Mohon tunggu...
Tulus Hasudungan Pardosi
Tulus Hasudungan Pardosi Mohon Tunggu... Profesional -

"Bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Hanya orang Biasa yang diberikan Tuhan kesempatan dan pengalaman Luar Biasa."

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Menulis Karena Ayah

6 Mei 2012   15:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:37 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menulis Karena Ayah

Oleh: Tulus H Pardosi

Sebelumnya, perkenalkan saya adalah penulis baru dalam Kompasiana. Sebetulnya, saya adalah orang yang paling malas dan tidak suka untuk menulis. Bagi saya, lebih mudah menyampaikan Ide, pemikiran, dan pendapat melalui Berbicara langsung dan bukan melalui tulisan. Selain itu, saya juga sangat sulit ketika ingin merangkai kata-kata agar sistematis ke dalam bentuk suatu tulisan.

Pertama kali saya beranikan untuk menulis itu karena saran, dukungan, dan “desakan” dari ayah saya. Awalnya, kami sering menonton Televisi bersama dan program yang paling sering kami tonton adalah Berita, Debat, dan diskusi-diskusi public mengenai permasalahan Hukum yang ada di bangsa ini. Sebagai contoh: Metro TV, Indonesian Lawyer Club (ILC), dan berbagai berita lepas yang ada di setiap Media Pemberitaan Elektronik seperti Seputar Indonesia, Liputan 6, Apa Kabar Indonesia, Suara Anda Metro TV, dan masih banyak lagi.

Sebagai Seorang Lulusan Fakultas Hukum, saya tidak henti-hentinya mengomentari berbagai berita dan permasalahan hukum yang muncul di pemberitaan maupun diskusi di Televisi. Ada banyak hal yang tidak sesuai dengan pemikiran saya yang selalu saya komentari di depan Televisi.

Mulai dari Perkara mengapa hukum tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas, di situ saya memberi komentar yang kontroversial pada ayah saya. Begitu pula ketika ada Kasus Pencurian sandal Polisi. Di situ saya malah lebih mendukung si Polisi dan bukan si anak yang dihukum, tentunya dengan berbagai argumentasi hukum yang ada. Belum lagi ketika saya mengomentari Putusan M. Nazaruddi yang saya anggap malah terlalu tinggi, yang padahal saat itu banyak public yang menganggap terlalu rendah.

Artinya, saya selalu memberikan pendapat dan pemikiran yang Kontroversial. Bahkan pada saat KPK ingin melakukan penetapan tersangka pada Angelina Sondakh, saya malah memberi komentar yang menyudutkan KPK.

Tapi yang membuat saya bersyukur adalah ayah saya terus mendorong dan menyuruh saya untuk menuliskan itu di Media Sosial agar dapat dibaca oleh masyarakat.

Ayah saya bilang: “kalau kamu Cuma ngomong di rumah aja, gag ada yang bakal denger. Mending kamu tulis aja, entah di Surat Kabar, Blog, atau Media apa pun. Kalau masalah Kontroversial, yah gag masalah. Justru itu akan memancing berbagai reaksi dan opini masyarakat. Siapa tau pendapat kamu bias membantu dan memberikan sudut pandang pemikiran lain terhadap suatu perkara.”

Berdasarkan saran dari ayah saya itu, akhirnya saya mencoba menjadi Kompasianer dan menulis. Tulisan pertama saya adalah “Hukum Progresif dalam Kasus Xenia Maut”. Dan yang kedua adalah: “KPK: Lembaga Superbody / Superbodong”.

Awalnya bingung dan sulit karena saya tidak tau cara menulis yang benar. Selain itu, saya juga “takut” apabila tulisan saya menyinggung pihak-pihak tertentu dan dianggap sebagai pencemaran nama baik. Namun ayah saya tetap bilang, “gag masalah. Coba aja terus.”

Dan ternyata, menulis itu menyenangkan. Terlebih lagi ketika kita melihat tulisan kita dibaca oleh beberapa, puluhan, dan bahkan ratusan orang. Belum lagi ketika mendapat komentar. Rasanya puas sekaliiii… :)

Buat para Kompasianer, tetaplah menulis. Karena kalian sadari atau tidak, ternyata tulisan-tulisan dari kalian banyak menginspirasi orang-orang banyak. Bagi kawan-kawan yang belum pernah menulis, mari mulai menulis.

Tulisan dapat dimulai dari kritikan terhadap suatu hal, informasi-informasi terbaru, hingga pada sekedar pengalaman pribadi. Mungkin kita berpikir informasi yang akan kita berikan adalah sepele. Atau kita merasa pengalaman pribadi yang akan kita tulis gag bermakna. Ada juga mungkin yang berpikir pendapat dan kritik yang akan kita berikan terlalu bodoh. Tapi itu tidak masalah. Apa yang kita anggap bodoh, sepele, atau tidak bermakna, mungkin saja bisa bermanfaat bagi orang lain. Karena itu, Marilah menulis.

Dan untuk para Kompasianer, mulailah memberikan “komentar” pada setia tulisan yang and baca, selayaknya Kaskuser memberikan “Cendol” kepada Kaskuser lain. Hehehe…

Tanpa kalian sadari, Hits dan Komentar yang kawan-kawan berikan itu bias menjadi Stimulan dan penyemangat bagi para penulis untuk terus menulis. Baik Positif maupun Negatif, setidaknya para penulis merasa ada tanggapan dari tulisan mereka. Untuk komentar Positif dapat menjadi penyemangat untuk tetap berkarya dan untuk Komentar Negatif juga dapat dapat menjadi penyemangat untuk memperbaiki tulisan ke depannya dan terus berkarya.

Untuk, itu mari budayakan Menulis dan berkomentar… :) :)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun