Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Tentang Nunung, Stamina, dan Industri Komedi

20 Juli 2019   09:33 Diperbarui: 23 Juli 2019   06:56 6022
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Foto: Christ Messakh)

Nunung yang saya kenal adalah komedian perempuan. Tapi bukan perempuan di tengah perempuan.

Di sana ada Sule, Parto, Azis, dan Andre. Lalu ada daftar stasiun tv swasta dan jam-jam tayang yang membuat pikiran sejenak terbebas dari jajahan sinetron. Dan, ingatlah juga, perempuan peraih Pemeran Komedi Wanita pada Panasonic Awards tahun 1999 tinggal seorang diri di daftar ini. 

Sesudah era Srimulat yang dikenal menciptakan deretan pelawak dengan ciri khas sendiri-sendiri, Nunung adalah salah satu yang bisa bertahan. Mulai dikenal lewat Si Doel Anak Sekolahan, perempuan kelahiran Solo, 1963 ini terus mencapai puncak di televisi bersama para lelaki itu. 

Bersama empat lelaki itu, sependek saya tahu, perempuan bernama lengkap Tri Retno Prayudati terlibat membesarkan Opera van Java (OVJ). OVJ adalah pentas komedi wayang orang yang tayang di Trans7. Ia menggunakan musik dari peralatan musik tradisional dengan lakon yang bersumber dari cerita rakyat dan plesetannya. 

Saya kira, komedi yang seperti ini adalah sebuah terobosan. 

Sesuatu yang menyegarkan sesudah era Benyamin, kejayaan Warkop DKI, dan Srimulat di tengah replikasi Stand up Comedy yang mewabah. Secara material (pendapatan), pentas OVJ mungkin yang paling sukses menciptakan pasar penikmatnya. 

Benar ada tayangan bergaya komedi yang berebut massa semisal Pesbuker di Antv. Akan tetapi, yang terakhir ini, hanya membuat saya makin tidak mampu mengerti mengapa bisa eksis sedemikian lama. 

Selain bahwa tontonan seperti itu hanya untuk menegaskan hubungan ganjil antara akting (tidak) melucu yang buruk di depan penonton yang kesetiaannya mencapai dunia akhirat. Maaf!

Nunung jelas tidak berada dalam keganjilan seperti itu. 

Sebagaimana galibnya para pelawak, hal terbaik yang bisa mereka ciptakan demi menjaga kesetian para pemuja adalah keseriusan dalam menciptakan tawa. Keseriusan menciptakan lelucon yang membuat orang terpingkal-pingkal, keluar air mata dan sejenak merasakan terlepas dari kepenatan. 

Melucu, bagi saya, adalah bakat yang langka. Terlebih, ketika hidup yang selow serasa "hil yang mustahal" manakala berada di depan pikiran-pikiran massa yang kaku, cemas dan menyebar selera yang serba hitam-putih. 

Selain itu, di tengah kultur industri hiburan yang "rasis" dengan konsep kecantikan yang tunggal dan sensorik (ia yang menyeleksi dan menggolong-golongkan jenis), Nunung adalah bagian yang tidak terhitung di dalamnya. Semacam kontestasi dalam demokrasi dengan inti yang dipelihara oleh konsensus antar oligark. 

Apalagi jika kita membaca media massa yang gemar menjual kehidupan privat dari pekerja hiburan, maka kita akan dibikin sibuk untuk mengomentari pasang surut kehidupan rumah tangga seseorang dan sejuta spekulasinya. Kita seperti saksi bisu yang bertahun-tahun hidup di sana. Yang membuat kita merasa pantas menghakimi. 

Tidak terlalu penting di posisi apa penghakiman itu dilakukan. 

Yang jelas, sependek yang bisa saya candrai, industri selebritas telah menciptakan masyarakat fans dengan cinta dan benci yang berseru-seru. Entah bagaimana, energi ganjil seperti ini bisa hidup lama bahkan turun temurun. 

Atau, mungkin yang lebih tepat dikatakan jika situasi seperti ini membuat kepala enggan bertanya, mengapa industri selebritas boleh menciptakan bahkan memelihara  ambivalensi masyarakat fans dengan loyalitas sepenuh jiwa raga?

Apakah masyarakat fans memang hanya diisi mereka yang kebanyakan tak lagi memiliki kapasitas refleksif? 

Hari ini media massa banyak bikin berita Nunung yang ditangkap karena menggunakan sabu-sabu. Dari daftar komedian produk Srimulat, Nunung bukan yang pertama. Sebelumnya telah tertangkap Doyok, Polo, Gogon, lalu Tessy. Nunung seorang yang perempuan. 

Nunung sudah lima bulan menggunakan sabu demi menjaga stamina bekerja. Nunung memang tidak lagi muda, umurnya kini 55 tahun sudah. Terlihat tidak prima di tengah persaingan tontonan mungkin adalah kutukan bagi jiwa-jiwa yang hidup di dalamnya.

Namun mengatakan jika industri hiburan adalah dunia kerja yang memaksa semua orang harus tampil dalam kondisi "on fire" melebih robot jelas bukanlah hal yang baru. Tidak perlu mengambil kasus yang jauh, semisal bagaimana artis-artis K-Pop menciptakan disiplin yang menjaga mereka tetap berada di level terbaik. 

Kebetulan, saya juga pernah terlibat sebagai figuran dalam pembuatan video singkat yang menjelaskan bagaimana sebuah program restorasi kawasan hutan dibangun bersama warga di sekitar hutan itu. 

Saya harus melewati beberapa pengulangan adegan. Beberapa kali pengambilan gambar, berpindah lokasi termasuk menunggu cahaya matahari muncul seperti yang diinginkan si sutradara. Kami bekerja dari pagi hingga menjelang senja. Sehari yang membosankan dan baru terbayarkan sesudah melihat filmnya rampung. 

Saya terus ingat, pernah secara tak sengaja bertemu Jelita Septriasa yang sedang shooting sinetron di lokasi bumi perkemahan Cibubur. 

Waktu itu, dia bertanya di mana toilet yang bisa digunakan. Saya menunjukan sebuah rute ke sana dan seorang kawan yang sedang bersama saat itu tiba-tiba berbisik janggal, "Itu bukannya artis ya?"

Yaelaaagh!!

Ada banyak orang, ada banyak peralatan dan suara-suara yang memberi komando. Rombongan yang menciptakan dunia sendiri di tengah dunia yang sehari-hari dipenuhi orang-orang yang sedang berjualan, pengunjung bumi perkemahan serta rombongan monyet yang cerdik. 

Ada kerja bagai kuda untuk harga yang menjulang tinggi kepada mereka yang disebut artis. Yang memenuhi jagad selebritas dan sumber dari pemberitaan yang dinanti-nanti masyarakat fans. 

Ada tuntutan dan pemenuhan standar yang harus selalu dipertahankan demi kehadiran yang lebih bertahan lama. Sedang kita tahu, di belahan dunia lain, hidup yang bekerja bagai kuda ala industri hiburan memelihara depresi dan kehendak bunuh diri. Tak sebatas pelarian hidup kepada narkotika dan obat-obat terlarang. 

Kita terus sadar, ada manusia yang kehilangan dirinya. Manusia yang tidak lagi mampu selalu tampil seperti citra yang dibentuk oleh pemberitaan. Ada hidup megah nan mewah yang diam-diam menyembunyikan tragedi anak manusia. 

Nunung, atau Doyok, atau Tessy mungkin segelintir komedian yang sedang berada di depan situasi yang "tidak boleh kalah karena usia dan persaingan". Para komedian yang juga mungkin kehilangan kendali pada diri di tengah industri selebritas yang memerintahkan segala sesuatu harus terlihat siap bekerja dengan sempurna dan kapan saja.

Barangkali begitu, kawan. 

Eh, kamu tahu kan siapa Jelita Septriasa yang pernah mendapat bayaran 180 juta sekali main film?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun