Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

[9Th Kompasiana] Kenangan dan Pergulatan Subjek

15 November 2017   09:05 Diperbarui: 15 November 2017   09:49 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Kompasiana.com

Sepertinya kita akan mudah bersepakat bahwa kenangan atau tindakan mengenang bukanlah tentang sesuatu yang diam di masa lalu. Kenangan bukan seperti jejak bisu di belakang langkahmu. Atau serupa bayangan yang bergerak mengikuti gerak tubuhmu. 

Kenangan adalah dunia yang aktif. Bahkan boleh "emansipatif".

Ambil misal begini. Kau hidup pada sebuah kota berukuran sedang. Keramaiannya sedang. Pusat hiburannya sedang. Kau datang dari tempat yang jauh dan jatuh cinta pada seseorang yang juga bukan penduduk yang lahir di kota itu. Cinta kalian tumbuh dan mekar membesar dalam kota yang sedang-sedang saja. Hingga petaka tiba.

Kau dan kekasihmu tidak dinasibkan untuk bersama di masa depan walau kalian telah menjadikan Till Death Do Us Part-White Lion sebagai lagu wajib. Kalian berpisah dengan cara yang tidak dewasa--atau kau yang tidak pernah bisa bersikap sedikit saja dewasa. Kekasihmu pergi dengan harapan akan bahagia yang baru. Hal yang tidak segera terjadi padamu.

Kota yang sedang itu tiba-tiba seperti kutukan. Segala sudutnya, segala persimpangan jalan, segala lokasi idahnya pacaran, kini berubah seperti monster yang datang dari mimpi buruk. Kota mengawetkan kenangan yang memaksamu hidup dengan rasa sesak, sedih, serta kemarahan tak jelas setiap pagi. Kota itu seperti menjadi kamp konsentrasi bagi jiwa-jiwa yang patah.

Semua karena kau tak cukup mampu berdamai dengan kenanganmu. Kenanganmu menjadi kekuatan negatif yang mengendalikan caramu menjalani hidup kekinian. Ini hanya ilustrasi. Jika sama terjadi dalam hidupmu, jangan-jangan kita pernah hidup di masa lalu yang sama? Cieeeh. 

Saya juga memahami kenangan di Kompasiana seperti itu. Terserah jika ini akan membentuk pengertian, "Oh, kenangannya di Kompasiana adalah tentang yang sendu-sendu atau cinta-cinta yang gagal melulu," bagi kepalamu, itu bukan soal yang pokok. Yang pokok adalah kenangan itu aktif. 

Ilustrasi: Eric Garland
Ilustrasi: Eric Garland
Usia akun saya barulah 4 tahun. Umurnya lebih kurang setengah dari umur Kompasiana. Tapi tidak dengan tulisan-tulisan saya.

Tulisan-tulisan saya memiliki tilikan kenangan pada masa yang jauh. Seperti masa kecil hingga remaja di Tanah Papua. Bumi Melanesia yang merawat ingatan tentang pelajaran hidup rukun sebagai bangsa, bantuan perpustakaan pemerintah dalam pembentukan imajinasi (boleh kamu simak di 107 Tahun Jayapura, Sebuah Nostalgia), hingga kekonyolan-kekonyolan asmara SMA zaman Old yang melahirkan dirinya dalam cerita-cerita pendek (bisa kamu baca di Radio Perjuangan). 

Tulisan-tulisan saya memiliki jejak kenangan pada malam-malam yang sepi dengan angin Desember di tepi pantai Utara Sulawesi ketika bacaan zaman kampus masih berisikan semesta konseptual yang membingungkan. Sementara kenyataan di ruang kuliah berisikan salin tempel ide-ide yang usang. Ibarat meniti labirin gelap dengan harapan menemukan cahaya di ujungnya, saya berusaha melaluinya. Saya tidak ingin memahami kenyataan sebagaimana membaca berita. Harus lebih tajam, lebih bermakna (kamu boleh melihatnya di [Cerita dari Manado] Mall dan Kesadaran yang Tersesat) 

Tampak rumit? Kata Mbah Pramoedya, hidup ini sejatinya sederhana saja, yang rumit adalah tafsir-tafsirnya! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun