Mereka adalah generasi emas yang memutus takdir kelam degradasi. Memutus sebuah masa dimana Mandala pernah sepi dan olok-olok agar dijadikan sebagai kebun singkong saja.
Di masa awal dari kebangkitan kembali inilah, saya beberapa kali pergi ke stadion. Menjadi bagian dari kecintaan yang membuat  Jayapura mati suri karena Persipura berlaga.
Saya tidak lagi mengingat jika di masa-masa ini pernah mengalami sakitnya kekalahan di kandang. Saya tak ingat jika di antara tahun 1994 hingga 1999, pernah ada kekacauan karena Persipura ditumbangkan di Mandala.Â
Sejak 1999, saya tidak pernah lagi ke stadion, sekalipun Persipura sedang tandang ke Manado.
No Home Like Mandala!
Nanti, 12 tahun kemudian, saya baru bisa datang lagi ke Mandala. Mandala kini lebih keren.Â
Standarnya sudah dinaikan karena Persipura berhasil berlaga hingga perempatfinal AFC Cup. Persisnya musim 2011, dimana Persipura sedang di level terbaik bersama asuhan Jacksen F. Tiago.
Arbil FC, wakil dari Irak adalah lawannya. Saat itu Persipura kalah tipis 1:2 namun Boaz Salossa, dkk bermain menyerang dan cepat. Saya masih terkenang seorang mama yang duduk di sebelah.Â
Mama yang mengunyah pinang dan sepanjang laga berteriak memberi semangat. Termasuk tak segan-segan menghardik Ian Kabes yang dinilainya bermain di underperform.
"Ian, takupas nih. Main yang betul. Ko loyo sampe!"
Sesudah menghardik, mama itu menatap saya yang terkejut. Kitong dua lantas kompak tertawa di sore yang hangat. Kegeraman hanya sampai di situ. Semua penonton pulang dengan tertib walau kalah dari klub yang levelnya lebih baik.Â