Mohon tunggu...
Kak Memo
Kak Memo Mohon Tunggu... Kolumnis

Freelancer

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Cancel Culture" dan Tantangan Akuntabilitas di Indonesia

10 Februari 2025   17:17 Diperbarui: 10 Februari 2025   20:39 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cancel Culture dan Akuntabilitas (Sumber:Dokumen Pribadi)

Fenomena cancel culture kian menjadi perbincangan global, termasuk di Indonesia. 

Awalnya, praktik ini muncul sebagai respons terhadap individu atau institusi yang dinilai melanggar norma sosial, moral, atau etika tertentu. 

Para pelaku cancel culture menuntut pertanggungjawaban dengan menekan agar individu yang bersangkutan kehilangan jabatan, pekerjaan, atau reputasi mereka di ruang publik. 

Namun, dalam perkembangannya, cancel culture bukan sekadar alat untuk menuntut akuntabilitas, tetapi juga menjadi medan pertempuran antara kebebasan berekspresi dan tuntutan sosial yang terus berubah.

Di lingkungan akademik, misalnya, para dosen atau peneliti yang mengeluarkan pernyataan kontroversial terkait isu ras, gender, atau orientasi seksual semakin sering menghadapi seruan untuk diberhentikan. 

Sebagian pihak melihat ini sebagai langkah maju dalam menegakkan standar etika di dunia pendidikan, sementara yang lain menganggapnya sebagai ancaman terhadap kebebasan akademik. 

Di luar ranah akademik, selebritas, tokoh publik, bahkan politisi di Indonesia juga tak luput dari gelombang cancel culture.

Namun, perdebatan tentang cancel culture kerap terjebak dalam dikotomi sempit: apakah ini fenomena positif atau negatif? 

Pendekatan Transition Design, yang menyoroti cara sistem sosial beradaptasi dengan perubahan, menawarkan perspektif yang lebih luas. 

Dengan menggunakan konsep Multi-Level Perspective (MLP), cancel culture dapat dilihat sebagai inovasi sosial yang lahir dari kegagalan sistem akuntabilitas yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun