Mohon tunggu...
husaini arekha
husaini arekha Mohon Tunggu... Tutor - Perintis,penggerak,peduli

Knowledge seeker

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah dan Jalanan Kita

1 Juli 2018   11:18 Diperbarui: 1 Juli 2018   11:29 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Alunan musik sendu terhenti ketika sebuah pesan seorang kawan muncul di layar hendphone. "Kau harus pulang ,ayahmu sakit ". Seketika waktu seperti berhenti berlalu lalang, angin seperti terserep kedalam tenggorokan dan berhenti di sana untuk mengumpulkan badai jiwa, aku tersentak,hendphone ingin jatuh sendiri ke lantai ketika tangan melemas lunglai. " Ayah, ada apa lagi,bukankah kau sudah sembuh dan bisa berjalan lagi,?".  Aku membatin dalam pertarungan antara kepanikan dengan keingin tenangan .

Lalu telephone keluarga masuk bertubi -- tubi ,tak ku hiraukan. Seolah tak peduli,aku tau ayah akan baik -- baik saja. Aku meyakinkan diri, dan aku harus yakin .

" Pulang sekarang,".  Kata kawanku  lewat voice messege meruntuhkan keyakinanku soal kesembuhan ayah.

Aku mengambil motor dan bergegas pulang ke sana ,ke tanah kelahiranku yang jauh di sana, yang kata orang adalah tanah purba.

2 jam perjalan dari Mataram ke pelabuhan kayanga rasanya seperti berjalan setengah hari yang lama, pun begitu dengan 4 jam dari kayangan ke sumbawa kota - sebuah perjalan menuju pulang yang terdramatisir.  

11.30  malam aku tiba di kota ini, aku menelphon kawan yang sedari tadi menunggu di pangkalan hartop, " joe, aku sudah di kerato," kataku tanpa salam .

Dalam 5 menit ,joe sudah di depanku dengan beberapa teman,  kedatangan 7 orang teman sekampung bersama joe ini, menambah keraguanku tentang kondisi ayah.

" Kita harus pulang sekarang heb," joe membuka percakapan dengan sangat cepat.

Di atas, awan kelihatan semakin menghitam ,suara halilintar mulai bertalu -- talu, sahut menyahut dari arah barat dan timur. Hujan akan turun.

Disini aku benar -- benar merasakan sedih mencabik -- cabik naluri kelakianku,sedih dengan kondisi ayah juga kondisi jalanan yang di akan di guyur hujan . Kondisi ayah yang orang -- orang tak kabarkan secara jelas, kondisi jalan tanah sepanjang 63km menuju kampungku di pegunungan sana, di tambah dengan perjalan pulang pada jam 12 . 00 malam dengan bumi yang sedang di guyur hujan.

Aku dan joe meninggalkan kota, 50 menit perjalan kami telah di sini, di jalan yang seperti sungai bebatuan itu , yang kata pejabat  " jalanan monnyet," jalan yang harusnya di lalui binatang,atau pemburu berkuda yang mencari babi hutan .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun