Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Dari Sepuluh, Hanya Satu", Nada-nada Nelangsa?

17 Juni 2021   08:40 Diperbarui: 17 Juni 2021   08:52 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Dari Sepuluh, hanya Satu:" Nada-nada Nelangsa?

JC Tukiman Tarunasayoga

 

Pada mulanya adalah kata, dan kalau kata itu menjadi bersama-sama, apalagi dirangkai  dengan kata-kata lainnya; jadilah kalimat. Pada mulanya adalah kalimat, dan ketika kalimat itu menjadi kata-hati karena sedang mengungkapkan perasaan hati orang yang sedang mengatakannya; jadilah kalimat itu ungkapan perasaan. 

Pada mulanya sekedar ungkapan perasaan, namun kalau ungkapan perasaan itu muncul dalam konteks tertentu, kalimat ungkapan perasaan itu menggambarkan dominasi nuansa hati;  seperti misalnya dominasi nuansa hati sedang nelangsa, sedih, protes, berfikir negatif, tidak berdaya, menyindir. 

Namun sebaliknya, mungkin saja dominasi nuansa hati mengungkapkan yang serba ceria, penuh syukur, sorak-sorak bergembira, positif, bergairah-penuh semangat, Laudato Si.

Sekedar contoh, ketika anak saya menjadi salahsatu yang terpilih: "Dari ratusan calon terseleksi, hanya lima lolos,"  dan salahsatunya anakku; itu berarti dengan ungkapan ini saya sedang merayakan kegembiraan, bangga, penuh semangat dan syukur, Alleluia. Perasaan  yang sama sangat terlihat di ungkapan ini: "Dari ratusan Negara di dunia, Indonesia satu-satunya Negara paling dermawan." 

Berita ini mengungkapkan kebanggaan luarbiasa, apalagi dalam konteks sedang berjibaku mengatasi Covid 19.  Ungkapan lebih menunjukkan syukur sangat boleh jadi muncul: "Ing atase lagi rekasa," kendati masih sedang penuh keprihatinan, terbukti kedermawanan Indonesia dicatat dunia. Banggalah, mosok nelangsa?

Bagaimana sebaiknya kita memahami ungkapan senada, misalnya ada orang mengatakan: "Dari 10 cewek cantik itu, hanya satu berambut panjang?" Ungkapan itu sangat boleh jadi sekedar "bergumam heran" seraya barangkali menyayangkan mengapa semakin sedikit jumlah perempuan berambut panjang.  Akan tetapi, nuansanya mungkin saja sangat berbeda apabila ungkapan itu dinyatakan dalam suatu kontes kecantikan; atau dalam pembicaraan serius perihal nilai-nilai budaya yang tergerus arus zaman. Maknanya akan berkembang melebar lagi kalau ungkapan tadi berubah sedikit, menjadi: "Dari sepuluh cewek cantik itu, hanya satu berasal dari desa."  Ungkapan itu ada/mengandung nuansa dikotomik antara desa -- kota, bahkan boleh jadi mengesankan "memuji" cewek kota.

Makna kata, apalagi kalimat, terbukti sangat besar korelasinya dengan konteks ketika kata atau kalimat itu diucapkan/disampaikan. Tentu di samping harus diperhatikan konteksnya, sangat besar juga korelasinya kata atau kalimat itu sedang diungkapkan oleh siapa. Kalau hanya si Badu yang mengatakan: "Dari 10 pejabat kabupaten, hanya satu berasal dari Desa saya;"   ungkapan Badu itu akan menjadi angin  lalu belaka dan tidak bermakna apa pun.  

Lain halnya kalau kalimat itu dikatakan oleh Bapak Bupati, makna dan dampaknya dapat bermacam-ragam. Sangat boleh jadi, Bapak Bupati sedang berbangga hati, atau sebaliknya "sedang mau sombong." Apakah Bapak Bupati sedang mengungkapkan perasaan nelangsa? Rasanya tidak. Bagaimana kalau kalimatnya berubah, menjadi: "Dari sepuluh pejabat kabupaten, hanya satu miskin." Nelangsakah, banggakah, proteskah, diskriminatifkah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun