Setiap menjelang Lebaran, pusat perbelanjaan mendadak penuh sesak.Â
Antrean panjang di kasir, rak-rak yang hampir kosong, hingga promo besar-besaran dari berbagai brand menjadi pemandangan yang selalu terulang setiap tahun.Â
Seolah-olah ada sebuah keharusan untuk membeli sesuatu yang baru menjelang hari raya, entah itu pakaian, gadget, atau sekadar hampers mewah.Â
Fenomena ini bukan sekadar soal konsumsi biasa, tetapi lebih kepada konsumsi mencolok—sebuah kebiasaan membeli sesuatu bukan karena kebutuhan, melainkan untuk menunjukkan status sosial.
Tak bisa dimungkiri, Lebaran memang membawa atmosfer yang berbeda.Â
Ada keinginan untuk tampil lebih baik, lebih rapi, lebih segar, dan—tak jarang—lebih mewah dibanding hari biasa.Â
Baju baru menjadi semacam simbol kesempurnaan dalam perayaan.Â
Bahkan, dalam beberapa keluarga, membeli pakaian baru bukan sekadar tradisi, melainkan semacam kewajiban yang jika dilewatkan akan terasa ada yang kurang.Â
Namun, pertanyaannya, apakah semua ini benar-benar kita lakukan karena kita butuh, atau hanya karena kita tidak ingin terlihat "biasa saja" di mata orang lain?
Conspicuous consumption ini semakin diperkuat oleh media sosial.Â