Dalam postingan Instagram, Aakar pernah berpendapat bahwa ia tidak setuju jika rate card seseorang dihitung dari jumlah followernya. "As you know, gw selalu menghargai orang karena expertise-nya dulu, bukan karena follower-nya,"Â begitu kata Aakar yang diunggah melalui Instagram pada 5 Juni 2020 lalu.
Memang sejauh ini tidak ada benchmark yang mengatur tarif terendah atau tertinggi yang boleh dipasang influencer. Tidak seperti pekerja yang dinaungi batas UMR/UMP, influencer tampak lebih fleksibel dalam menentukan rate card.
Menurut Sociabuzz, kunci penting dalam mengatur rate card adalah personal brand value. Para pengiklan akan melihat seberapa besar brand value yang dimiliki influencer sehingga dapat memperkuat brand barang/jasa si pengiklan. Salah satu tolak ukur yang dapat digunakan untuk melihat brand value seorang influencer adalah jumlah followers.
Sociabuzz juga pernah mengeluarkan estimasi tarif influencer yang dihitung melalui follower Instagram. Ya, dari sini kita bisa melihat bahwa seberapa besar pengaruh jumlah follower dalam penentuan rate card seseorang.
Seperti kata Aakar, seseorang harus dihargai karena expertisenya bukan followernya. Namun kita juga tidak bisa mengelak bahwa follower juga menentukan seberapa dalam expertise yang dikuasai oleh orang tersebut.
Terlepas dari semua itu, semoga "dugaan" perselisihan antara CNBC dan Jouska bisa mencapai titik temu yang melegakan kedua belah pihak.Â
--
26 Juli 2020 [T.S]
Sumber referensi: 1, 2, 3, 4, 5