Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

[Ngawur] Memaknai Kekalahan Juventus

4 Juni 2017   05:46 Diperbarui: 9 Juni 2017   15:48 1574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekalahan 4:1 The Old Lady di partai final seolah pembalasan dendam Spanyol terhadap Italia untuk kekalahan 4:0 ketika Milan bertemu Barcelona di Olympic Stadium, Athena. 

Latar sejarah ini perlu dipertimbangkan untuk melihat merosotnya daya saing tim-tim Serie A di perhelatan tertinggi bernama Liga Champions.  Milan saat itu Milannya Capello dengan komposisi skuad yang sangat ideal. Baresi-Costacurta-Maldini di belakang, Boban-Desailly-Donadoni-Savicevic di tengah serta Massaro-Papin-Simone di depan. 

Juventus telah menunjukkan superioritas domestik dalam enam musim beruntun. Superioritas yang rasanya belum akan berhenti pada dua atau tiga musim ke depan jika melihat inkonsistensi yang masih kental melekat pada pesaing seperti Milan, Inter, Roma, atau Napoli. Di luar faktor teknis sepakbola, Juventus tergolong tim dengan skenario jual beli pemain yang jitu, sebagaimana transfer Pogba di awal musim ini. 

Selain itu, berbeda dengan Milan dan Inter, tim yang berdiri 1 November 1897 masih dalam kontrol kepemilikan orang Italia sendiri, yakni keluarga Agnelli.

Superioritas yang sayangnya tidak banyak bicara di luar rumah.

Jika pada pencapaian final sebelumnya, Juventus sukses menyingkirkan Real Madrid yang kemudian harus kalah 3:1 melawan rival abadinya, Barcelona. Maka pada pagi yang sesak napas di minggu kedua bulan suci Ramadan ini, situasinya terbalik. Keberhasilan meredam Barcelona dengan agregat 3:0 gantian disikat anak asuh Zidane di Cardiff. Zidane bahkan berhasil menghapus kutukan juara musim lalu tidak bakal juara di musim berikutnya. 

Mengalahkan tim yang begitu menakutkan kala menyerang dengan trisula paling maut: Messi-Neymar-Suarez (MSN) tanpa membawa pulang Si Kuping Besar Perak itu seolah tak bermakna. 

Jika me-review--perkara yang sesungguhnya sia-sia sebab pertandingan final tidak mengenal home and away-- pertandingan subuh ini, kekalahan telak Juventus rasanya bukan pada pendekatan yang digunakan Allegri terhadap pertandingan. 

Di babak pertama, misalnya, sesudah kebobolan duluan, Juventus tidak kehilangan keseimbangan, konsentrasi, serta konsistensi. Mandzukic bahkan boleh membuat gol akrobatik berselang tujuh menit dari gol Ronaldo. Menit-menit awal babak kedualah, skuad Max Allegri kelihatan terlambat panas. Ibarat badan sudah di lapangan tetapi pikiran seperti masih berada di ruang ganti. Serupa mantan sudah ngirim undangan, kamu masih disiksa kenangannya!

Sementara anak asuh Zidane kembali dengan pendekatan berbeda. Bermain lebih cepat dan menekan disertai pressing yang ulet. Tak butuh waktu lama, dua gol membuat Buffon terperangah. Trio BBC+B mati gaya! Ditambah lagi, Dybala dan Higuain yang bermain seperti membawa rantai di kaki-kaki mereka. 

Pada intinya, pengalaman dan mentalitas pada akhirnya adalah koentji! Dan jangan sangsikan dua modalitas ini pada tubuh Real Madrid. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun