Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Sicario-Day of The Soldado", Tangan Hitam di Balik "War Against Terror"

14 September 2018   11:15 Diperbarui: 16 September 2018   06:02 2270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : rock101.com

Membunuh raja bukanlah memulai perang. Tapi mengakhiri - Matt Graver

Sicario adalah film perang melawan narkotik dan obat-obat terlarang. Perang yang melibatkan dua negara bertetangga. Amerika dan Meksiko. Yang melibatkan satuan penegak hukum dengan kartel narkoba; State vs non-state actors. Tapi bukan perang sembarangan.

Jika pada seri sebelumnya, Sicario masih menyisakan pesan tentang dilema lewat pergumulan batin sosok cantik nan keras hati, Kate Macer (Emily Blunt). Dilema yang tampak manakala Kate ngotot mengikuti prosedur investigasi untuk menghukum gembong narkoba. Sementara atasannya tidak mampu berbuat banyak.

Mereka memang memiliki rekor buruk dalam penegakkan hukum sesudah kerja inverstigasi dirampungkan.

Karena itu, orang seperti Matt Graver (Josh Brolin), seorang CIA, dipakai menciptakan kekacauan, memulai dan memenangkan perang. Matt adalah kreator kekerasan. Bahkan tergolong jenis yang obsesif.

Baginya, problematisasi moral dan hukum dalam berurusan dengan kartel hanyalah daftar omong kosong.

Kali ini, dalam edisi  Day of The Soldado, tak ada lagi dilema moral seperti diwakili karakter Kate. Taylor Sheridan, si penulis naskah yang sama dengan edisi 2015, langsung memasukan audiens kedalam cerita mengenai kekuatan-kekuatan yang mengoperasikan War Against Terrorism.


Tangan Hitam dan Perang Melawan Teror
Seri kedua dibuka dengan dua adegan bom bunuh diri. Pertama, dalam rombongan pelintas batas sedangkan kedua, pada sebuah minimarket di Kentucky, Amerika. Para pelakunya adalah lelaki berciri fisik dari Timur Tengah. Dicurigai berasal dari Yaman.  

Pemerintah segera bereaksi lewat tangan Kementerian Pertahanan. Reaksi yang disampaikan kepada khalayak berupa kecaman, solidaritas kepada korban dan peringatan. Sedangkan reaksi yang disembunyikan adalah aksi langsung melawan teror dengan menggunakan maniak sekelas Matt Graver. Aksi langsung yang menunjukan sifat egoistik sang Superpower.   

Matt kemudian melakukan sejenis "False Flag Operation". Operasi intelijen tingkat dewa yang menciptakan kambing hitam pada entitas lain. Dengan begitu, otoritas resmi seperti negara memiliki dalih untuk bertindak.

Pertama, bersama timnya, mengepung salah satu kelompok bajak laut Somalia.

Menuruti kaidah "follow the money", mereka berusaha mengetahui siapa yang menyebrangkan para jihadis itu ke tanah Paman Sam dengan menempuh jarak sekitar 15.344 kilometer menuju Meksiko.

Dari pengepungan ini, muncul nama Carlos Reyes, salah satu bos kartel Meksiko yang memiliki perusahaan pelayaran, penyedia kapal yang mengangkut jihadis itu. Bersamaan dengan itu, ide mengkondisikan perang antar kartel di kepala Matt makin mekar memanggil-manggil.

Kedua, memulai skenario adu domba sekaligus melahirkan diri sebagai penyelamat di dalamnya.

Matt dan Alejandri memulai dengan membunuh pengacara kartel Motomoros. Kemudian menculik Isabella Reyes, anak dari Carlos Reyes. Aksi yang dimaksud untuk menciptakan kambing hitam di dua kartel. Berharap mereka akan perang terbuka, saling bantai dan melemah. Dengan begitu juga, bisnis penyelundupan manusia ke tanah Paman Sam yang lebih bernilai dibanding bisnis kokain paska-11/9 tak lagi berkembang.

Gagasan seperti ini ternyata salah besar, tidak cukup memiliki bukti-bukti dan alur logika yang tidak taat prinsip kebenaran korespondensial.

Para jihadis itu bukan diimpor dari Yaman. Mereka adalah warga negara Amerika sendiri. Terorisme sudah bukan lagi perkara yang asing. Dia telah tumbuh di halaman rumah sendiri.

Bagi Matt atau Alejandro, fakta seperti ini bukanlah alasan mundur diri, apalagi sekedar mengoreksi pendekatan yang dipakainya. Sebaliknya, malah menjadi api yang membakar kemana-mana.

Kekacauan sudah terlanjur mengada, korban kekerasan sudah jatuh, eskalasi harus didorong ke batas tertingginya; semacam cara membersihkan kekacauan dengan meletakkan kekacauan di batas tak tercandrai.

Maka yang kita saksikan hanyalah Matt dan Alejandro yang dimotivasi oleh ambisi membantai habis kartel narkoba; memenangkan War Against Terorrism. Jangan lupakan, Alejandro sendiri adalah lelaki yang menjadi saksi hidup pembantaian anak dan istrinya oleh kartel. Tipikal yang tak bakal mundur sebelum tersungkur.

Dalam dalil geopolitiknya: tidak lagi penting senjata pemusnah massal itu ada atau tidak. Adalah lebih penting Saddam Hussein ditumbangkan atau tidak!

Karena itu juga, Day of The Soldado (Soldado, bahasa Spanyol konon berakar kata pada bahasa Tua Portugis yang bisa berarti Soldier dalam bahasa Inggris) adalah semacam sindiran terhadap pendekatan operasi militer yang diarsiteki para maniak perang alias kaum Neo-konservatif atau yang disebut geng Hawkish dalam politik luar negeri Amerika Serikat?

Pendekatan yang juga memiliki kegemaran memainkan adu domba atau yang disebut sebagai "Proxy War" di negara yang menjadi target dari kontrol dan hegemoni politiknya. Negeri yang kaya sumberdaya alam, memiliki modalitas budaya begitu kaya namun miskin kapasitas mengelola akar-akar kemajemukannya sendiri. 

Seperti negeri.....mu.

Selain aspek yang beraroma pertarungan geopolitik di atas, kita bisa memaknai Sicario:Day of The Soldado dalam konteks hubungan antara pengambilan keputusan politik dan gender.

Film ini membagikan gambar lama dari keputusan perang adalah perkara yang maskulin. Perang diputuskan oleh segelintir laki-laki yang egonya terluka atau ambisinya akan kontrol belum terpenuhi. Para lelaki yang lupa batas dari melayani ambisi dengan menyediakan kerusakan.

Sementara perempuan, entah Kate Macer atau Cynthia Foards, hanyalah suara-suara sumbang dari ambisi melayani ego yang luka itu. Feminitas yang mereka representasikan belumlah memiliki cukup posisi tawar yang membuat keputusan-keputusan brutal batal menjadi policy.

Tentu saja tema besar yang menjadi inti cerita di atas bukanlah perkara baru dalam film Hollywood. Namun, Day of The Soldado tetaplah contoh dari film laga yang tidak jatuh pada sekadar aksi tembak-tembakan semata, yang banjir darah dan kental heroisme gaya Barat. Film yang juga didedikasikan mengenang mendiang Johann Johannsson, sang komposer pada Sicario pertama ini tetap jitu menyisipkan isu-isu geopolitik dan moral faktual yang menggelitik.

Day of The Soldado telah sukses untuk itu!

***   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun