Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ternyata, Ini Maksud JK Soal "Kekosongan Kepemimpinan", Anies Bagaimana?

24 November 2020   04:20 Diperbarui: 24 November 2020   12:34 2621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla | KOMPAS.com/ Andreas Lukas Altobeli

Padahal sebelumnya publik sudah menafsir arah dan makna pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla di sebuah acara diskusi virtual beberapa hari lalu, yaitu bahwa di negeri ini sedang terjadi kekosongan pemimpin yang mampu menyerap aspirasi masyarakat.

Tiba-tiba, pada Senin malam (23/11), JK meluruskan atau memberi klarifikasi pernyataannya tersebut. Entah diklarifikasi karena sudah mengundang tanya dan polemik, atau betul sesuai apa yang ada di hati dan pikirannya, yang jelas JK sempat meriuhkan publik belakangan ini.

Betapa tidak, banyak pihak bertanya, bagaimana bisa JK seakan "memojokkan" pemerintah gara-gara kedatangan pentolan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab dan pembersihan baliho yang memuat gambar Rizieq di berbagai tempat di ibu kota oleh prajurit TNI.

Melansir KOMPAS TV, Selasa (24/11), yaitu pada program Sapa Indonesia Malam stasiun KOMPAS TV (23/11), maksud pernyataan JK disampaikan oleh Hamid Awaludin, orang terdekatnya.

Hamid menjelaskan bahwa maksud JK bicara terjadinya kekosongan kepemimpinan tidak ditujukan kepada pemerintah, melainkan terhadap organisasi massa (ormas) dan partai politik Islam.

Dikatakan Hamid, apa yang disampaikannya di acara KOMPAS TV merupakan hasil diskusinya bersama JK di salah satu ruangan kantor Palang Merah Indonesia (PMI), saat Rizieq tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

JK menilai ada kekosongan kepemimpinan dalam ormas dan parpol, khususnya Islam, yang tidak bisa mewadahi aspirasi para pendukung Rizieq, sehingga akibatnya mereka cenderung intoleran.

"Beliau (JK) bilang, karena itu kita harus bicara pada parpol dan ormas Islam, kenapa ada gerakan massa ini. Jangan-jangan aspirasi mereka tidak tersalurkan pada parpol dan ormas Islam. Jadi sederhana, kita melihat bahwa apa yang terjadi belakangan ini kan cenderung intoleransi. Beliau sangat concern, jangan sampai gerakan ini jadi gerakan radikal," papar Hamid, Senin (23/11).

Pertanyaannya, kembali lagi, apakah betul itu yang dimaksud JK atau jangan-jangan hanya untuk meredam polemik? Sebab, hingga kini publik masih menduga JK punya "maksud buruk" terhadap pemerintah, di mana seolah mendukung Rizieq dan kelompoknya.

Sebenarnya bila dipahami, apa yang disampaikan Hamid bisa dipercaya dan bisa juga tidak. Alasan mengapa layak dipercaya yakni bahwa tidak mungkin JK yang notabene mantan wakil presiden mau "menghajar" pemerintah yang sedang sibuk berjibaku melawan pandemi Covid-19.

Rasanya JK tidak mungkin melakukan hal "sekejam" itu. Ia pernah mendampingi Presiden Joko Widodo, dan sekarang presiden sedang menjabat, apa iya JK ingin "menusuk" mantan rekan kerjanya terang-terangan di muka publik?

Tambahan alasan lainnya, sila pembaca menerkanya sendiri. Selanjutnya, mari membahas alasan mengapa pengakuan Hamid belum layak dipercaya, antara lain:

Pertama, klarifikasi tidak diucapkan langsung oleh JK secara pribadi, meskipun Hamid orang terdekatnya dan mengaku sudah pernah membicarakannya dalam diskusi sebelumnya.

Kedua, diskusi Hamid dan JK disebut terjadi saat kedatangan Rizieq di Indonesia, yang artinya pada Selasa, 10 November 2020. Bagaimana bisa Hamid menyebut istilah "gerakan massa" dan perlu dibicarakan dengan ormas dan parpol Islam, sementara aksi pendukung Rizieq baru sebatas penyambutan di bandara?

Ketiga, jika benar yang disasar JK itu adalah ormas dan parpol Islam, bukankah maksud tegas "kekosongan pemimpin" mestinya dijelaskan secara gamblang kala diskusi virtual pada Jumat, 20 November 2020? Mengapa usai ramai di publik, baru kemudian diluruskan, dan bahkan tidak langsung?

Tidak tahu bagaimana publik menilai klarifikasi JK melalui Hamid ini. Yang jelas, penulis merasa ada keanehan. Tiga hari publik dibuat bingung dan sampai dikaitkan-kaitkan dengan persoalan lain.

Andai JK sungguh telah diskusi bersama Hamid dan menyimpulkan bakal ada gerakan massa berkerumun, tidakkah sebaiknya dibicarakan kepada pemerintah? Atau jika tidak, JK langsung saja berkomunikasi dengan tim Rizieq supaya kerumunan tidak terjadi, bukan?

Publik riuh menanggapi pernyataan "kekosongan kepemimpinan", Rizieq dan kelompoknya berkerumun, perhatian media tersita, dan yang paling lucu lagi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terlanjur mengunggah foto di media sosial tentang dirinya yang tengah membaca buku "How Democracies Die".

Itukah yang ditunggu-tunggu JK? Mestinya, tidak. Karena gara-gara "ulahnya", polemik baru muncul. Ya, mengenai Anies yang mengunggah foto dirinya dan buku di media sosial.

Apa yang terjadi? Aksi Anies tersebut mau tidak mau dihubungkan dengan ucapan "kekosongan kepemimpinan" dan "krisis demokrasi". Padahal berdasarkan klarifikasi Hamid, yang mengalami keduanya bukan negara (pemerintah), melainkan ormas dan parpol Islam.

Namun apa pun itu, mudah-mudahan klarifikasi JK lewat Hamid dapat sedikit meredam ketegangan dan suhu politik. Sekian. *** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun