Apa yang dikunci ketika dunia ketakutan sedang kita dikutuk karena saling mengabaikan?Â
Ingatan kita pendek tapi begitulah kutukan bekerja. Ia mengacaukan yang mestinya tertib di pikiran, ia meriuhkan yang waktunya tenang di tindakan.
Mendorong kita memburu tragedi sekelas-lekasnya, menyediakan diri ke dalam daftar korban yang malang.Â
Dan memang tidak ada yang menjamin kita selain bahwa kitab kesalahan yang sama akan kembali dengan nafsu yang lebih gila.Â
Kita terlanjur berkuasa dan merasa satu-satunya. Bahkan dengan berabad-abad kehilangan hati seorang bocah.Â
Kita tak lagi cakap. Sekadar sedikit saja terbebas dari waktu yang kaku, hari yang penuh dengan harus begini, mesti begitu dan terbebas dari kewajiban harus dewasa sembari mengutuk dan menyumpahi kemalangan yang lain dari balik kaca mobil atau kafe yang remang, kita terlalu payah.
Kita mungkin telah kehilangan warisan itu.Â
Kearifan yang merendah, pikiran sederhana dan hati yang riang bergembira dalam irama hidup semesta.Â
Hingga,
di hari ketika pandemi tiba lalu menguningkan semua yang kelak diabadikan sebagai kesedihan dunia,Â
kita hanya tersisa jejak sebuah eja (?)
(CGK- Maret/2020)