Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Mendoakan Pemakaman Gerimis

5 Agustus 2017   09:08 Diperbarui: 7 Agustus 2017   16:55 2520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Travel Blog

Saya bertamu ke wajahnya ketika luruh gerimis berjuang menghapus jelaga kesedihan di mata. Dia diam saja. 

Seperti membiarkan seluruh sejarahnya menjadi samudera yang menampung segala rahasia: getir masa lalu, percobaan bahagia yang terus patah, serta doa-doa yang entah direstui untuk siapa. Dia menjadikan dirinya pepatah bahwa pada jiwa yang menyerah, peristiwa memakamkan kesaksian.

Saya selalu dibiarkannya bercengkerama dengan diam. Tenggorokan saya gelisah. Padahal ingin sekali saya menyapa, "Selamat pagi Jiwa, sudahkah bahagia hari ini?"

Tapi dia terus bungkam. Saya merasa disiksa seribu tahun penantian. Serupa berdiri di depan nisan tanpa kuburan.
Saya lalu mengambil selembar bunga kamboja. Pada tubuhnya yang putih, saya pernah membaca sebaris pesan tua.

Kita tak pernah memiliki bahagia yang kau harapkan dari diam di bawah gerimis.
Kita hanya diberi rasa ragu di kamu. Keyakinan di aku. Dan masa depan.
Sisanya, keberanian untuk memilih: membiarkanku tetap dicelotehi diam atau meminum gerimis dari matamu!

Saya mendoakan pesan ini di telinganya. Berharap kata-kata menghancurkan bungkam.
Mendoakan masa lalunya mati bersama pemakaman gerimis.

2017
***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun