Mohon tunggu...
Tu Yuda
Tu Yuda Mohon Tunggu... Petani - Belajar adalah sebuah proses perjalanan

ijinkan saya untuk belajar dan jangan lupa dipandu demi kebaikan bersama

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Teringat, Kisah Sandiwara Radio

24 Desember 2021   20:43 Diperbarui: 24 Desember 2021   20:52 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suara itu terdengar khas, kala hari menjelang tengah malam. Waktu itu era tahun 80-90 an, hiburan tidak seperti saat ini. 

Hingar bingar segalanya tersaji dalam layar kaca, atau yang terbaru semua bermuara pada digital.


Kali ini saya coba mengajak sahabat untuk kembali mengenang, sebuah masa klasik tanpa tertinggal begitu saja dalam benak yang membungkus sebuah kenangan.


Radio saat itu, merupakan media hiburan masyarakat. Apalagi seperti wilayah pedesaan tempat tinggal saya. Radio sangatlah berperan, untuk mengetahui informasi berupa berita, hiburan atau peristiwa lainnya.


Ini tentang sebuah program yang dinanti- nanti para penggemar, salah satunya  adalah sandiwara radio, yang pada masa jayanya, begitu tersohor memberikan hiburan kepada pendengar setianya.


Saya masih ingat, waktu itu menjelang tengah malam, penyiar membuka pembicaraanya " Para pendengar, waktu sudah menunjukkan pukul 21.00 Wita, saatnya kita menyimak acara yang ditunggu- tunggu yaitu sandiwara radio. Selamat mendengarkan.


Seketika suasana hening menyelimuti kami untuk menyimak  sandiwara yang sedang disiarkan. Edisi spesial acaranya tentang kisah mak lampir.


Begitu mendengar ketawanya yang khas, hal itu membuat saya langsung terdiam. Rasa takut seketika muncul, apalagi lampu penerangan perumahan masih terbatas. Lampu teplok saat itu merupakan salah satu bantuan penerangan. 

Tergantung didinding gubuk, yang dengan mudahnya tertiup angin, sehingga menambah suasana semakin menegangkan.


Saat sandiwara terdengar, dengan musik latar yang seram.Bergerak sedikit saja rasanya tidak berani, cekikan suara ketawa mak lampir membuat bulu kuduk merinding. Dialognya yang cenderung tegas, seolah membaurkan pendengar kedalam alur ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun