Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menjadi Perantau Bermakna ala Mama

26 November 2020   00:12 Diperbarui: 26 November 2020   03:16 1973
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wanita dalam perantauan (Sumber: imghtlak.mmtcdn.com)

Pendek cerita, dalam darah kami, darah perantau terwarisi dengan merata. Seolah saja, tidak merantau bukanlah dari jalan kami hidup di muka bumi. 

Jadi, saya hanya ingin berbagi sedikit tentang ilmu merantau itu di mana saya menemukan cara menjadi manusia bermakna. 

Ilmu ini wasiatkan mama jauh-jauh hari sebelum saya pertama kali pergi jauh dari rumah karena lulus ujian masuk perguruan tinggi negeri. 

Pertama, Tetanggamu adalah Saudaramu-Menyapalah, Jangan Pasif!

Di mana saja mama bermukim, semua tetangga adalah saudaranya. Ini adalah prinsip utama yang berulangkali diwasiatkan kepada kami.

Entah di Serui, sebuah kota kecil dengan irama hidup yang lambat dan semua orang nyaris saling mengenal. Juga di Yotefa, pada sebuah perkampungan pinggiran multi-etnik-agama yang padat di Jayapura. 

Atau di Padang Bulan, di mana kami tinggal di kompleks perumahan yang kebanyakan dihuni oleh abdi negara rendahan. Termasuk di Kulonprogo, Yogyakarta. Pada satu ruang budaya di mana mama sama sekali tidak bisa bercakap-cakap dalam bahasa Jawa.

Mama selalu bisa menjadi "bagian inti" dari pergaulan sosial di semua ruang hidup itu. Di Serui, mama bukan saja merawat ikatan yang kuat dengan sesama guru. 

Mama juga memiliki keluarga di perantauan yang siap sedia tolong menolong kapan saja. Cerita yang lebih tentang ikatan para guru di mana mama terlibat di dalamnya bisa dibaca pada Memori Kota Serui, Pelajaran dari Perjumpaan Kembali. 

Di Serui, kehidupan bertetangga yang berhasil dibangun mama menganugerahi saya dengan kasih sayang seorang mama Papua. 

Dari seorang perempuan penuh kelembutan dan kasih dari pulau Ansus, Kepulauan Yapen. Darah dan daging saya pernah meminum air susunya.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun