Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Cerita "Her", Digitalisme dan Intimitas Suram Manusia

17 Februari 2019   14:08 Diperbarui: 17 Februari 2019   14:38 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Her (2013) | Sumber: Analytics India Magazine

Pada mulanya, kondisi seperti ini mengajak kita memeriksa kembali peringatan akan Sangkar Besi Birokrasi-nya Weber atau dalam wujud paling mutakhir, melihat bagaimana "produksi kehampaan dipelihara oleh tangan-tangan teknologi kontrol non-manusia". Termasuk di dalamnya, kita menemukan (kembali) kritik-kritik Teori Kritis tentang kuasa rasio-instrumental dan pembentukan manusia satu dimensi: yang segalanya sudah dipersiapkan oleh sistem kontrol non-manusiawi, yang samar dan canggih. 

Kritik atau peringatan "abstrak" yang kini tergolong klasik. 

Di depan Bayang-bayang "Homo Deus"
Akan tetapi, bagaimana jika yang kita sebut sebagai kebutuhan akan intimitas, kehampaan atau bahkan perburuan kesenangan seorang Theodore itu tidak lebih dari penciptaan sensasi-sensasi biokomiawi semata? Sesuatu yang secara biologis, bisa diciptakan entah lewat formula tertentu yang disuntikan atau dipasang ke dalam tubuh manusia? 

Bagaimana jika intimitas atau perburuan kebahagiaan di masa depan digitalisme itu hanyalah salah satu obyek dari otoritas saintifik demi ambisi akan keabadian, sebagaimana bisa kita baca dari sudut pandang Yuval Noah Harari dalam kitab Homo Deus? 

Atau dalam bahasa Harari: 

Saat ini, manusia memiliki minat yang jauh lebih besar pada solusi biokimiawi. Tak peduli apa kata para biksu di gua-gua Himalaya mereka atau para filsuf di menara-menara gading mereka, bagi barisan kapitalis, kebahagiaan adalah kesenangan. Titik. 

Seiring berlalunya waktu, toleransi kita pada sensasi-sensasi yang tidak menyenangkan menurun. Baik riset saintifik maupun aktivitas ekonomi dipacu untuk tujuan itu, yang setiap tahun menghasilkan obat penghilang rasa sakit, rasa baru es krim, kasur empuk, dan game-game yang lebih adiktif di telepon pintar kita sehingga kita tidak akan menderita sedetik pun untuk bosan saat menunggu bus, misalnya. 

Semua ini tentu saja tidak cukup. Karena Homo sapiens tidak diadaptasi oleh evolusi untuk mengalami kesenangan terus-menerus, jika itu memang yang diinginkan manusia, es krim dan game telepon pintar tak akan bisa. Diperlukan untuk mengubah biokimia kita dan merekayasa ulang tubuh dan pikiran kita sehingga kita akan bekerja untuk itu. Anda mungkin akan berdebat apakah baik atau buruk, tetapi tampaknya proyek besar kedua abad ke-21 adalah untuk memastikan kebahagiaan global, yang akan melibatkan rekayasa ulang Homo sapiens sehingga ia bisa menikmati kesenangan abadi (dari Homo Deus, terjemahan Alvabet, hal 49).

Maksud saya dari mengutip panjang-panjang prediksi Harari di atas adalah pada tubuh dan nasib Theodore, intimitas atau perburuan kebahagiaan itu adalah (hanyalah) proyek yang tidak terlepas dari bagaimana sains berkembang (di dalamnya meliputi perkembangan supramodern dari ilmu biologi, psikologi dan medis, misalnya) dan makin total mengatur hidup manusia. Sebuah era yang menandai kemenangan positivisme, seperti dalam terawangan August Comte dahulu.

Jadi, kita tidak sedang mendiskusikan kondisi ambivalensi kebahagiaan dalam masyarakat yang terkomputerisasi secara total di bawah energi gerak kapitalisme. Kita hanya sedang melihat serial dari sebuah megaproyek yang tidak akan pernah selesai dimana manusia dan teknologi sedang bergerak kepada satu titik. 

Spike Jonze memang belum membawa kita ke sana. Secara romantik, ia justru memilih menutup Her dengan mengembalikan humanitas Theodore Twombly. Yakni dengan mengembalikannya pada hubungan manusiawi yang langsung dan konkrit.

Her adalah salah satu film favorit, penting untuk merenungkan makna kasih sayang di era yang disruptif. 

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun