Mohon tunggu...
ANIK TWIN
ANIK TWIN Mohon Tunggu... Guru - Guru SD dan Pengelola PAUD

membuka cakrawala dengan budaya literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hubungan Budaya Literasi dan Keterampilan Berpikir Kritis

13 April 2018   00:55 Diperbarui: 13 April 2018   01:06 6309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membaca buku. (Foto: robarmstrong2/Pixabay)

Pada Era Globalisasi saat ini, kemampuan dan keterampilan dalam mengolah informasi sangat diperlukan oleh peserta didik, hal ini berhubungan erat dengan kebutuhan peserta didik dalam mengembangkan diri terutama dalam pengembangan budi pekerti. Kesalahan dalam mengolah dan menganalisa informasi oleh peserta didik akan berakibat fatal terhadap masa perkembangannya dan masa depannya. 

Untuk itu kemampuan mengolah, menganalisis, dan merefleksi sebuah informasi adalah sangat penting. Kemampuan dan keterampilan peserta didik mengolah, menganalisis, dan mampu merefleksinya dapat tercapai apabila ada kegiatan pembiasaan yang mengarahkannya.

Kegiatan budaya literasi merupakan kegiatan yang saat ini menjadi gerakan nasional pemerintah yang tidak hanya berfokus pada satu aspek saja, namun meranah pada beberapa aspek, sehingga mudah dikembangkan dan diimplementasikan pada lingkungan pendidikan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan gerakan literasi sekolah (GLS) yang melibatkan semua pemangku kepentingan di bidang pendidikan. 

GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui pelibatan publik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan literasi adalah kemampuan berpikir kritis. Menurut Cahyana dkk (2017:16) berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah. Dengan demikian kegiatan literasi sangat penting untuk membangun keterampilan berpikir kritis peserta didik. 

Dengan membangun budaya literasi pada peserta didik dapat meningkatkan berpikir kritis peserta didik, karena dengan budaya literasi peserta didik akan dihadapkan beberapa permasalahan yang mereka temukan setelah mereka membaca dan menyimak sebuah cerita atau informasi. Dengan permasalahan yang peserta didik temukan, secara otomatis akan menimbulkan berbagai analisis permasalahan sehingga membentuk karakter peserta didik yang kritis.

Budaya literasi dan berpikir kritis memang mempunyai hubungan yang erat, oleh sebab itu berpikir kritis berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills) sangat penting. HOTS (Higher Order Thinking Skills) mempunyai peranan yang sangat penting dalam membangun budaya literasi karena sesuai dengan apa yang telah diamanahkan pada pengembangan kurikulum 2013. Tiga hal penting yang menjadi fokus dalam implementasi kurikulum 2013 antara lain penguatan pendidikan karakter, penguatan literasi dan pembelajaran abad 21. Budaya literasi di dalam implementasinya di dalam pembelajaran, utamanya pendekatan saintifik tersirat dalam skenario pembelajaran. Skenario pembelajaran yang diharapkan berorientasi pada peningkatan kemampuan berpikir kritis (critical thinking skill) dan penilaian hasil belajar berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills).

Data statistik UNESCO pada tahun 2012 menyebutkan indek minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dari 1.000 penduduk, hanya satu warga yang tertarik untuk membaca. Menurut indeks pembangunan pendidikan UNESCO ini, Indonesia berada di nomor 69 dari 127 negara. Keprihatinan kita makin bertambah jika melihat data UNDP yang menyebutkan angka melek huruf orang dewasa di Indonesia hanya 65,5 persen. 

Sebagai pembanding, di Malaysia angka melek huruf 86, 4 persen. Dengan demikian budaya literasi saat ini masih merupakan agenda utama pemerintah dalam upaya peningkatan budaya baca. Oleh sebab itu budaya literasi tidak serta merta secara langsung diberikan kepada peserta didik namun melalui berbagai program kegiatan yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas maupun di lingkungan keluarga serta di lingkungan masyarakat.

Budaya literasi yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas harus berorientasi pada keterampilan berpikir kritis peserta didik sehingga mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih kondusif dan pada akhirnya menghasilkan hasil belajar yang efektif. Hasil belajar peserta didik yang efektif yang dimaksud dalam kurikulum 2013 adalah hasil belajar berbasis HOTS (Higher Order Thinking Skills). Begitupun sebaliknya apabila peserta didik memiliki keterampilan berpikir kritis yang baik akan meningkatkan budaya baca pada peserta didik, hal ini adalah dampak dari keingin tahuan peserta didik yang tinggi sehingga memunculkan motivasi untuk mencari tahu berbagai pemecahan masalah yang mereka hadapi melalui budaya baca.

Dari beberapa masalah serta penemuan penulis selama mengembangkan budaya literasi khususnya budaya baca di sekolah, penulis mencoba membahas bagaimana peran guru dalam membangun Budaya Literasi  Melalui Keterampilan Berpikir Kritis Siswa Berbasis Higher Order Thinking Skills. Selanjutkan akan dibahas bagaimana peran guru dalam membangun budaya literasi melalui keterampilan berpikir kritis peserta didik yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Keterampilan berpikir kritis siswa yang diharapkan adalah keterampilan berpikir kritis berbasis Higher Order Thinking Skills,hal ini mengacu pada implementasi kurikulum 2013.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun