Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Akuntan - Lifelong Learner

hidup sangatlah sederhana, yang hebat-hebat hanya tafsirannya | -Pramoedya

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Fana

11 April 2019   10:27 Diperbarui: 11 April 2019   15:05 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: pixabay.com


Kata orang, dunia ini fana.
Kamu. Saya. Kita.
Semua akan "pergi" pada waktunya.

Lalu, apa yang dikejar orang-orang berdasi itu?
Mereka yang terburu-buru di pagi hari.
Berdesak-desakan dalam kereta yang tak lagi dapat menahan beban diri.

Uang?
Bahkan uang tak pernah berjanji untuk menetap.
Bukankah manusia memiliki kebutuhan yang tak pernah genap.

Jabatan?
Bahkan pemimpin perusahaan tak pernah berjanji untuk mempertahankan.
Bukankah kemampuan selalu ada yang bisa mengalahkan.

Cinta?
Cinta sekalipun tak tahu sampai kapan harus bertahan.
Ingatkah bahwa hati ibarat seuntai kapas, yang mudah dibolak-balikan.

Sekali lagi, saya memandang langit.
Apa yang abadi?
Rasanya tak ada satupun yang kekal untuk diperjuangkan.
Bahkan tubuh ini,
-yang tak mampu melawan pedihnya senja hari.

Fana.
Dunia ini fana.
Kecuali doa.


Fana.
Uang ini fana.
Kecuali diberikan pada mereka yang berlari-lari mengejar bus demi sekeping rupiah.
Atau pada yatim, yang bekerja siang-malam demi menyambung asa.

Fana.
Jabatan, harga diri, dan kekuasaan ini fana.
Kecuali dimanfaatkan untuk membela hak para jelata yang seringkali dipinggirkan.

Fana.
Semua ini fana.
Tapi, bukankah yang fana adalah waktu, kita abadi?

11 April 2019.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun