Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Revolusi Gagal Cara "Black Panther"

4 Mei 2018   21:46 Diperbarui: 17 Agustus 2018   09:11 3215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ComicBook.com

Tentulah banyak yang sudah menyimak kisah superhero Marvel yang tayang Februari kemarin. Superhero yang nongol pertama kali tahun 1966 dalam versi komik, kemudian dimunculkan sebagai "catatan kaki" dalam narasi Captain America: Civil War. Kini, dia muncul dalam narasinya sendiri. 

Adalah beda yang cantik dalam tradisi hero-hero-an Paman Sam jika melihat Black Panther berusaha menampilkan ruang yang lebih berkuasa bagi perempuan. Bukan cuma pasukan elit namun juga berada dalam dewan pertimbangan raja yang membuat kita terbayang riwayat perempuan Majapahit. Termasuk juga memberi tempat bagi keyakinan tua yang tumbuh dalam peradaban Melanesia tentang kuasa para leluhur. Keyakinan tua yang hidup dalam sistem religio-cultural dan disebut antropolog sebagai "Cargo cult Mentality". 

Saya kira, dua pembeda ini membuat saya merasa akrab sebagai sesama anak bangsa dari negeri bekas jajahan. Dari perasaan dekat ini, bersemburat ingin mengajak, tentu kepada yang masih sudi membaca catatan film Black Panther, mengutak-atik nasib mereka yang keok. 

Kalah karena tidak layak menang, bukan dikalahkan. Yakni tentang mereka yang diwujudkan oleh karakter Erick "Killmonger" Stevens.      

Terlahir dan hidup di dunia yang maju, terpisah jauh dan diasingkan karena dosa orang tua serta hidup terlepas dari kearifan lokal tanah leluhur adalah bahaya bagi masa depan yang mapan, tenang, berkecukupan dan tentram. Di Black Panther, dalam karakter Killmonger, riwayat yang seperti ini memelihara dendam dan pengorbanan kelas berat demi menuntaskannya. 

Sungguh, ini bukan jenis dendam yang remeh: sekadar meminta diakui sebagai pewaris darah biru Wakanda atau diberi sedikit hak atas penguasaan vabranium. 

Killmonger datang dengan kehendak yang lebih serius dari sebatas pengakuan dan privilege yang melekat padanya. Sesudah melewati penggemblengan diri sebagai satuan tempur elit yang membunuh di perang-perang modern Amerika (ingatlah Irak, Suriah dan Afganistan), ia menginginkan pusat otoritas Wakanda. Dengan begitu, ia boleh membalas kelakuan negara-negara imperial yang menciptakan penindasan terhadap kaumnya dimana saja. 

Tetapi Wakanda dan vibranium bukanlah sekadar negeri, politik isolasi dan perkembangan teknologi tingkat tinggi. Wakanda juga bukan tipe Afrika yang berantakan oleh perang saudara tak ada ujung. Wakanda adalah  negeri dengan positioning historis-nya sendiri. Tak ingin larut ke dalam kacau balau kekinian karena ambisi penaklukan wilayah, perebutan kontrol energi, dan menjadi superior.

Wakanda lebih besar dari jenis citra diri negara-negara imperial. 

Dalam dirinya, hidup sistem peradaban--yang entah bagaimana--bisa menemukan keseimbangan antara tradisi dan modernitas. Di satu sisi, sistem politiknya masih dijaga oleh ritus tradisional. Sebagaimana saat T'Challa alias Black Panther dilantik, ia harus diakui oleh seluruh anak suku anggota konferedasi Wakanda lantas disahkan lewat laku meminum ramuan daun ungu dan dikubur oleh pasir merah agar bertemu para leluhur. 

Sementara di sisi lainnya, Wakanda memiliki ilmuwan dalam laboratorium riset yang mengeksplorasi potensi tersembunyi dari vibranium. Mulai dari teknologi perang, transportasi hingga pengobatan yang canggih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun