Mohon tunggu...
Claudio Tumbel
Claudio Tumbel Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng. Selain mempelajari ilmu filsafat, menekuni pula bidang cinematografi, fotografi serta musik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Semangat Muda, Inspirasi Pahlawan I. S. Riyadi

9 Desember 2018   12:32 Diperbarui: 13 Desember 2018   07:58 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Jas Merah -- Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Ungkapan Soekarno itu menunjukkan bahwa orang harus melihat sejarah agar dapat belajar dari para pahlawan bangsa yang dengan tulus ikhlas berkorban jiwa dan raga demi kemerdekaan Indonesia. Begitu besar jasa mereka untuk melawan penjajahan demi keutuhan ibu pertiwi yang tercinta.

Ignatius Slamet Riyadi, seorang pahlawan yang telah menunjukkan keteladanan luar biasa soal cintanya yang penuh dan tulus dalam mempertahankan NKRI. Ia wafat di medan pertempuran pada usia belia, belum genap 24 tahun. Ia ditugaskan untuk memberantas kelompok separatis yang ingin membentuk Republik Maluku Selatan.

Semangat juang Slamet, membuat orang-orang begitu menghormati dan mengaguminya. Di Surakarta, Jawa Tengah, mereka membangun sebuah patung untuk mengabadikan namanya. Selain itu ada beberapa lembaga yang menggunakan nama Slamet Riyadi seperti, Rumah Sakit Tentara Slamet Riyadi Solo dalam naungan kodam IV/Diponegoro, Universitas Slamet Riyadi milik Yayasan Pendidikan Tinggi Slamet Riyadi serta SMP Katolik Slamet Riyadi milik Yayasan Slamet Riyadi. Nilai-nilai pengorbanan dari sang pahlawan memberi semangat baru bagi generasi bangsa mendatang agar semakin menyadari tujuan hidup yaitu demi perkembangan negara menjadi lebih baik.

Perjuangan para pahlawan saat itu memang sesuai dengan konteksnya. Mereka senantiasa berusaha mati-matian dan siap menanggung konsekuensi nyawa sebagai taruhan demi keutuhan NKRI. Untuk zaman ini, bagaimana dengan kita? Tentu kita tidak perlu mengangkat senjata atau bergerilya di hutan-hutan, kendati memang harus siap siaga. Tantangan kita saat ini lebih kepada bagaimana kita secara pribadi membangun negara dengan baik.

Faktor globalisasi ternyata memberi pengaruh yang luar biasa  bagi pola pikir dan gaya hidup manusia. Globalisasi merambah segala bidang kehidupan, teristimewa bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya yang secara perlahan mulai menggerogoti ideologi bangsa.

Tantangannya adalah bagaimana pemimpin bangsa ini mampu mengonkretkan perjuangan para pahlawan itu dalam segi kemerdekaan, keadilan, kedamaian dan kesejahteraan bangsa Indonesia. Jelas bahwa akhir-akhir ini, realitas hidup berbangsa diuji oleh sikap-sikap para pemimpin yang hanya mengutamakan kepentingan pribadi, yang terjadi lewat praktik korupsi. Tak jarang banyak dari mereka akhirnya ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Anehnya, perilaku ini terus berulang tanpa ada rasa malu sedikit pun.

Selain itu, gerakan radikalisme, terorisme dan intoleransi berkembang sangat cepat dan memberi dampak buruk bagi kehidupan berbangsa. Tapi, di satu sisi banyak pihak berusaha untuk melawan dengan caranya masing-masing untuk tetap mempertahankan NKRI.

Adapun, penyebaran berita bohong (HOAX) dan ujaran kebencian melalui media sosial menjadikannya sebagai media yang terlihat negatif, padahal tidaklah demikian. Media sosial dibuat agar kiranya para pengguna dapat saling membantu dan mendukung satu sama lain, bukan sebaliknya. Menanggapi suatu berita atau informasi, seseorang hendaknya memastikan dahulu secara objektif dan tidak menelan mentah-mentah informasi yang belum ada kepastiannya.

Maka, demi keutuhan bangsa, hendaklah setiap orang tetap berpedoman pada Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara. Merenungkan Pancasila merupakan momen untuk melihat kembali nilai-nilai yang diperjuangkan oleh para pendahulu kita dan relevansinya bagi perjuangan bangsa dimasa kini.

Sebelum wafatnya, Slamet sempat menitipkan pesan kepada ajudannya Djoko, bahwa bila kelak ia meninggal dalam pertempuran, tubuhnya tidak usah dibawa pulang ke Jawa. "Tanah Ambon yang indah ini juga bagian dari Tanah Air saya". Demikianlah ini menjadi pesan terakhir Brigadir Jenderal Anumerta Ignatius Slamet Riyadi agar kita semakin mencintai dan saling bergotong-royong membangun bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun