Mohon tunggu...
Tuhombowo Wau
Tuhombowo Wau Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

tuho.sakti@yahoo.co.uk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

HRS Datang, "Warming Up" Pilpres 2024 Sudah Bisa Dimulai?

13 November 2020   10:36 Diperbarui: 13 November 2020   10:37 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Anies Baswedan sambangi HRS di kediamannya di Petamburan, Jakarta Barat | detik.com/ istimewa

Pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab atau yang juga disapa HRS, telah tiba di Indonesia pada Selasa, 10 November 2020. Kedatangannya turut disambut ribuan pendukungnya, di Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Selama 2 (dua) hari terakhir, selain para pendukung, HRS juga ternyata mendapat sambutan hangat dari beberapa tokoh, di mana mereka bertemu langsung dengannya di kediamannya di Petamburan, Jakarta Barat.

Melansir KOMPAS TV, Kamis (12/11), nama-nama tokoh tersebut antara lain Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan; pendiri PAN, Amien Rais; Presiden PKS, Ahmad Syaikhu; Wasekjen MUI, Tengku Zulkarnain; penggagas KAMI, Marwan Batubara; dan politisi PAN, Abraham Lunggana.

Entah apa saja detail hasil obrolan antara HRS dengan para tokoh tadi, yang jelas media menyebutkan bahwa salah satunya pembahasan UU Cipta Kerja dan lainnya potensi bergabungnya HRS ke partai politik. Meski pihak PKS berharap HRS tidak masuk politik, dengan alasan HRS "milik umat".

Masuk politik atau tidak, itu semua terserah HRS. Memang bisa diakui, HRS ibarat "gula" bagi semut-semut yang rindu rasa manis selama ini. Sepanjang tiga tahun terakhir, orang-orang yang butuh sosoknya merasa kehilangan.

Tadi itu keinginan tokoh-tokoh yang sepaham dengannya. Lalu bagaimana dengan HRS, apa keinginannya? Ternyata hal yang dia harapkan adalah terlaksananya rekonsiliasi antara dirinya dan pemerintah.

Tidak tanggung-tanggung, agar tercapai rekonsiliasi, HRS mematok syarat, yakni pemerintah harus berkenan untuk "tidak mengkriminalisasi ulama" dan membebaskan teman-teman HRS yang tersangkut masalah hukum.

Pertanyaannya, apa betul ada persoalan antara HRS dan pemerintah? Apakah kepergian HRS ke Arab Saudi terpaksa, atau mungkin dipaksa pemerintah? Sepengetahuan publik, HRS ke sana dalam kondisi sadar dan tanpa paksaan dari siapa pun.

Lalu, apa hubungannya lagi dengan pembebasan orang-orang bermasalah, bukankah itu kewenangan penegak hukum yang tidak boleh diintervensi oleh HRS dan bahkan pemerintah?

Inilah yang aneh dari HRS. Seakan ingin "menekan" pemerintah agar mengintervensi hukum. Syarat-syarat macam apa itu? Tidak ada masalah, kok menyuarakan rekonsiliasi?

Yang patut sedikit diduga sebenarnya, persyaratan yang dipatok HRS belum tentu semata untuk kepentingan orang-orang yang sepaham dengannya, melainkan bagi 'kebaikan' dirinya sendiri.

Publik tahu, sebagian kasus hukum tengah membelit HRS. Sila pembaca menelusurinya lebih lanjut. Dan agaknya, HRS menyisipkan pesan terselubung, "jangan lagi ungkit-ungkit masalah saya".

Bagaimana mungkin HRS bisa mendikte penegak hukum lewat tangan pemerintah? Apakah maksudnya pemerintah mau dibawa ke bawah kendalinya? Aneh. Pemerintah punya wibawa, dan pasti menolak didikte pihak manapun, termasuk HRS.

Andai pemerintah mengabulkan permintaan HRS sesuai syarat-syarat, bayangkan, betapa jatuhnya wibawa negara. Bilamana benar ada konflik khusus antara HRS dan Presiden Jokowi misalnya, hal itu urusan pribadi. Negara dan pemerintah tidak boleh tunduk pada HRS.

Kasus hukum HRS dan koleganya tetap saja diproses, memegang prinsip keadilan dan kedudukan yang sama setiap warga di hadapan hukum. Tidak ada warga yang diberi keistimewaan, apalagi seakan kebal hukum.

Pemerintah tidak boleh takut, HRS cuma menggertak. Biarkan penegak hukum melanjutkan pekerjaannya yang sempat terkendala. Negara ini terlalu besar untuk digertak atau ditakut-takuti.

Demikian tanggapan atas rekonsiliasi HRS. Selanjutnya kembali ke politik. Terlepas jadi tidaknya HRS gabung partai politik, tidakkah sebaiknya kehadiran HRS di tanah air dimanfaatkan untuk persiapan Pilpres 2024, katakanlah semacam pemanasan?

Ketimbang HRS dan rekan-rekan mengusik pemerintah atau energi digunakan untuk hal-hal yang tidak perlu, mending mereka mempersiapkan "warming up" Pilpres 2024. Itu lebih baik.

Kian tertulis di atas, yang bertemu HRS di rumah bukan tokoh biasa, tetapi para petinggi partai politik. Maka sebaiknya momen kehadiran HRS dimanfaatkan sebaik mungkin dalam menyongsong suksesi kepemimpinan nasional di masa mendatang. Entah apa cara dan wujudnya, yang penting tidak mengganggu roda pemerintahan atau merugikan rakyat.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun