Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Andai Tegas dari Awal, Anies Tidak Perlu Pecat Bawahannya

28 November 2020   20:18 Diperbarui: 28 November 2020   20:26 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan | Tribunnews.com

Imbas dari kegiatan massa berkerumun di masa pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu yang melibatkan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan kelompoknya, ternyata tidak hanya dimutasinya 4 pejabat Polri (Kapolda Metro Jaya, Kapolda Jawa Barat, Kapolres Jakarta Pusat, dan Kapolres Bogor).

Melansir KOMPAS.com (28/11), diberitakan bahwa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga turut menunjukkan "ketegasannya" dengan memecat dua orang bawahannya dari jabatan.

Antara lain Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Meghantara dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Andono Warih, tertanggal 24 November 2020. Kini Bayu dan Andono dimutasi menjadi anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).

Entah layak disebut sebagai bentuk ketegasan Anies atau tidak, kedua pejabat Pemprov DKI Jakarta tersebut dinilai lalai dan abai mematuhi arahan dan instruksi Anies terkait penegakan aturan protokol kesehatan di masa pandemi.

Bayu dipecat karena dianggap tidak mampu menjaga wilayahnya dari kegiatan massa berkerumun, sementara Andono dipecat sebab justru memfasilitasi terjadinya kerumunan itu.

Dasar pemecatan Bayu dan Andono berasal dari hasil audit Inspektorat DKI Jakarta, bahwa keduanya terbukti melakukan pelanggaran. Acara kerumunan bukan dilarang, tetapi malah difasilitasi dengan peralatan milik pemerintah daerah.

Seperti tertulis pada judul artikel, sebenarnya pemecatan Bayu dan Andono tidak akan terjadi jika sejak awal Anies sudah menunjukkan ketegasannya dalam mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan, salah satunya melarang segala aktivitas yang menimbulkan kerumunan.

Maksudnya begini. Anies bersama jajarannya pasti sudah tahu informasi kedatangan Rizieq ke Indonesia dan kegiatan apa saja yang kemudian dilakukannya di tanah air, terutama di ibu kota.

Jadi, dengan menyaksikan massa membludak di Bandara Internasional Soekarno-Hatta pada 10 November 2020 dalam rangka menyambut Rizieq, seharusnya Anies sudah merancang antisipasi berlangsungnya kerumunan serupa setelahnya.

Anies wajib memanggil seluruh pejabat terkait untuk saling berkoordinasi mencegah kegiatan massa yang melibatkan Rizieq, semisal acara Maulid Nabi Muhammad SAW dan resepsi pernikahan putri Rizieq pada 14 November 2020.

Artinya, sikap tegas itu mesti dimulai oleh Anies, sehingga pejabat di bawahnya tidak gamang, ragu, bimbang, takut, dan sebagainya. Bukan bermaksud membela Bayu dan Andono, cuma perlu dipahami bahwa mereka sesungguhnya korban dari ketidaktegasan Anies.

Korban ketidaktegasan dalam arti, Bayu dan Andono agaknya melihat dan meniru sikap Anies yang tampak "toleran" kepada Rizieq dan kelompoknya. Akhirnya mereka ragu. Mau tegas, tapi tindakan Anies selaku atasan tidak mendukung.

Bagaimana mungkin Bayu, Andono, dan pejabat lain ingin tegas, sedangkan Anies justru pergi ke Petamburan untuk bertemu Rizieq? Bukankah hal itu menjadi titik awal dari keraguan para pejabat Pemprov DKI Jakarta dalam bertindak?

Dalam aturan PSBB masa transisi jelas dilarang yang namanya berpergian untuk hal-hal yang tidak penting. Pertanyaannya, pentingkah Anies melawat Rizieq? Tidakkah Anies sadar kalau Rizieq baru datang dari Arab Saudi, yang sedianya harus menjalani karantina?

Akibatnya apa? Para pejabat Pemprov DKI Jakarta menjadi ragu dan serba salah. Lalu, akibat lainnya adalah, kelompok penyanjung Rizieq menjadi semakin yakin bahwa rangkaian acara yang mereka rencanakan mustahil dilarang. Mereka merasa didukung atas lawatan Anies.

Maka dari itu, peristiwa kerumunan di DKI Jakarta belakangan ini dan "musibah" yang menimpa Bayu dan Andono, sudah sepantasnya para kepala daerah menjadikannya sebagai bahan permenungan.

Menjadi pemimpin atau atasan tidaklah mudah, bukan sekadar bicara. Apa yang dipikirkan dan diputuskan harus terwujud dalam tindak-tanduk nyata. Jangan apa yang dikatakan berbeda dengan yang dilakukan.

Pemimpin adalah contoh bagi para bawahan. Jika pemimpin lemah, lembek, dan tidak konsisten pada aturan, maka jangan kaget ketika para bawahan ragu dan kemudian memilih untuk mengikuti hal yang sama.

*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun