Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Asor-timbang: Refleksi Kultural Huru-hara Politik

9 Maret 2021   08:26 Diperbarui: 9 Maret 2021   08:43 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Asor-timbang: Refleksi Kultural Huru-hara Politik

Oleh JC Tukiman Tarunasayoga

 

Tidak salah jika ada catatan tebal di benak masyarakat betapa dalam dunia perpolitikanlah yang paling sering timbul hura-hara. Ada yang berdurasi sangat singkat, sebutlah "sepasar bubar," tetapi juga ada dan akan ada yang berlangsung cukup lama. Singkat atau pun lamanya durasi huru-hara itu,  pada umumnya sangat bergantung pada proses hukum yang menyertainya.

Sebelum huru-hara meletus atau terjadi, sebenarnya selalu ada kaidah atau nasehat kultural yang pasti sangat dikenal oleh siapa pun. Di antara nasehat kultural itu, asor-timbang adalah salahsatu pertimbangan kultural yang dengan sangat jelas dan singkat menegaskan: Pertimbangkanlah asor-timbang sebelum timbang asor. Kelihatannya hanya dibolak-balik saja idiom itu, padahal maknanya sangat mendalam dan berbeda makna.

Idiom asor-timbang menasehatkan dua hal sangat mendasar bagi siapa pun yang akan melangkah atau melakukan aksi, karena nantinya pasti bakal menimbulkan huru-hara. Nasehat pertama ialah, pikirkan apakah Anda bakal "lelawanan karo sing dudu timbang," atau dengan bahasa gaulnya level gak sih?

Nasehat kultural ini menegaskan, janganlah berlawanan dengan orang atau pihak yang sebenarnya gak level; bukan saja tidak adil melakukan perlawanan semacam itu; tetapi juga hukum alam pun telah mengatur, masak sih gajah kok mau bertarung dengan kancil, misalnya.

Itu semua pasti sudah diketahui sejak sebelum beraksi, meskipun memang sering orang merasa "Aku ini gajah kok, dan dia juga gajah"  untuk membenarkan aksinya. Padahal dalam kenyataannya, "Aku ini sebenarnya kancil saja, tetapi biarlah gajah pun akan saya lawan." Nah perasaan semacam itulah asor-timbang.

Nasehat kultural keduanya terkait asor-timbang ini ialah, pertimbangkanlah bahwa dalam setiap huru-hara, -apalagi huru-hara politik- , pasti selalu "bakal ana sing kalah (babag belur), ana sing menang (luwih)>" Singkatnya, pasti ada yang nantinya bakal kalah, dan ada yang akan menang. 

Pertanyaan paling menarik di sini ialah: Apakah Anda siap kalah? Kalau pertanyaannya "Apakah Anda siap menang?"  pasti kedua belah pihak merasa paling siap memang, namun dalam hal siap kalah, nahh..........inilah nasehat kultural asor-timbang. Yakni, jauh-jauh hari sebelum huru-hara meletus, perhitungkanlah "lobang" kekalahan (sebutlah sisi lemahmu yang dapat menjadikan dirimu bakal kalah). Kalau perhitungan itu tidak dilakukan (umumnya memang tidak dilakukan), boleh jadi nantinya akan tertimpa timbang asor, yaitu kalah lan isin.

Dalam konteks huru-hara perpolitikan yang sedang melanda partai Demokrat, -notabene "kubu" AHY melawan Pak Mul (atau :"kubu" Pak Mul melawan AHY??)- , nasehat idiom asor-timbang ini dapatlah menjadi pertimbangan terakhir sebelum semuanya berlanjut lebih parah; yakni: (1) apakah "kami" (dua kubu maksudnya) itu level gak sih berseteru?; (2) apakah "kami" (salahsatu kubu maksudnya) siap kalah?; dan (3) terkait siap kalah ini, apakah "kami" kelak siap juga timbang asor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun