Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Film "Polar", Atmosfir Neo-Noir di Hidup Pembunuh Bayaran

12 Mei 2019   12:30 Diperbarui: 12 Mei 2019   19:32 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Polar (Januari, 2019) | Sumber: Teaser Trailer

Vivian: Why the fuck are you doing this?
[referring to Camille]
Duncan Vizla: 
I don't know. I like her.
Vivian: 
You like her?
Duncan Vizla: 
Why are you doing this?
Vivian: 
Please. This is our fucking job, remember?
 

(Salah satu percakapan dalam film Polar, dikutip dari laman moviequotesandmore.com)

***
Duncan Vizla alias Kaisar Hitam sudah menghendaki hadirnya masa pensiun.

Padahal, sejatinya, dia adalah satu yang memiliki rekam jejak terhebat sebagai pembunuh bayaran. Dan karena itu juga, Democles sebagai perusahaan yang menggunakan keahliannya harus membayar pesangon sebesar 8 juta dolar Amerika.

Blut, sang bos Democles, ternyata ingin memainkan kartu yang lain.

Lelaki gemuk, putih dengan kegairahan yang ganjil terhadap krim kulit ini ingin uang pesangon itu menjadi milik perusahaan. Ia ingin kekayaannya tidak terbagi karena kontrak kerja yang terlanjur disetujui. Caranya hanya satu, dengan kematian Kaisar Hitam. Karena itu, ia menugaskan satu tim pembunuh untuk memburu Kaisar Hitam. Tim yang dihuni jiwa-jiwa bengis, kalau bukan masokis.

Di lapis psikis yang lain, Kaisar Hitam sepertinya telah lelah menanggung mimpi buruk yang berulang dan mendesak-desakan perasaan bersalah.

Mimpi buruk itu berisi ingatan akan pembantaian terhadap keluarga dalam sebuah mobil yang dia lakukan. Mimpi buruk yang bekerja sebagai ingatan trautamis dan insomnia. Ingatan traumatis yang menjadi dorongan dari aksi amalnya. Yakni dengan mengirimkan uang secara teratur kepada rekening tertentu. 

Rekening yang belakangan baru diketahui ditujukan untuk anak perempuan yang selamat dari pembantaian tersebut. Anak perempuan yang ternyata juga bertahun-tahun lama mencari tahu siapa Kaisar Hitam yang telah menanamkan tragedi ke dalam hidupnya.

Jadi, benturan motif hidup Korporasi Vs. Agen dan ingatan traumatis Vs. dendam yang seperti ini adalah poros ketegangannya.

Situasi konfliktual seperti di atas tidak lantas membuat Polar yang diadaptasi dari novel daring karangan Victor Santos (2012) terjatuh pada penceritaan sederhana perihal orang jahat yang berubah baik atau bagaimana cinta memulihkan orang dari dendam dan trauma. 

Polar membangun jalan cerita yang menuntun audiens pada tiga suasana atau "subplot" sebelum meledak.


Tiga Dunia Menuju Ledakan atau Moralitas yang Acak-acakan

Yang pertama, kumpulan pembunuh masokis yang mengejar keberadaan Kaisar Hitam. 

Kumpulan yang membantai sadis daftar yang menggunakan nama Duncan Vizla. Sadisme yang ditampilkan lewat adegan peluru yang dihamburkan dengan brutal dan darah yang memercik kemana-mana sembari ditingkahi oleh tawa atau percakapan-percakapan remeh para pembunuh. Sadisme yang juga menghidupi denyut darah Blut, si bos Democles.

Kedua, dunia si Kaisar Hitam sendiri. 

Sebuah dunia sehari-hari yang mulai menepi dari kota besar dan tugas-tugas yang memicu aksi sadistik. Dunia itu berporos pada sebuah pondok di dekat danau yang sedang diselimuti salju. Sementara di dalamnya, ada seorang lelaki yang menuju paruh baya sedang memulihkan kelembutannya. 

Misalnya dengan mencoba memelihara anjing yang kemudian tertembak mati karena reaksi tak sadar terhadap mimpi buruk. Atau berusaha memelihara ikan mas Koki di akuarium dengan menggunakan buku panduan. 

Mads Mikkelsen berhasil memainkan karakter ini dengan begitu hidup. Matanya yang sendu dan wajahnya yang tirus seperti jendela yang menyembunyikan riwayat getir seorang pembunuh bayaran kelas dunia bersama rasa bersalah yang tak berkesudahan. 

Ketiga, dunia anak perempuan yang menjadi korban pembantaian Kaisar Hitam, yang nanti ketahuan di menjelang akhir. Anak perempuan yang merupakan satu-satunya tetangga Kaisar Hitam di danau dengan salju yang terus turun. Anak perempuan bernama Camille (yang diperankan dengan baik oleh Vanessa Hudgens), yang selalu murung, penuh dendam namun tak berdaya.

Dunia ketiga inilah yang secara rapi cukup sukses disembunyikan sepanjang cerita. 

Karena itu, yang tampak adalah perburuan satuan pembunuh Democles terhadap Kaisar Hitam yang berakhir dengan kekalahan telak. Blut kemudian menggunakan taktik yang lazim yakni dengan mengeksploitasi sisi yang lemah dari seorang laki-laki. Ia menculik Camille, membuatnya kritis dengan narkotik. Selain itu, dia juga menjebak Kaisar Hitam dengan menggunakan mantan agen sepuh. 

Audiens mulai tahu jika ketegangannya kini menyisakan sedikit babak saja sebelum ending. 

Kaisar Hitam disiksa (dengan aksi mutilasi yang ditampilkan dengan detil) tapi harus tetap hidup untuk menyelamatkan Camille yang sekarat. Semua yang menghalangi dibantai dengan teknik membunuh tingkat tinggi, seperti pada adegan di lorong sempit (yang divisualisasikan dengan sadisme yang detil, hih!). 

Sesudahnya, dia menegoisasikan pertukaran dirinya dengan Camille yang sebetulnya sedang menyiapkan ladang pembantaian bagi Democles. Semua operasi yang dirancang Blut berbalik arah dan memakan diri sendiri, sesuatu yang sudah diperingatkan Vivian (diperankan Katheryn Winnick, aktris berkebangsaan Kanada), perempuan dengan orientasi seksual sejenis lagi bengis. 

Tak ada yang tersisa dari pertukaran kekerasan atau realisasi dendam selain jalan baru kekerasan. Motif ini jugalah yang kemudian menyatukan Kaisar Hitam dan Camille ke semacam persekutuan taktis untuk memburu dalang di balik pembantaian keluarga Camille. 

Sebuah penutup yang merawat rasa ingin tahu. Khususnya bagi yang seperti saya, yang tidak pernah membaca novel grafisnya Victor. 

***
Catatan Tambahan
Sejak masih dalam novel grafis, pria bernama lengkap Victor Santos Montesinos telah menyebut jika cerita Palor dipengaruhi oleh komik-komik Marvel, novel-novel Trevarian, film Bourne dan Manga; jadi ini sebuah karya yang ambisius. 

Polar sendiri telah menyelesaikan 4 volume dimana volume 2 berjudul Came From the Cold, disusul Eye for an Eye, No Mercy for Sister Maria (vol, 3) dan The Kaisers Fall (vol. 4). 

Baru volume 1 yang berjudul The Black Kaisers, yang digarap Jonas Akerklund. Jonas adalah sutradara yang pernah sukses mendapatkan Grammy Award untuk video klip Madonna yang berjudul "Ray of Light". 

Di mata awam saya, Jonas membuat Polar tampil dengan intensitas "Neo-Noir Fiction atau Black Film" yang cukup berhasil. Dia berhasil memberi efek visualisasi yang kuat dengan adegan-adegan yang mengguncang posisi selera yang terlanjur mengalami penyederhanaan ala sinetron, entah produksi nasional atau akibat impor (selera). 

Penyederhanaan yang melipat kompleksitas dunia manusia ke dalam kategori benar/salah dengan menghindari percakapan tentang seluk-beluk motif, dorongan bahkan narasi tidak terungkap dari riwayat kelam manusia itu sendiri. Riwayat yang seringkali menerima kategorisasi sebagai bentuk kompromi atau adaptasi terhadap dunia orang ramai dimana moralisme hidup dari represi. 

Sederhana kata, munafik! Lantas, apa itu gaya Neo-Noir?

Neo-Noir dapat dimengerti sebagai jenis film drama kriminal yang dihidupkan dari ide tentang ambiguitas moral (termasuk motivasi seksual) dengan desain visual yang didominasi warna hitam dan putih. Dari sudut pandang moralisme atau subyek, film Noir (Noir berarti kelam atau hitam dalam bahasa Perancis), adalah kritik terhadap keberadaan pahlawan atau kebenaran yang tunggal yang berlaku menyeluruh. Dengan maksud lain, film beraliran Noir adalah sejenis serangan terhadap keberadaan "oposisi-biner" dalam cara pandang kehidupan.

Di laman Internet Movie Database (IMDb) film berdurasi hampir dua jam ini memang hanya mendapat rating 6,3.  Tetapi peringatannya tentang dendam, kekerasan dan daya rusaknya memiliki akar-akar psikis yang berkelindan pada sistem yang juga gemar memproduksi kerusakan sejenis. 

Sistem yang selalu menyamarkan dirinya ke dalam moralisme atas nama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun