Mohon tunggu...
tukiman tarunasayoga
tukiman tarunasayoga Mohon Tunggu... Dosen - Pengamat Kemasyarakatan

Pengajar Pasca Sarjana Unika Soegiyopranata Semarang

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pilkada 2020 Vs "Ngrupak Jajahaning Rowang"

24 September 2020   11:58 Diperbarui: 24 September 2020   12:10 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilkada 2020 Vs "Ngrupak Jajahaning Rowang" 

Oleh Tukiman Tarunasayoga

Seperti diketahui bersama, Pilkada (serentak) 2020 akan dilaksanakan pada Rabu Wage, 9 Desember 2020, meski memang ada sejumlah pihak yang mengusulkan agar diundur mengingat Covid 19 masih terus mengintai-mengganas. Berbagai usulan agar Pilkada diundur bukannya tidak diperhatikan, akan tetapi wajar saja jika usulan tidak selalu harus diluluskan oleh pengambil kebijakan. Dan apabila usulan Anda tidak dikabulkan, tidak berarti bahwa pengambil keputusan dan kebijakan abai terhadap Anda, atau kurang hormat terhadap Anda. 

Kita analogikan saja dengan tatanan kehidupan di unit terkecil, seperti rumahtangga/keluarga. Kalau salah seorang anak mengusulkan agar kulkas diganti yang dua pintu, dan usulan itu tidak dikabulkan oleh Ibu, tidak berarti Ibu abai terhadap anaknya; dan karena itu si anak seharusnya jangan lalu ngambeg serta merasa kok Ibu tidak sayang lagi sekarang. . 

Apalagi dalam kehidupan bersama, dalam tatanan bernegara dan berbangsa dengan segala permasalahan dan pertimbangan yang sangat kompleks,  usulan dan pendapat yang tidak dikabulkan hendaknya tidak membuat si pengusul tersinggung.

Ada sekurangnya empat alasan mengapa Pilkada 2020 tetap harus terjadi pada Desember 2020 nanti, yakni (a) sudah diundur dari jadwal semula September 2020 ke Desember 2020, (b) penyelenggara pemilu ingin memastikan terpenuhinya hak konstitusi warganegara, (

c) tidak ada kepastian yang sangat menjamin jika diundur, dan (d) ratusan Pemda tidak mungkin dipimpin oleh pejabat dengan status PLT jika diundur, sementara  tuntutan tugas dan pekerjaan di tahun 2021 harus terjadi percepatan yang luarbiasa. Oleh karena itu, sebutlah satu-satunya senjata pamungkas penyelenggaraan Pilkada 2020 adalah penerapan protokol kesehatan secara optimum oleh semua pihak.

Di samping hal-hal yang telah disebutkan di atas, ada pertimbangan etis bagi siapa pun, -terutama bagi mereka yang kecewa karena usul agar Pilkada ditunda/diundur  tidak dikabulkan- , yaitu peribahasa Jawa ini: "Ngrupak jajahaning rowang." Namanya pertimbangan etis, maka nuansanya selalu anjuran dan ajaran tentang hal baik dan tidak baik; karena itu  hendaknya jangan dilakukan karena tidak baik, atau sebaliknya hendaklah dianut karena baik. Dalam hal "ngrupak jajahing rowang" ini, anjuran dan ajakannya ialah, janganlah Anda lakukan karena tidak baik.

Rowang itu artinya "kanca" yaitu teman; maka  "ngrupak jajahaning rowang" bermakna  jangan  "nyahak panguripaning liyan." Hendaklah jangan mengganggu apalagi menghalang-halangi sumber kehidupan sesamamu, mengingat setiap orang itu, -apalagi setiap institusi- , telah memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Peribahasa ini mengajarkan marilah saling hormat-menghormati tugas pokok dan fungsi orang lain, oleh karena itu hindari "nyahak" yaitu sabotase, atau menghalang-halangi, mengganggu, merusak atau lebih tragisnya lagi lalu melawan dengan kekerasan.

Intinya, dalam konteks penyelenggaraan Pilkada 2020, marilah kita pegang ajaran dan ajakan etis tadi. Mungkin Anda ada yang kecewa berat atas keputusan penyelenggara, dan kekecewaan itu bukannya tanpa dasar mengingat misalnya rasa was-was terkait ancaman kesehatan bangsa Indonesia dalam menghadapi Covid 19 ini. Boleh kecewa dan silahkan; tetapi alangkah etisnya kalau rasa kecewa itu tidak melangkah ke "ngrupak jajahaning rowang."  

Usul harus dimengerti sebagai pendapat belaka, dan  karena  itu tidak etis kalau kemudian meningkat atau ditingkatkan  menjadi intervensi kepada institusi lain, atau jangan malah lalu mengatur institusi lain itu dengan ungkapan: "Kudu manut aku, ora manut, mbuh ora weruh mengkone.." Nah......kalau ada sikap semacam ini bukan saja tidak etis, bahkan sangat memaksakan kehendaknya seolah-olah pihak yang paling berkuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun