Mohon tunggu...
Tumangger z
Tumangger z Mohon Tunggu... Penulis - Aksara

La Tahzan, Yakinlah semua berawal dari kecil, tidak ada yang mudah kecuali kita bersungguh-sungguh untuk memudahkannya atas kehendak-Nya pula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wilde Scholen

8 Agustus 2020   08:47 Diperbarui: 8 Agustus 2020   09:07 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada satu kalimat yang menarik menurut saya kali ini yang pantas untuk di Ulik. Ialah Wilde Scholen atau disebut juga sekoah liar.

Mendengar kata sekolah liar agaknya bagi kita digenerasi semi modern ini terdengar asing dan lucu. Bagaimana mungkin ada sebutan kata liar dalam sekolah sedangkan sekolah bukanlah seperti binatang buas yang banyak sekali di tepi hutan sana melainkan sekolah biasanya yang menjinakkan si liar itu sendiri.

Nah, kalau begitu apa sih yang dimaksud dengan sekolah liar ini? Yang jelas Sebutan ini pertama kali saya dengar atau saya baca dari tulisan seorang kontrolir yang berasal dari Belanda bernama Dr. J.J Van de Velde.

Beliau telah menuliskan di buku harian perihal semua kegiatannya selama bertugas di Sumatera terkhusus di Aceh dan dirangkum dalam buku yang berjudul surat-surat dari sumatera.

Tepatnya di Seulimeum pada 14 Maret 1934.  Seorang kontroler tersebut melakukan perjalanan ke Sibree, Aceh. Saat pertengahan jalan itu beliau singgah disebuah benteng tua di Indrapuri peninggalan semasa jaman perperangan Aceh.

Bangunan tua ini sudah lama tak terjamah lagi hingga mengalami keruntuhan disebagian sisi dan tertutupi olek semak belukar.  Tetapi berkat inisiatif seseorang kini bangunan tersebut telah dibersihkan dan menyulapnya menjadi sebuah sekolah agama di bawah pimpinan Teungku Syekh Ibrahim.

Berbagai rentang umur yang belajar di sana dengan kegiatan belajar seperti baca Alquran, menghafal, belajar bahasa Arab, menggambar kaligrafi dan juga baca tulis bahasa Melayu.

Pasalnya sekolah ini berada jauh di pedalaman dan belum ada akses apapun disana tepatnya sebelum Indonesia merdeka. Uniknya sekolah jaman dulu bayaran untuk gaji tenaga pendidik itu ditanggung oleh orang tua murid dan bisa dibayarkan dalam bentuk apapun, sehingga kerap kali murid membawakan berbagai hasil kebun maupun ternak misalnya saja seperti beras, ayam, ubi, pisang dan berbagai hasil-hasil kebun lainnya.

Maka dengan keadaan dan budaya seperti itu pula sekolah ini disebut sebagai sekolah liar yang berarti sekolah dipedalaman dengan sistem yang dibangun sendiri. Tak punya kurikulum pendidikan melainkan rancangan sendiri dan upah yang menjadi honorer gurunya bisa berupa apa saja, yang penting dapat di makan maupun gunakan. Demikianlah disebut sekolah liar.

Sekolah seperti ini tidak hanya di Aceh, bahkan di berbagai daerah lainnya kala itu banyak berdiri sekolah-sekolah liar demi mencerdaskan rakyatnya termasuk juga di Sumatra Barat -minangkabau dan juga dibeberapa daerah pelosok pulau Jawa.

Tempo dulu memang masa peperangan dan terbilang gawat darurat, disebabkan penjajahan yang bersuaka di tanah air menjadi suatu kegentingan di masyarakat kampung. Namun perihal itu pendidikan tetap harus terjalankan walau bagaimanapun caranya, sebab ilmu adalah yang paling utama dalam segala hal termasuk perjuangan untuk kemerdekaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun