Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Story Collector

Mō zhe shítou guò hé - Deng Xiaoping | Ordinary Stories, Structural Echoes

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Hari-Hari Bermakna di Kampung Solol Raja Ampat

9 Juni 2025   13:38 Diperbarui: 10 Juni 2025   08:27 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dermaga Kampung Solol, Distrik Salawati Barat, Kabupaten Raja Ampat (2022) | Foto: S Aji

Oleh karena itu, saya datang dengan daftar pertanyaan dan orang-orang yang akan ditemui untuk mendengar kisah, merekam, membayangkan masa lalu, dan menuliskannya pelan-pelan. Sebagai seseorang yang lebih dari satu dekade meninggalkan tanah Papua, saya jelas membutuhkan adaptasi kultural. 

Bersyukur sekali, orang-orang Solol, mulai dari para tetua, mama-mama, tokoh adat, tokoh gereja, hingga anak-anak muda menyambut saya dengan kebaikan dan keramahan hati. Kisah-kisah yang saya ingin ketahui segera saja mengalir seperti aliran lembut ombak di pesisir. 

Maka di setiap usai wawancara, saya akan kembali untuk menulis ulang secara verbatim, kata per kata. Begitu siklus setiap hari. Saya hanya seminggu, tak bisa lebih lama. Dan cerita-cerita yang membentuk masa lalu hingga hari ini terkumpul dengan perspektif yang beragam.

Saya tahu ada deadline yang mengikuti setiap langkah kaki. Tapi bukan karena ini alasan yang membuat menulis di Kampung Solol adalah pengalaman yang ngangenin.

Tempat dimana saya menulis: beranda rumah panggung, menghadap lautan tenang, dan debur ombak (2022) | Foto: S Aji
Tempat dimana saya menulis: beranda rumah panggung, menghadap lautan tenang, dan debur ombak (2022) | Foto: S Aji
Kisah-kisah yang Bermakna

Dari beranda rumah panggung yang menghadap lautan tenang Selat Sagawin, saya merapikan kisah-kisah itu. Sembari menyimak rekaman kisah, saya merajut kata-kata. Ada kisah yang merangkai jauh ingatan hingga ke zaman maritim awal dimana perebutan pengaruh kolonial tiba di sini, khususnya di era Kesultanan Tidore, Portugis, Inggris hingga Belanda. 

Kemudian tuturan kisah yang menuntun saya pada masa misionaris Jerman yang tiba di pesisir Papua Barat, termasuk ke Solol, mengkreasi tatanan sosial baru, dan mewariskan kekristenan yang kukuh. Lantas, di masa pergulatan revolusi nasional, Jepang juga tiba di sini. Membuat sebuah bengkel untuk produksi komoditas sembari memata-matai aktivitas sekutu. 

Kisah terus bergeser kepada hidup yang lebih kontemporer. 

Ketika perkampungan kecil ini tumbuh dalam geliat konservasi Raja Ampat hingga produksi ekonomi berpangkal pada sumberdaya tempatan.Kampung Solol memang bukan pemain utama di pariwisata Raja Ampat tapi ia tetaplah sebuah surga kecil di pesisir Papua Barat. 

Dari beranda itu, saya terbawa ke masa lalu. Saya diantar pada sejarah perjumpaan, penaklukan, perjuangan melawan krisis, dan impian hari ini yang tak muluk-muluk seperti janji-janji pembangunan. 

Lalu, ketika terasa cukup dengan menuliskan rekaman kisah, saya berganti pakaian. Dengan celana pendek, saya berenang sebentar di depan pondok. Kalau tidak, saya berlari berkeliling melintasi pasirnya yang lembut kelabu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun