Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Rekonsiliasi Pertemuan MRT, Mengikuti Siapa?

15 Juli 2019   10:59 Diperbarui: 25 Oktober 2019   14:37 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Jokowi dan Prabowo | Kompasiana.com

Lantas semuanya adalah kontradiksi produk sosio-politis yang berusaha disucikan. Seolah saja, misalnya, kepribumian sebagai identitas tiba-tiba mengada dan merasa paling berhak sebagai penghuni bangsa tanpa pernah mengalami persilangan sejarah budaya (dan politik pertikaian) yang panjang. 

Dengan perkawinan kehendak seperti ini, bagaimanakah rekonsiliasi itu boleh dikerjakan untuk merangkul seluruh unsur kewargaan atau sebenarnya hanya mungkin bekerja terbatas? 

Maksud kedua saya, politik rekonsiliasi yang didorong hanya untuk menyatukan "Cebong vs Kampret" ke dalam Garuda Pancasila atau harus diarahkan juga untuk membereskan jejak-jejak luka masa lalu yang menanggung tragedi karena politik negara paska-kolonial (baca: NEGARA ORDE BARU)? 

Jadi, ini bukan lagi merebut kembali "gairah bersama sebagai sebuah bangsa" yang terbakar polarisasi selama pilpres 2014-2019 namun juga mereka yang "dibuang" dari pengakuan dan keadilan hidup bernegara hukum? 

Kita terus tahu, rekonsiliasi yang kini sudah harus direbut-kontrol oleh "politik warga" agar tidak terus berada dalam wacana elite atau arahan negara, tetap akan berlaku terbatas. 

Itupun dengan syarat Cebong dan Kampret sudah selesai dengan perilaku standar gandanya. Merasa benar sendiri dan mengklaim diri sebagai barisan yang akan menyelamatkan bangsa ini. 

Menyelamatkan kepalamu!

Artinya, rekonsiliasi sebagai jalan untuk merekatkan kembali perpecahan yang terbit oleh perkawinan dua kehendak di atas itu, hanyalah usaha yang temporer, mungkin juga hanya menjangkau apa yang tampak menegangkan di permukaan peristiwa sosial-politik. Tidak akan (pernah) menyentuh sisi yang mendasar dan menyeluruh dalam memberi dampak terhadap pemulihan luka-luka hidup berbangsa

Sebabnya, tentu saja, ada negara yang bermasalah di sana. 

Negara yang menjadi aktor dari penciptaan luka-luka itu, yang demi pembangunan, yang demi menegakkan hukum dasar tertinggi, yang demi melindungi falsafah hidup bersama lantas berhak menggunakan alat-alat represinya, bukan saja perkakas ideologis. 

Padahal negara yang seperti ini, seperti banyak diriset, adalah negara yang bekerja untuk kepentingan segelintir demi segelintir (entah oligarki, entah kartel, entah reproduksi feodalisme). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun