyebaran letusan dapat dipersempit.

Selama ini masyarakat masih banyak yang tidak mengetahui teknik sabo terutama dari sumber daya manusianya, untuk itu diperlukan pelatihan untuk aplikasi teknik sabo,  membekali masyarakat dengan sosialisasi tentang bencana alam dan teknik sabo selain memberikan panduan kepada masyarakat dalam membuat peta rawan banjir, sehingga bangunan sabo ini dapat lebih meningkatkan fungsinya secara maksimal.

Pemerintah Indonesia melalui instansi-instansi yang terkait harus saling bekerja sama sehingga dapat saling membantu untuk menanggulangi bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia. Teknik sabo yang sudah ada sekarang ini belum banyak diketahui oleh masyarakat luas dan kurangnya koordinasi dengan pemerintah setempat.

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan ke depan menuju ke arah yang lebih baik. Tujuan penerapan teknosabo ke depan sekurang-kurangnya :


  1. melindungi masyarakat dan harta miliknya dari ancaman bencana alam yang disebabkan oleh gerakan massa debris, dan menciptakan rasa aman bagi mereka.
  2. memelihara kelestarian sumber daya alam, meningkatkan atau memperbaiki kondisi lingkungan sekitar.
  3. melindungi lahan-lahan produktif dan infrastruktur dari ancaman gerakan massa debris tersebut.

Jika penerapan teknosabo ke depan dapat dikembangkan dan dilaksanakan dengan baik dan penuh kearifan maka tidaklah berlebihan jika dikatakan teknosabo sepantasnya menjadi clean technology.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun