Sebelum menebak keinginan BND, ada baiknya saya paparkan sedikit "kenangan" yang dimaksud. Bahwa puluhan tahun silam, tepatnya sekitar tahun 1965, BND pernah "berkontribusi" menumpas PKI dengan cara membantu gerakan petinggi Angkatan Darat.
Kontribusi BND antara lain kerjasama intelijen, pelatihan militer, pendanaan, dan nasihat. BND hadir untuk "meringankan" beban intelijen Amerika Serikat, Central Intelligency Agency (CIA).
PKI berhasil ditumpas, anggota dan simpatisan komunis dilenyapkan, Soekarno lengser, dan Soeharto menjadi presiden. Itulah buah keterlibatan BND di Indonesia.
Dan selama pemerintahan Orde Baru, relasi Indonesia dan Jerman terjalin intim, dan Soeharto "dinobatkan" oleh Kanselir Helmut Kohl sebagai "sahabat". Selengkapnya, sila baca "Keterlibatan Jerman dalam Aksi Pembantaian G30S-PKI 1965".
Kembali lagi. Bila betul apa yang dikatakan Farhan, maka saya dan publik Indonesia berhak bertanya perihal tujuan "kehadiran" BND yang kedua kalinya di Indonesia. Ya, semoga baru dua kali.
Target atau tujuan apa yang disasar BND? Untuk kepentingan apa? Adakah berkaitan lagi dengan kudeta politik atau mungkin persoalan baru? Apakah untuk kebutuhan Jerman sendiri atau banyak negara?
Di sini tidak perlu diterka, mengapa Suzanne Hall harus ke markas FPI, lalu beraksi secara terang-terangan di siang bolong, mencolok, dan menggunakan kendaraan resmi diplomat.
Menurut Habiburokhman dalam diskusi bersama Farhan, Suzanne Hall tampaknya mau "memanfaatkan" emosi kelompok FPI semata. Dengan begitu, FPI bisa dijadikan "tunggangan" untuk aksi susulannya.
Sekadar menduga, adakah BND hadir untuk kepentingan dagang Jerman dan Uni Eropa? Mungkinkah berkaitan soal kebijakan larangan ekspor nikel Indonesia ke luar negeri sejak 1 Januari 2020?
Tidak ada yang tidak mungkin. Segala persoalan bisa digunakan untuk kepentingan apapun. Tidak terkotak dalam urusan politik dan pemerintahan saja. Permasalahan FPI dan pemerintah Indonesia dapat "digoreng" untuk daya tawar urusan ekonomi dan bisnis.
Jika arah BND ke soal nikel, maka aksi mereka amat tepat. Ingat, "pemimpin" Uni Eropa yang terdiri dari 27 negara saat ini adalah Jerman. Presiden Komisi Uni Eropa bernama Ursula Gertrud von der Leyen, mantan Menteri Pertahanan Jerman (17 Desember 2013-17 Juli 2019).