Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Wolf Hour", Penulis Perempuan, dan Konservatisme

5 November 2019   15:14 Diperbarui: 6 November 2019   03:31 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
The Wolf Hour | SUNDANCE FILM FESTIVAL via variety.com

Seorang perempuan sekaligus penulis yang pernah sukses besar. Berlatar keluarga kaya namun dengan cara pandang hidup Antikemapanan. 

Saat itu tahun 1977 di New York. Kota sedang dalam krisis. Siaran radio setiap hari mengabarkan kekacauan dan aksi kriminal. June E. Leigh berdiam dalam kamar kecil penuh buku. 

Apartemen milik neneknya. Kamar yang tak banyak cahaya. Suram. Serasa tempat melarikan diri. 

June memang hidup dalam paranoia. Ada kesalahan dari masa lalu yang tak pernah bisa didamaikannya.

Dia hampir total mengisolasi diri. Sesekali ia menatap kota dari jendela tanpa sekalipun turun ke sana. Untuk menjaga pemenuhan kebutuhan sehari-hari, ia membayar lebih kepada jasa pengantar. Termasuk jasa kencan daring. 

Selain itu, dia juga harus menghadapi bunyi bel yang selalu berbunyi namun tanpa pernah jelas siapa di baliknya. 

June yang sendiri selalu cemas. Sebagai penulis, ia telah kehilangan kemampuan berjarak dari kecemasannya. Termasuk terhadap kota, krisis dan kekacauannya. Seolah saja, ia seperti dalang dari kekacauan di luar sana. Sebagai aktor intelektualnya. 

Ternyata, June bukanlah penulis biasa. Ia adalah tipe penulis yang gagasannya menggerakan tindakan orang banyak. Sebagai panutan dari "Counterculture Movement" yang bersemi di tahun 1960-70an, ia salah satu penulis feminis yang dirujuk. 

Dengan maksud lain, apa yang membuat June menyendiri dan saban hari mengelola ketakutannya sendiri berakar dari alasan-alasan yang tidak semata individual. 

Ada jalinan perkara ideologi politik dan akibat-akibatnya yang menggiring New York ke dalam kekacauan atau anarki. 

June adalah salah satu centrum yang menggerakannya.

*** 

Latar belakang di atas adalah penggal pertama dari film "The Wolf Hour". Film berdurasi 90 menit ini memang baru tayang di Sundance Film Festival, 26 Januari kemarin. 

"The Wolf Hour" mengambil genre thriller dengan Naomi Watts sebagai June. Alistair Banks Griffin adalah sutradara sekaligus penulis ceritanya. Film ini dijadwalkan baru akan dirilis pada  tanggal 6 Desember 2019.

Walaupun Internet Movie Database (Imdb) hanya memberi rating 4,8 namun bagi saya film ini tetap memiliki sisi yang menarik dielaborasi. Sekurang-kurangnya ada tiga hal.

Pertama, dalam konteks pertarungan ideologi antara Konservatisme vs Counterculture Movement yang meluas di dunia Barat pada bilangan tahun 1960-1970an. 

Gerakan ini pada dasarnya menentang kemapanan dari nilai-nilai lama yang memelihara segregasi rasial, kemiskinan yang massif, degradasi lingkungan karena industrialisasi yang pesat dan diskriminasi terhadap minoritas tanpa menggunakan taktik kekerasan (non-violent). 

Di dalamnya, pada sudut pandang "The Wolf Hour" ada perempuan yang seperti melakukan "bunuh diri kelas". Ia menentang keluarganya sendiri, menyebabkan kematian ayahnya dan harus menerima tragedi ini dengan melarikan diri pada sebuah apartemen. 

Lantas bagaimana perseteruan ideologi ini menciptakan tatanan chaos di luar sana? 

Dengan durasi yang singkat, "The Wolf Hour" rasanya berhasil menciptakan atmosfir akan tatanan sosial yang sedang terguncang itu. 

Misalnya dengan menghadirkan dunia di luar jendela yang berantakan, orang-orang yang berkerumun, nyala api di lama hari dan suara sirene yang intens serta siaran radio yang tak pernah sepi dari berita kerusuhan.

Krisis itu memang terasa. Hanya saja, ini tidak cukup.

Pasalnya, para penggerak politik antikemapanan itu malah terlihat seperti kriminal kelas teri yang sedang mencari-cari pembenaran ideologis dari aksi kejahatannya sendiri. 

Tidak ada pelukisan para penentang kemapanan ini berdebat tentang kondisi-kondisi buruk yang harus dijungkirkannya, misalnya. 

Atau, bagaimana kekuasaan dari kelas kaya terlukiskan sebagai bentuk-bentuk dari krisis hidup bersama, sama tak cukup terlukiskan. 

Barangkali Alistair Banks Griffin memang tidak respek dengan perlawanan yang seperti itu. Lebih persisnya, lebih ingin menunjukan kebenaran hukum besi bahwa revolusi hanya akan memangsa anak kandung sendiri! 

Kedua, tentang bagaimana subyek perempuan-feminis dihadapkan dengan krisis sosial yang sedikit banyak bersumber dari "pertentangan terbukanya". Atau bersumber dari kepercayaan akan dunia yang lebih baik yang justru memakan korban keluarganya?

Apakah Naomi Watts sukses menampil June yang menanggung dosa dari sikap radikalnya sebagai proponen dari perlawanan antikemapanan?

Saya rasa, sebagai pembaca film jenis amatir dan tidak memiliki panutan yang haqiqi, Naomi Watts sukses menghidupkan sosok June yang paranoia itu. 

Dia begitu kurus, lusuh dan terlihat mudah meledak tapi rapuh. Karena itu berbahaya, termasuk kepada orang-orang terdekat yang memaklumi dan berusaha menyembuhkan rasa bersalahnya. 

June bisa dipandang sebagai kehadiran semesta individual dalam semesta sosial yang kacau. Sebelum tiba pada bagian dimana June dikisahkan membuat buku best seller yang menyerang kekayaan ayahnya, bahkan mengakibatkan kematian dan bubarnya satu keluarga, June tampak dalam krisis yang serius.

Ia dilukiskan begitu rapuh, kondisi yang seolah mengatakan jika serangan-serangannya terhadap kemapanan dan borjuasi terhadap keluarganya sendiri telah menjadi senjata yang balik memakan keyakinannya terhadap Politik Antikemapanan.

Ketiga, sebagai klimaksnya, bagaimanakah cerita June ini akhiri? "The Wolf Hour" rupanya memilih ending yang agak romantik.

Tidak ada yang lebih baik dari berdamai dengan masa lalu. Dengan kesalahan sendiri, dengan akibat-akibat fatal dari pilihan ideologis yang malah memangsa keluarga sendiri. 

June memilih jalan ini. Ia harus melakoni laku, "Luka hanya sembuh oleh lembing yang melukainya". 

Tidak lagi membawa diri dalam jalinan krisis yang makin dalam, buntu yang mencekik. Rantai krisis ini harus diputusnya bersamaan dengan ledakan kerusuhan di sekitar apartemennya yang suram. 

Di hari ketika ia menunggu kabar draft buku terbarunya disetujui penerbit.

Yang kedua, tidak ada yang lain, ia harus kembali melampaui dirinya tragik itu dengan kembali menulis. 

Dan ia menyusun buku dalam satu deadline yang begitu singkat. Dia kemudian kembali ke publik, ketika tatanan kembali tenang. Ia menemukan tenaga pemulihnya ketika senjakala sedang menggerayangi narasi Counterculture Movement.

Maksudnya, ending The Wolf Hour kemudian menjadi klise dan terasa seperti kemenangan konservatisme saja. June pulih dan kembali waras. Perlawanan berangsur-angsur padam.

***

Ya sudah, nanti kamu nonton saja kalau jadi tayang di tanah air. Tabik!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun