Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Segar Artikel Utama

Madrasah Ramadan dan "Momen-momen Pembebasan" yang Sederhana

6 Mei 2019   11:42 Diperbarui: 7 Mei 2019   16:32 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: im Hill Psychotherapy

The Body is only an instrument for the Spirit - Rumi

Saya menyambut datangnya Ramadan 1440 Hijriah ini dengan dua "momen pembebasan" yang sederhana. 

Peristiwa Pertama
Kesederhanaan yang bukan karena secara filosofis atau dalam posisi etis, melibatkan percakapan yang rumit bahkan perang wacana yang tidak pendek. 

Isinya membentang di antara perseteruan mazhab ekonomi-politik, versi-versi kebenaran medis hingga keberlanjutan eksistensi manusia. Tidak, alasan di balik keputusan saya bukan karena ini. Terlalu serius! 

Ya, saya genap setahun berhasil menceraikan bibir dari kecupan asap rokok. 

Pada pembukaan Ramadan (bulan Mei setahun lalu) saya memulainya. Setahun bukan perjalanan waktu yang pendek walau belum menjamin perceraian ini sudah di batas tak mungkin rujuk kembali. 

"Bagaimana bisa?" mungkin juga akan menjadi pertanyaan yang tidak berkesesuian bagi mereka yang sudah bertahun-tahun menyelesaikannya. Tapi tetap bukan jenis pertanyaan yang remeh bagi yang baru belajar memenangkan pergulatan-pergulatan kecil. 

Saya hanya merasa berlebih menanggung lelah. Barangkali alasan yang lebih serius karena saya ingin menjungkalkan versi lain dari mitos, "Rokok adalah kawan berbicara dengan pikiran sendiri. Dalam masa tenang atau terlebih masa gonjang-ganjing".

Maka sebulan Ramadan menjadi madrasah yang saya bersihkan dari jejak-jejak asap. Terlebih ketika aroma ikan bakar dan dabu-dabu iris menyisakan pedas di dalam mulut atau harum kopi yang menggaruk-garuk tenggorokan agar segera menjumpai harum tembakau-duh! 

Termasuk percakapan-percakapan yang terasa kurang khidmat tanpa kepulan putih di antara para penuturnya. 

Tapi, tentu saja, kehendak sedemikian tidak muncul semata karena dorongan dari dalam. Selalu ada konteks yang memberi alasan bagi tindakan yang lebih nyata. 

Kondisi eksternal seperti apa yang membuat daya tarung tubuh yang telah sejak berseragam putih biru menyentuh ujung Bentoel Biru hasil dari memenangkan gula-gula Berhadiah? 

Satu kondisi serius lainnya adalah karena kelahiran bocah yang menggunakan nama saya dan kakeknya. 

Dia hadir dan memberi efek pada beberapa pembatasan-pembatasan. Semacam aturan main baru di dalam rumah yang kesepakatan atasnya lebih banyak dilakukan dengan diri sendiri.

Pada mulanya pembatasan itu bernada, "Jangan merokok di dalam rumah!" 

Tanggung. Saya juga merasa jika dengan teknik lokalisasi seperti ini, saya tidak bergerak ke mana-mana. Maka, akan lebih radikal jika, "Tidak merokok sama sekali!" 

Energi untuk mencapai setahun tanpa asap rokok pun bekerja. Kata anak-anak hari ini, Alhamdulillah, semesta ikut bekerja sama! Setahun tercapai juga. Ramadan ke Ramadan tercatat sebagai episode saya membebaskan diri dari kontrol asap rokok. 

Peristiwa Kedua
Peristiwa kedua sekilas terlihat sebagai kebetulan yang menguntungkan. Saya mulanya menduga demikian. 

Syahdan, dalam kumpulan dimana saya berkegiatan sehari-hari sedang berada pada satu transformasi diri yang dirancang oleh seseorang yang sangat kami hormati. 

Transformasi itu adalah ajakan untuk selalu mengajak tubuh berlari. Ajakan yang dimulai setahun lebih awal dari keputusan membebaskan duri dari rokok. 

Sekilas, ini terlihat sebagai sambutan akan gaya hidup sehat yang tengah marak di kota-kota besar Indonesia. Saat itu di masih di kota Sampit. 

Di rekaman statistik akun Strava, hari pertama dimana saya memaksa tubuh yang mulai bengkak bertahap kepada berlari adalah 31 Oktober. Atau 4 bulan sesudah deklarasi diri menghentikan rokok. 

Saya memulainya dengan menggunakan sepatu BABEBO alias Barang Bekas Bos alias sepatu bekas bermerek yang diimpor:

...Mula-mula saya memakai Asics, Adidas dan Nike yang tapaknya sudah terkikis. Asics akhirnya berkarir sebagai sepatu yang menemani saya menembus beratnya rawa gambut. Adidas umurnya tak panjang, tapaknya patah dan pensiun lebih cepat. Sekarang hanya ada Nike.

Saya pun membeli beberapa celana pendek. Yang bermerek produk olahraga terkenal tapi dengan jenis KW yang tak bisa dihitung. Pokoknya nyaman dan tidak rewel dibawa berlari. Seterusnya, saya menyusun jadwal yang longgar di kepala. Kapan saya bisa berlari, saya akan jalani.

Maka sejak permulaan November, tubuh yang pelan-pelan bertambah lingkar pinggangnya ini kubawa berlari dengan capaian jarak-jarak yang pendek, diselingi berjalan kaki. Kemudian jarak ditambah dan berjalan kaki mulai dikurangi hingga ke titik nol. 

Cerita lengkapnya bisa diperiksa pada Berlari, "Healthism" dan Cerita Seorang Amatir.

Singkat cerita, berlari menjadi energi kedua yang menciptakan atmosfir pelengkap dari usaha menghentikan ketergantungan itu. 

Perlahan-lahan dan dengan disiplin mengekang tubuh dari ketidakkonsistenan, saya bersikukuh menjaga jarak berlari saya rata-rata 4 kilometer sampai saat tulisan ini dibuat. Dan saya sudah tidak bermukim di kota Sampit, Kalimantan Tengah. 

Jadi, ini bukan lagi sambutan atas gaya hidup sehat. Ia telah melampaui euforia yang seketika lenyap dimakan rutinitas harian. 

Saya, sedekat ini, merasa sedang berdiri di luar batas ringkih euforia itu.

Sedekat ini juga, saya merasa seolah sedang berada di puncak kendali. Namun saya tahu, godaan untuk kembali kepada jalan lama selalu menitip di setiap tikungan waktu dan kelengahan-kelengahan yang menguntit laksana bayangan sendiri. 

Catatan Pendahuluan: Jalan Masih Panjang, Kekasih!
Semua yang tertulis di atas memang adalah perkara perjuangan terhadap tubuh, terhadap daging. Semacam kehendak untuk mendisiplinkan tubuh pada "posisi etis tertentu" (mungkin dalam konteks preferensi gaya hidup) yang masih di tahap dini.

Karena itu juga, terlalu gegabah jika dikatakan sebagai sebuah capaian keberhasilan. Sebuah kemenangan gilang gemilang dari pertarungan terbesar anak manusia: pertarungan melawan hawa nafsu! 

Sebaliknya, usaha seperti ini hanyalah merupakan bagian kecil dari menghadirkan pengalaman tubuh kepada sejenis tindakan jeda terhadap rutinitas yang mengkondisikan tubuh pada irama setengah urban yang kini juga telah merayakan dirinya kedalam tentakel-tentakel konsumsi. Baik dalam wujud gerai-gerai cepat satu atau fasilitas konsumsi yang sekadar menghabiskan waktu luang (kedai kopi) dan melarikan galau sehari-hari (rumah karaoke?).

Sejenis tindakan yang memang sejak di atas kertas bukanlah perkara yang remeh dan tidak bisa ditakar dalam waktu yang pendek. Sebab itu, ini semua dicatat sebagai sebaris pernyataan PENDAHULUAN dari jejak panjang yang masih menyimpan lika-liku dan tikungan-tikungan tajam tak terduga. 

Ihwal berikutnya yang kini muncul sebagai bagian yang menuntut kesungguhan untuk berbenah adalah bagaimana dengan spiritualitas yang berhubungan langsung dengan ritus bulan suci Ramadan? Ini bagian yang paling kudus. Yang tidak berani saya ceritakan. 

Selamat Merayakan Ibadah Ramadan 1440 Hijriah. Semoga penuh berkah.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun