Mohon tunggu...
K.R. Tumenggung Purbonagoro
K.R. Tumenggung Purbonagoro Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pengamat dan Suka Menulis Twitter: twitter.com/purbonagoro

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babak Baru Kesadaran Covid-19 di Kalangan Kyai NU

14 Juli 2020   14:11 Diperbarui: 14 Juli 2020   14:51 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Campaign NU Lawan Corona

Seorang sahabat mengabarkan melalui telepon, bahwa adiknya beberapa hari ini terjangkit virus Corona. Sudah seminggu lebih musti di rawat secara isolatif di sebuah rumah sakit. 

Dengan segala pembatasannya, dia mengalami kebosanan yang luar biasa karena tidak interaksi dengan dunia luar. Kesempatan berkomunikasi via phone dengan kakaknya tentu menjadi seperti sebuah kemewahan. 

Tertumpah semua pengalaman 'pahit'-nya sebagai pasien Covid di sebuah rumah sakit. Sampai dengan saya menulis ini, yang bersangkutan belum dinyatakan sembuh. Mungkin karena mendapat tumpahan tersebut, sekonyong-konyong sahabat tersebut menelepon saya untuk sekedar menumpahkan ulang isi hatinya.

"Cepat atau lambat, mahluk itu semakin mendekat ke kita. Kita tak pernah tahu, siapa di antara kita atau keluarga kita yang akan mendapat giliran bertemu dengan virus mematikan tersebut', katanya dari ujung telepon. Saya hanya mendengarkan, sambil sesekali merespon memberikan empati.

Pengalaman kematian dari saudara iparnya di Jawa Timur akibat Covid menjadikan ceritanya semakin emosional. Sebelum adiknya terjangkit, saudara iparnya terlebih dahulu meninggal dunia dalam hitungan jam setelah gejala serangan Covid19. 

Almarhum iparnya bertugas di bagian pelayanan kelurahan setempat, setiap hari bertemu puluhan bahkan ratusan orang berganti. Tak terdeteksi dari mana virus tersebut berasal, yang jelas demam malam-malam esoknya baru dibawa ke rumah sakit, siang menjelang sore langsung nafasnya tak bisa berlanjut lagi. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Saya tak perlu melihat mimik mukanya untuk mengetahui betapa dalam kesedihan, disertai kepasrahan tak terbatas. Sebuah ekspresi kepasrahan khas warga nahdliyin Jawa Timuran yang memandang beban dunia separuhnya bisa dipikul dengan tirakat dan istighosah.  

Di Jawa Timur, korban akibat pandemi corona ini menempati rangking tertinggi. Nyatanya memang banyak kyai-kyai panutan warga NU yang tidak mempercayai Corona. Salah satu kyai berpengaruh jebolan pesantren berpengaruh di Jombang yang pernah saya temui, menyatakan dengan serta merta dirinya tak percaya Corona. Baginya, Corona itu adalah konspirasi belaka, tak lebih dari kepentingan kaum kapitalis untuk jualan 'obat'.

Atau, mungkin bukan tidak percaya. Jikapun percaya, mayoritas meyakininya dengan tingkat kepasrahan yang super tinggi: bahwa nyawa adalah hak Yang Maha Kuasa untuk meniup ataupun mengambilnya. Jadi tidak perlu takut, hidup tetap produktif seperti normalnya. Barangkali, itulah mengapa di Jawa Timur, pemerintah setempat sepertinya kewalahan untuk mengajak dan mengedukasi warga mempraktikan physical distancing.

Rabu malam, 1 Juli 2020, seorang kyai kenamaan di Jombang keturunan langsung Hasyim As'ari meninggal dunia. Media nasional -- kecuali media online -- mungkin tak terlalu memberitakan kabar meninggalnya tokoh NU dari dari kalangan Bani Hasyim tersebut, tetapi kabar tersebut pasti merata di seluruh jejaring pesantren dan kyai NU. Di sebuah media online diberitakan, KH Ahmad Zaki Hadziq atau yang akrab disapa Gus Zaki, salah satu cucu pendiri NU KH Hasyim Asy'ari, meninggal dunia. Di berita itu sebutkan Kyai meninggal karena demam berdarah (DBD), tetapi senyatanya almarhum Kyai meninggal karena Covid19. Dikuburkan di permakaman keluarga, tetapi kabarnya almarhum dipulasara dan dimakamkan berdasarkan prosedur Covid19. Cerita ini tentunya cukup menjadi rahasia keluarga dan orang terdekat saja.

Berbeda dengan yang di muat di media, jejaring kyai NU se-nusantarap sesungguhnya juga tahu, bahwa almarhum Kyai meninggal karena serangan Covid19. Ini menjadi pukulan berat bagi kalangan kyai NU, utamanya bagi kalangan yang belum percaya Covid19. Sebuah diskusi kalangan anak muda NU menyimpulkan, meninggalnya ulama keturunan hadratussyaikh pendiri NU tersebut mengubah konstalasi sikap para kyai pesantren terhadap Covid19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun