Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kanjuruhan

3 Oktober 2022   09:40 Diperbarui: 3 Oktober 2022   13:39 777
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tragedi Kanjuruhan | Ilustrasi: Kompasiana

Tragedi Kanjuruhan adalah duka kita. Duka semua orang yang mencintai sepakbola, lebih dari itu, menghormati kemanusiaan.

Sepanjang kemarin hingga hari ini, kita melihat linimasa sosial media. Lantas cuma bisa gemetar. Marah dan bersedih. Kehilangan kata-kata, menangis tersedu-sedu. Mengapa sepakbola masih harus memakan korban, terutama anak-anak dan perempuan?

Terhadap tragedi mengerikan itu, dengan korban ratusan manusia tak berdosa, kesedihan saya tentu bukan apa-apa. 

Kesedihan yang mungkin tidak penting. Tapi mari bayangkan seperti apa perasaanmu ketika di sebuah penerbangan menuju Surabaya, bertemu seorang ibu dengan kehancuran yang coba dipeluknya. Ia juga sedang check-in.

Ibu itu kemudian bercerita jika dia ingin buru-buru pulang ke Malang. Anak lelakinya baru saja dikuburkan. Meninggal sesudah pamitan hendak ke stadion melihat Arema bermain. Anak itu adalah alasan ia bekerja jauh-jauh ke Jakarta. 

"Kalau sudah begini, semuanya hanya sia-sia," ucapnya lirih.

Saya bukan orang yang bertemu ibu itu. Saya hanya membaca sebuah postingan yang lewat di linimasa twitter. Mata tiba-tiba saja basah, kerongkongan serasa dicekik. Saya ikut berduka, bersedih, walau itu bukan apa-apa.

Saya membayangkan kepanikan dan kengerian. Membayangkan anak manusia yang tersungkur satu-satu. Membayangkan anak-anak dan perempuan yang tak berdaya, menangis dan menjerit tapi tak ada yang mampu melindungi mereka.

Saya membayangkan keluarga yang kehilangan. Mereka harus melihat tubuh yang kemarin pamitan baik-baik ke stadion. Demi klub kebanggaan, demi sepak bola. Tapi... 

Stadion sepak bola tidak lagi tempat mencari hiburan di akhir pekan. Bukan lagi tempat untuk menyatukan cinta dan sportivitas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun