Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Kompasianer

Penulis Buku: 📚Ketika Dunia Tidak Lagi Milik Manusia: Bagaimana Artificial Super Intelligence Menghapus Kita dari Sejarah 📚Surat dari Mesin: Pesan Sunyi tentang Kemanusiaan dari Sebuah Kecerdasan tanpa Wajah 📚Dimensi Yesus: Menyelami Iman lewat Filsafat dan Sains 📚Bukan Suara dari Langit: Menyadari Kehadiran Tuhan di Balik Peristiwa Sehari-hari 📚Jika Yesus Menikah: Sebuah Renungan Iman tentang Sisi Kemanusiaan Kristus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Masa Depan Gereja Katolik: Menghadapi Tantangan dan Mempertanyakan Tradisi

7 Mei 2025   13:06 Diperbarui: 7 Mei 2025   13:06 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para kardinal menghadiri misa Novendiale di Basilika Santo Petrus, Vatikan, pada 7 Mei 2025. KOMPAS.com (AFP/ FILIPPO MONTEFORTE)

Gereja Katolik adalah institusi yang telah berjalan lebih dari dua ribu tahun, dan sepanjang perjalanan panjangnya, gereja ini telah membangun tradisi yang kuat, serta ajaran yang dianggap sakral dan tak tergoyahkan.

Namun, seperti halnya institusi besar lainnya, Gereja Katolik kini dihadapkan pada serangkaian tantangan yang menuntut refleksi mendalam, terutama dalam kaitannya dengan peran perempuan, selibat, dan proses pemilihan Paus.

Tiga pertanyaan besar ini mengundang diskusi tentang relevansi tradisi gereja, serta kemungkinan untuk melakukan perubahan yang lebih inklusif dan relevan dengan perkembangan zaman.

1. Mengapa Perempuan Belum Bisa Menjadi Paus? Apakah Waktunya untuk Perubahan?

Salah satu isu yang paling sering muncul dalam diskusi modern tentang Gereja Katolik adalah soal peran perempuan dalam kepemimpinan gereja.

Selama lebih dari dua milenium, Paus, serta hampir seluruh jajaran pimpinan gereja, hanya dipegang oleh pria.

Hal ini berakar pada pandangan tradisional bahwa Yesus Kristus memilih 12 rasul laki-laki, dan dari situ lahirlah keyakinan bahwa hanya laki-laki yang dapat menjadi pemimpin spiritual gereja.

Namun, dunia saat ini sudah jauh berkembang, dan banyak orang merasa bahwa ini saatnya untuk mempertanyakan apakah tradisi tersebut masih relevan.

Mengizinkan perempuan untuk menduduki jabatan Paus tentu bukanlah hal yang mudah. Gereja Katolik adalah institusi yang sangat memegang teguh ajaran dan tradisi yang sudah lama tertanam.

Akan tetapi, ketika melihat peningkatan kesetaraan gender di banyak aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, muncul argumen bahwa perempuan, seperti halnya laki-laki, memiliki kapasitas untuk memimpin dengan bijaksana dan penuh kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun