Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Cerita "Her", Digitalisme dan Intimitas Suram Manusia

17 Februari 2019   14:08 Diperbarui: 17 Februari 2019   14:38 620
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Her (2013) | Sumber: Analytics India Magazine

Her (2013) adalah salah satu film buatan Spike Jonze yang cerdas.

Film bergenre sains-fiksi romantik ini membuat Spike Jonze memenangkan kategori Best Original Screenplay  di perhelatan Oscar tahun 2014. Film yang berbicara dalam tema besar teknologi dan dampak kemanusiaan. Yang tidak berurusan dengan cinta-cintaan receh. Jenis cinta-cintaan yang jamak muncul pada drama muda-mudi, menjual sensasi kesedihan atau sebaliknya dengan ujung bahagia.

Her menuntun penonton tiba pada kondisi romantik yang sejatinya ambivalen. Kelihatannya klise-karena kita hidup di era dimana apa yang ditunjukan sedang berjalan-akan tetapi justru dari situasi yang sedang dijalani ini, Jonze menyibak soal yang menyibukan para pemikir kebudayaan sejak lama. Khususnya para pegiat filsafat dan sosiologi. 

Seperti apa persisnya kondisi yang disibak dari arus kencang digitalisasi masyarakat dalam bayangkan Spike Jonze?

Kita mulai dengan mengenal profil tokoh utama film berdurasi 126 menit ini, Theodore Twombly. Theodore adalah lelaki, berkumis tebal, berkacamata tanpa memelihara jenggot. Dia hidup di Los Angeles masa depan.

Seseorang yang terlihat serius dengan hidup yang sendiri. Sehari-hari bekerja pada sebuah institusi swasta yang mengelola jasa kirim surat, entah untuk mengatakan cinta atau mengucapkan selamat ulang tahun. Jasa kirim surat cuma boleh ada di tengah masyarakat yang telah kehilangan kemampuan menyatakan perasaan dengan bahasa sendiri tapi masih membutuhkan kejutan yang romantik dalam hidupnya. 

Pun hidup Theodore yang sendiri itu. Ia tak punya banyak orang untuk diajak bercakap-cakap. Ia lebih nyaman menggunakan jasa asisten virtual-seperti suara asisten Google- untuk membereskan urusannya. Dimulai dari mengecek email, membalasnya, membereskan tagihan, hingga membaca gosip selebriti dan kencan dewasa daring. 

Maksud saya, lelaki yang satu ini hanyalah dunia kecil yang makin total terinstrumentalisasi dalam perangkat digitalisme. Atau dalam bahasa Erich Fromm, yang juga menulis The Art of Loving itu, sebagai masyarakat yang terkomputerisasi secara total. Jenis masyarakat yang makin sukar memilah batas antara wilayah publik dan privatnya; masyarakat dengan kuasa Artificial Intelligent (AI) di salah satu poros pengaturnya. 

Celakanya, dalam dunia seperti itu, Theodore hidup bersama penjara ingatan yang selalu sukses mengoyak kesepiannya. Ia pernah punya cinta yang indah. Sisanya adalah rasa sakit. 

Hingga suatu saat, sebuah sistem operasi ditemukan. Sistem bernama OS1. Sistem asisten virtual yang terintegrasi dengan AI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun