Mohon tunggu...
Gian Darma
Gian Darma Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

seorang yang suka seni dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Hati-hati dalam Bermedia Sosial

13 Mei 2023   20:15 Diperbarui: 13 Mei 2023   20:20 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal Mei lalu, terjadi aksi penembakan di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Menteng Jakarta Pusat. Kantor organisasi massa yang terkadang menjadi kontroversi karena pernah menjadi penguasa tunggal untuk pengesahan halal haram di Indonesia, menerima sebuah surat dari seseorang yang mengaku sebagai nabi. Beberapa waktu kemudian, sang pengirim surat memaksa bertemu dengan pimpinan MUI di kantor.

Karena petugas keamanan merasa tidak kenal dengan yang bersangkutan dan ketidakjelasan untuk bertemu dengan pimpinan, maka permintaan itu ditolak. Karena tidak diizinkan, sang tamu melepaskan tembakan dengan air soft gun.

Awalnya pelaku mencoba untuk melaikan diri namun behasil ditangkap oleh petugas dan kemudian sang pelaku pingsan. Melihat keadaanna, petugas membawanya ke puskesmas, namun sesampai di sana sang dokter menyatakan pelaku meninggal dunia.

Kejadian ini memancing reaksi dari bebagai pihak. Umumnya reaksi mereka negatif karena terasa aneh. Lalu teori konspirasi dan hoax beredar luar melalui media sosial. Teori ini beredar liar di media sosial, karena media sosial memang banyak mengambil peran untuk penyebaran berita bohong. Media sosial mengamplifikasi narasi dengan metode bubble, sehingga gaungnya sangat kuat dan ada di komunitas tertentu.

Beberapa narasi muncul misalnya aksi ini merupakan rekayasa dari pemerintah, cipta kondisi menjelang Pemilu, dan narasi memberangus MUI. Tidak ketinggalan kelompok intoleran dan radikal menunggangi isu ini dengan nada ancaman balasan karena sudah mengusik Islam.

Narasi konspirasi dan hoaks sangat berbahaya karena kerap menggiring opini masyarakat untuk menciptakan public distrust terhadap pemerintah, mengadu domba dan memecah belah persatuan. Oleh karena itu, budaya tabayyun dan verifikasi masyarakat untuk tidak mudah percaya terhadap informasi dan malas mengecek kredibilitas sumber dan validitas info yang didapatkan.

Beberapa negara memang tidak bisa menghindari berita palsu alias hoax. Negara demokratis seperti Amerika Serikat pun tak bisa menghindari berita palsu saat pemilu terjadi. Begitu juga negara seperti Filipina yang seakan memakai media sosial untuk merekayasa informasi. Kita tahu presiden Filipina terpilih berhasil "mengatur" informasi buruk tentang ayahnya yang koruptor dan diktaktor. Akhirnya Marcos junior berhasil menjadi presiden Filipina.

Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa media sosial harus tetap digunakan dengan hati-hati untuk menciptakan platform yang berguna bagi negara-negara demokrasi, dan bukan untuk mengganggunya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun