Mohon tunggu...
husaini arekha
husaini arekha Mohon Tunggu... Tutor - Perintis,penggerak,peduli

Knowledge seeker

Selanjutnya

Tutup

Puisi

A Rancau

25 Juli 2018   12:27 Diperbarui: 25 Juli 2018   13:06 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Berhentilah mengeluh,sungai telah di keringkan.

Air habis menguap membasahi kemaluan -- kemaluan bau di ibu kota,melangkahlah dalam semak -- semak yang menduri kaki telanjangmu dan temuilah para penjajah.

Mintakan mereka senjata untuk membunuh anakmu sendiri,biar kau buktikan pada dunia ternyata bapakmu pernah menjadi pendedam yang heroik,yang tubuhnya di tanam di tanah -- tanah . yang di buang ke jurang -- jurang .seperti komunis atau militan, apa bedanya. Bagiku semua sama, pemabuk yang kelaparan.

Disini,disamping negeriku yang subur , seorang nenek  hidup menduda,pandai bicara dan sering menggigau,

kemana -- mana membawa tongkat  seperti musa atau mungkin dukun fir'aun . dan sering meramal. Jika musim hujan nanti datang ke rumahnya -  mengetuk pintu seperti tamu,iya sembunyi di bawah sempak mendiang kakenya di belakang truk.seperti bayu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun