Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Freelancer - Nomad Digital

Udik!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tubuh dan Jakarta dalam "Pulang Mandi" Jokpin

28 April 2017   13:19 Diperbarui: 28 April 2017   18:19 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: fashion-model.org

Dalam satu kesempatan, penyair ceking kelahiran Sukabumi ini pernah berujar, puisi adalah perkara bunyi

Dalil itu meluncur ketika dia diduetkan dengan Sapardi Djoko Damono dalam satu dialog yang dipandu oleh Najwa Shihab. Tentu saja, bunyi dimaksud bukan sembarang bunyi. Bunyi bukan saja bisa terdengar seperti puisi yang sedang menyanyi; bunyi yang menciptakan efek estetis terhadap tubuh puisi. Bahkan, boleh terdengar seperti mantra sebagaimana puisi Sepisaupi-nya Sutardji Calzoum Bachri.

Tentang puisi sebagai bunyi ini, saya kira, ia bukan "semata pergulatan pada wilayah estetis" agar indah dibaca-dengar. Elemen estetis menjadi lebih menghentak bila dikombinasikan dengan kapasitas refleksif dari puisi. Kapasitas refleksif pengarang yang daripadanya, pembaca dituntun pada pemaknaan baru atau yang lebih segar tentang satu peristiwa, dunia manusia atau dunia benda-benda. Dengan cara itu, pembaca dan pengarang sedang sama-sama terlibat dalam usaha memaknai ulang atau menunda pengertian terhadap materi dalam puisi yang selama ini terlanjur beku dan kaku.

Dalam proses memaknai ulang (reinterpretasi) inilah, ada pendapat yang mengatakan bahwa puisi atau sastra secara umum memiliki daya literer untuk memungkinkan munculnya "emansipasi". Emansipasi yang, pada tahap awal, bekerja sebagai provokasi terhadap pikiran dan sistem makna individu terhadap eksistensinya juga dunia sehari-hari dan dari proses ini dimungkinkan terciptanya tindakan harian yang lebih menghargai nilai-nilai baik. 

Bagaimana persisnya refleksi puitis itu dikerjakan? Refleksi yang seperti apa? 

Saya akan ceritakan satu puisi yang berjudul Pulang Mandi. Pulang Mandi adalah salah satu karya Joko Pinurbo yang dimuat dalam buku Sehimpunan Puisi Pilihan (Grasindo, 2016). 

Pulang Mandi: Jakarta, Perantauan Tubuh dan Pemulihan Jiwa

Pulang Mandi

Lama minggat ke Jakarta dan tak pernah ada
kabar-beritanya, tahu-tahu ia muncul di depan pintu
dan berseru, “Ayo kita mandi!”
Wajah yang penuh jahitan, tubuh yang hampir rombengan
nyaris tak terbaca kalau tak ia tunjukkan
sepasang tato di pantatnya.

“Berbahagialah orang yang berani mandi,” aku bersabda,
“sebab ia akan menemukan tubuhnya sendiri.”

Maka dalam bahagia mandi ia kelupas karat waktu
pada tekstur hidupnya, kerak kenangan
pada tipografi nasibnya.
“Sakit!” ia menjerit. “Berdarah!”
Mungkin sedang ia lepaskan pakaian kotor
yang lengket dengan tubuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun